jpnn.com, JAKARTA - Hari ini (10/11) Bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan untuk mengenang peristiwa pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Menurut Wakil Ketua DPR Fadli Zon, Hari Pahlawan tidak cukup hanya diperingati, tapi juga menghayati seluruh semangat yang melatarbelakanginya.
“Dari pertempuran 10 November 1945, kita belajar bahwa ketika kedaulatan tanah air tidak dihormati dan diinjak-injak, maka menjadi tanggung jawab seluruh pihak untuk turun membela,” ujar Fadli melalui layanan pesan dari Wina, Austria.
BACA JUGA: Jawab Keluhan Presiden, Fahri Wacanakan Perubahan UU 12/2011
Politikus Partai Gerindra itu lantas mengutip ungkapan dalam Bahasa Jawa tentang sadumuk bathuk sanyari bumi. Artinya, tak boleh sedikit pun bagian dari wilayah Indonesia yang boleh diambil bangsa lain.
“Biarpun hanya sejengkal, jika tanah kita dirampas maka harus dipertahankan dengan nyawa. Prinsip itulah yang mengilhami para pahlawan kita dulu untuk bertempur habis-habisan,” ucapnya.
BACA JUGA: Pahlawan Era Milenial Mengokohkan Persatuan Bangsa
Sayangnya, lanjut Fadli, prinsip itu tak tercermin dalam kebijakan pemerintah saat ini. Bahkan, yang terjadi justru krisis nilai kepahlawanan.
“Jika dulu perampasan kedaulatan dilakukan dengan senjata, maka saat ini perampasan dilakukan melalui senjata ekonomi, seperti jerat utang luar negeri, monopoli modal asing dalam investasi, dan sejenisnya. Ironisnya, hal-hal itu kadang terjadi karena fasilitas dari elit kita sendiri,” tuturnya.
BACA JUGA: Kelakuan ASN, Lainnya Upacara, Ini Malah Berteduh
Fadli lantas mencontohkan kebijakan dalam pengelolaan lahan yang memunculkan banyak sekali ketidakadikan. Dalam catatan Fadli, hingga tahun 2016 terdapat 175 juta hektare atau sekitar 93 persen luas daratan di Indonesia dimiliki para pemodal swasta dan asing.
“Ini artinya, hanya tujuh persen dari luas daratan Indonesia yang benar-benar dikuasasi oleh rakyat. Hal ini terefleksi juga dari rendahnya kepemilikan lahan petani kita yang rata-rata hanya menguasai 0,39 hektar,” tuturnya.
Fadli menyebut krisis spirit kepahlawanan dalam kebijakan pemerintah juga tercermin dari adanya rencana penjualan aset BUMN. September lalu, sebutnya, pemerintah mengutarakan rencananya untuk menjual aset-aset BUMN yang dinilai sudah bisa memberikan keuntungan.
“Harapannya, keuntungan yang diperoleh dari penjualan dapat digunakan membiayai proyek lainnya. Dan aset yang telah dijual pun dapat dibeli kembali atau buyback,” ujar Fadli mengutip alasan pemerintah.
Fadli menilai logika pemerintah jelas melanggar rasionalitas dan bertentangan dengan konstitusi. Sebab, konstitusi memerintahkan negara agar menguasai sektor-sektor strategis dan yang menguasai hajat hidup orang banyak.
“Buat apa menjual aset BUMN yang menguntungkan negara kepada swasta? Ini jelas bukan satu sikap mental yang mencerminkan semangat kepahlawanan. Ini sikap kerdil yang selalu mencari jalan pintas. Jangankan berkorban untuk negara, yang terjadi justru mengorbankan negara, menggadai negara, untuk kepentingan jangka pendek,” paparnya.
Fadli lantas merujuk penjualan Indosat. Saat ini, mayoritas sahamnya dikuasaiasing,
“Saat ini lebih dari 60 persen aset Indosat dikuasai Qatar dan Norwegia. Pemerintah Jokowi berjanji membeli kembali Indosat, namun tak kelihatan tanda-tanda realisasi,” sebutnya.
Di sisi lain, jumlah utang Indonesia selama tiga tahun pemerintahan Joko Widodo makin menggunung. Lonjakannya melebihi sepuluh tahun era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Saat ini utang kita sekitar Rp3.779 triliun. Hingga akhir tahun jumlahnya diperkirakan akan tembus Rp 4.000 triliun, mengingat setiap defisit anggaran selalu kita tutup dengan utang,” katanya.
Fadli pun mengingatkan bahwa utang membelenggu kedaulatan. Bahkan, utang juga membuat pemerintah makin kesulitan membuat program yang melindungi rakyat.
“Sebab, selain membuat pemerintah jadi mudah didikte, untuk membayar utang itu pemerintah biasanya memilih untuk menjual aset negara tadi. Beban utang juga telah membuat negara kehilangan perannya dalam melindungi rakyat. Sebab, demi membayar utang yang dalam dua tahun ke depan angka totalnya mencapai Rp 810 triliun, pemerintah sejak tiga tahun lalu banyak sekali mencabut subsidi untuk rakyat,” katanya.
Menurut Fadli, gambaran itu menunjukkan bahwa kemerdekaan yang telah direbut para pahlawan justru sia-siakan. “Bahkan kita khianati dengan menjual aset dan kekayaan negara pada asing. Inilah yang jauh lebih penting, yang bisa kita maknai dari momen hari pahlawan nasional kali ini,” urainya.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ajak Generasi Milenial Hargai Pahlawan, Go-Jek Gelar Pameran
Redaktur & Reporter : Antoni