jpnn.com, JAKARTA - Indonesia makin konkret melangkah maju memberi bukti keberhasilan penanganan perubahan iklim bersamaan dengan pelaksanaan COP27 Sharm El-Sheikh.
Setelah mendapatkan pengakuan dari Norwegia, Indonesia menjadi negara pertama di kawasan Asia Timur Pasifik yang menerima pembayaran dari program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) Bank Dunia untuk kegiatan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+) di provinsi Kalimantan Timur.
BACA JUGA: Amir Sindir Kelompok Pembela Peneliti Asing yang Menyerang Menteri Siti Nurbaya
"Indonesia telah menerima pembayaran pertama sebesar USD20,9 juta dolar AS (Rp320 miliar) dari komitmen pembayaran berbasis kinerja skema FCPV-Carbonfund sebesar USD110 juta untuk pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan yang terverifikasi," ungkap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya di Sharm El-Sheikh, Mesir pada Selasa (8/11.
Pembayaran pertama tersebut mencakup 13,5 persen dari emisi yang dilaporkan oleh pemerintah Indonesia pada periode monitoring 2019-2020.
BACA JUGA: KLHK Kembali Gelar Festival Iklim 2022, Aksi Nyata untuk Lingkungan
Pembayaran secara penuh akan diberikan setelah finalisasi verifikasi oleh pihak ketiga (auditor indenden) selesai dilakukan.
Pembayaran pertama tersebut akan digunakan sesuai dengan rencana yang tercantum pada Dokumen Benefit Sharing Plan (BSP) yang telah disusun oleh pemerintah Indonesia dan disampaikan ke FCPF pada Oktober 2021.
BACA JUGA: Pembuktian Aksi Iklim Indonesia di COP27 Sharm El-Sheikh Mesir
Mengacu pada dokumen tersebut, pembagian manfaat akan diberikan secara konsultatif, transparan dan partisipatif untuk memastikan bahwa semua pemangku kepentingan terkait dapat memperoleh manfaat dari pembayaran pengurangan emisi.
Pembayaran akan diberikan kepada pihak-pihak yang berkontribusi pada kegiatan pengurangan emisi di Provinsi Kalimantan Timur, dari level Pusat (KLHK), pemerintah daerah, sampai ke level tapak (masyarakat).
“Program ini memberikan peluang bagi pemerintah, organisasi masyarakat sipil, sektor bisnis, dan masyarakat untuk bersama-sama melindungi hutan Indonesia, dan menjadi pengakuan atas keberhasilan Indonesia dalam mengurangi deforestasi dan degradasi hutan," sambung Siti Nurbaya.
Menteri Siti menambahkan hal itu merupakan langkah awal untuk mengelola hutan Indonesia secara berkelanjutan untuk mencapai target pengurangan emisi yang
ditetapkan dalam Perjanjian Paris, mengatasi dampak perubahan iklim, dan menempatkan Indonesia di jalur pembangunan hijau.
"Pengurangan emisi di Kalimantan Timur berhasil dicapai melalui beberapa perubahan kebijakan, termasuk peningkatan tata kelola dan pemantauan hutan, restorasi ekosistem seperti pada lahan gambut dan mangrove, moratorium secara permanen untuk konversi lahan gambut dan hutan primer, program-program untuk memberikan kejelasan terkait kepemilikan lahan, dan mendorong penghidupan bagi masyarakat pedesaan melalui program perhutanan sosial pemerintah dan kemitraan di sekitar kawasan konservasi,” jelas Siti Nurbaya.
Pada kesempatan yang sama Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor mengatakan bahwa masyarakat adalah jantung dari pengelolaan lahan dan hutan yang berkelanjutan.
Dengan adanya pengakuan kinerja ini, Isran akan memastikan bahwa semua pihak mendapatkan manfaat, terutama masyarakat setempat, termasuk masyarakat adat.
"Termasuk mata pencaharian yang lebih baik, hutan yang lebih sehat, dan masyarakat yang lebih tahan terhadap dampak perubahan iklim. Kami
juga berharap bahwa program ini akan menarik sumber pembiayaan lain karena kami berkomitmen untuk mengurangi emisi GRK dari deforestasi dan degradasi hutan dalam jangka panjang," tegas Isran Noor.
Sebelumnya Indonesia juga telah menerima pengakuan dari Norwegia dalam bentuk Result Base Payment atau kontribusi tahap pertama berbasis hasil sebesar 56 juta Dollar AS yang akan diarahkan untuk mendukung implementasi berkelanjutan Rencana Operasional FOLU Net Sink 2030 Indonesia.
Kontribusi tahap pertama berbasis hasil ini adalah untuk pengurangan emisi yang telah diverifikasi secara independen sebesar 11,2 juta ton dari pengurangan deforestasi dan degradasi hutan Indonesia pada tahun 2016/2017.
Indonesia terbukti berhasil menurunkan deforestasi ke tingkat paling terendah selama dua dekade, menjadi 114 ribu ha per tahun pada 2019-2020 dan 2020-2021. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi