Reza Indragiri Menganalisis Ucapan Menag Yaqut dan Edy Mulyadi, Ini Kesimpulannya

Jumat, 25 Februari 2022 – 15:10 WIB
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menganalisis ucapan Menag Yaqut Cholil Qoumas dan Edy Mulyadi. Begini kesimpulannya.Ilustrasi Foto: Andika Kurniawan/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menganalisis ucapan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas soal kebisingan suara azan melalui pelantang masjid, dengan menjadikan gonggongan anjing sebagai salah satu pembanding.

Bang Reza menilai Menag Yaqut menggunakan langgam bahasa yang sama dengan Edy Mulyadi selaku tersangka ujaran kebencian atas ucapannya tentang lokasi ibu kota negara atau IKN Nusantara.

BACA JUGA: Fauzi Bahar kepada Menag Yaqut: Jangan Coba-Coba Injak Tanah Minangkabau

"Edy Mulyadi, sepemahaman saya, menggunakan langgam metafora. Absolute metaphore, ragamnya. Menag Yaqut pun memakai metafora yang sama: gonggongan anjing ditafsirkan khalayak mengindikasikan kebisingan yang setara dengan suara azan," kata Reza kepada JPNN.com, Jumat (25/2).

Persoalannya, kata Reza, jin dan anjing dalam metafora itu punya kelas yang rendah, sehingga keduanya dimaknai sebagai ungkapan yang merendahkan.

BACA JUGA: Penetapan NIP PPPK Guru, Konon BKD se-Jatim Menolak SPTJM

"Sehingga, baik Edy Mulyadi maupun Menag Yaqut akhirnya dianggap publik telah melakukan penghinaan atau pelecehan atau sejenisnya," ucap penyandang gelar MCrim (Forpsych-master psikologi forensik) dari Universitas of Melbourne Australia, itu.

Mantan pengajar di PTIK itu mengaku hanya sebatas ingin melihat bagaimana penegakan hukum dilakukan secara cepat dan ajeg. Cepat dalam artian polisi bekerja selekas mungkin setelah kejadian dan menimbulkan amarah masyarakat.

BACA JUGA: Pernyataan Kapitra PDIP Sangat Keras: Menteri Agama yang Enggak Cerdas Harus Diganti

"Ajeg, berarti ada keseragaman, tidak tebang pilih antarkasus atau antarindividu," ujar pria asal Indragiri Hulu, Riau itu.

Dia menerangkan bahwa cepat dan ajeg merupakan sifat yang harus terpenuhi agar kerja penegak hukum bisa memunculkan efek gentar sekaligus efek jera.

"Agar individu yang menjadi sasaran penegakan hukum tidak mengulangi perbuatannya, sekaligus agar orang lain tidak meniru perbuatan tersebut," kata Reza Indragiri Amriel.

Menurut dia, keseragaman itu memang tidak harus seratus persen sama. Yang terpenting adalah penalarannya.

Dengan begitu, andai ada pelaku yang melakukan perbuatan serupa tetapi yang satu ditahan, sedangkan yang lain tidak ditahan, polisi perlu menjelaskan alasan perbedaan perlakuan itu.

Penjelasan itu menurut Reza sangat penting agar equity polisi dalam penegakan hukum bisa diukur secara objektif oleh masyarakat.

BACA JUGA: Penetapan NIP PPPK Guru, Konon BKD se-Jatim Menolak SPTJM

"Tanpa penjelasan yang objektif, pertaruhannya adalah equity polisi. Equity merupakan salah satu unsur yang diacu masyarakat saat menilai kerja kepolisian, di samping efektivitas dan efisiensi," bebernya.

Lantas, seberapa jauh polisi akan menangani laporan masyarakat terhadap Menag Yaqut? Reza berharap Polda Riau bekerja secara profesional.

Diketahui, DPD KNPI Riau telah memolisikan Menag Yaqut ke Polda Riau pada Kamis (24/2), atas ucapan yang dianggap membandingkan suara azan dengan gonggongan anjing.

"Saya berharap Polda Riau sanggup menghindari faktor-faktor ekstralegal yang berdasarkan studi diketahui acap memengaruhi kerja kepolisian, terutama public opinion dan political interference," ujar Reza Indragiri Amriel. (fat/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler