Indonesia Mulai Kena Imbas Konflik Rusia-Ukraina, Ini Buktinya

Jumat, 25 Februari 2022 – 18:26 WIB
Bhima Yudhistira. Foto: Aristo Setiawan/jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Konflik Rusia-Ukraina dinilai bakal berpengaruh terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia.

Pasalnya, invasi yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina akan menghambat pemulihan ekonomi.

BACA JUGA: Begini Dampak Konflik Rusia-Ukraina Pada Indonesia, Waduh!

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyebut ada beberapa dampak dari konflik Rusia-Ukraina.

Dampak sektor keuangan menurut Bhima yang paling terasa, bahkan saat ini rupiah sudah bergerak melemah di posisi Rp 14.500.

BACA JUGA: Reza Indragiri Menganalisis Ucapan Menag Yaqut dan Edy Mulyadi, Ini Kesimpulannya

"Diprediksi mendekati level Rp 15 ribu jika kondisi konflik, eskalasi ini makin meluas dan melibatkan banyak negara," ujar Bhima Yudhistira kepada JPNN, Jumat (25/2).

Bhima menyebut kondisi itu akan menimbulkan distabilitas di kawasan dan tentunya merugikan prospek pemulihan dan stabilitas moneter di tanah air.

BACA JUGA: Update Harga Emas 25 Februari, Harganya Makin Bagus Bun, Yuk Borong!

Ketepatan dengan tappering off dan juga kenaikan suku bunga yang terjadi di negara-negara maju juga akan berpengaruh.

Selain itu, efek dari harga komoditas minyak mentah sudah tembus di atas USD 100 per barel.

"Akan meningkatkan inflasi serta membuat biaya pengiriman barang, logistik akan lebih mahal dan efeknya adalah harga kebutuhan pokok semakin meningkat," tutur Bhima.

Dia menyebut daya beli masyarakat akan semakin rendah dan efek terhadap subsidi energi juga bengkak cukup signifikan.

Menurut dia, pada asumsi makro APBN, harga minyak hanya tercatat USD 63 per barel.

Artinya, harga minyak yang ditetapkan baik di dalam APBN maupun harga minyak mentah yang riil di lapangan sudah terlalu jauh.

BACA JUGA: Ketegangan Rusia - Ukraina Bisa Bikin Harga BBM hingga LPG Naik

Maka, kondisi itu bakal berimbas pada pembengkakan dari subsidi energi yang signifikan.

Oleh karena itu, Bhima mendesak pemerintah untuk segera melakukan perubahan APBN guna menyesuaikan kembali beberapa indikator, khususnya nilai tukar rupiah dan juga inflasi.

"Karena inflasi ini akan lebih tinggi daripada perkiraan dan perlu dilakukan antisipasi," ucap Bhima.

Di sisi lain, Bhima menyarankan pemerintah menambahkan dana PEN yang sebagian untuk stabilitas harga pangan dan energi.

Lebih lanjut, dia mengingatkan bahwa konflik Rusia-Ukraina bisa menjadi ancaman serius bagi stabilitas dan pemulihan ekonomi sepanjang 2022.

Mengingat, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi di atas lima persen.

Terkait hal itu, Bhima menegaskan bahwa harus dipastikan pemerintah memperhatikan stabilitas harga kebutuhan pokok masyarakat baik minyak goreng, kedelai, maupun komoditas lainnya. (mcr28/fat/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Wenti Ayu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler