jpnn.com, JAKARTA - Untuk kesekian kalinya, Pemerintah Indonesia mendesak militer Myanmar untuk segera menindaklanjuti Konsensus Lima Poin yang telah disepakati oleh Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
Bagi Indonesia, hal itu merupakan syarat mutlak agar krisis yang lahir akibat kudeta setahun lalu bisa diselesaikan.
BACA JUGA: 1 Tahun Kudeta Myanmar, Tak Ada Kabar Baik, Ini soal Orang Hilang
“Sebagai keluarga, ASEAN telah mengulurkan bantuan, melalui Konsensus Lima Poin. Sangat disayangkan, sampai saat ini tidak terdapat kemajuan signifikan terhadap pelaksanaan konsensus,” demikian keterangan yang dirilis Kementerian Luar Negeri Indonesia pada Selasa, tepat satu tahun sejak ?pengambilalihan kekuasaan oleh militer di Myanmar.
Karena itu, Indonesia mendesak militer Myanmar untuk segera memberikan akses kepada Utusan Khusus ASEAN untuk dapat memulai kerjanya sesuai mandat para pemimpin ASEAN melalui Konsensus Lima Poin.
BACA JUGA: Militer Berkuasa, Myanmar Jadi Surga Produsen Narkoba
“Indonesia akan terus memberikan bantuan dan perhatian pada keselamatan dan kesejahteraan rakyat Myanmar,” kata Kemlu RI.
Indonesia juga menghargai dukungan dunia internasional terhadap konsensus ASEAN.
BACA JUGA: PM Kamboja Laporkan Hasil Kunjungan, Pak Jokowi Kembali Bicara Tegas soal Myanmar
Sebelumnya dilaporkan bahwa para menlu ASEAN akan mendiskusikan pemberian bantuan kemanusiaan untuk Myanmar dalam pertemuan yang dituanrumahi oleh Kamboja pada 15-16 Februari 2022.
Menlu Kamboja dan utusan khusus ASEAN Prak Sokhonn juga mempersiapkan kunjungan pertamanya ke Myanmar.
"Prioritasnya adalah untuk mengimplementasikan Konsensus Lima Poin yang telah disepakati dengan suara bulat dan akan dibahas selama pertemuan menteri luar negeri ASEAN mendatang," kata Kemlu Kamboja dalam pernyataannya pekan lalu.
Kudeta yang dilakukan militer Myanmar terhadap pemerintah terpilih pimpinan Aung San Suu Kyi menjadi kemunduran bagi ASEAN dan upayanya untuk menampilkan diri sebagai perhimpunan yang kredibel dan terintegrasi.
ASEAN kemudian mengambil langkah mengejutkan dengan tidak mengikutsertakan junta Myanmar dalam pertemuan-pertemuan penting, karena kegagalannya untuk menghormati Konsensus Lima Poin ASEAN yang di antaranya mencakup penghentian kekerasan dan memungkinkan dialog dengan semua pihak.
Myanmar berada dalam krisis sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih hampir setahun yang lalu, dengan hampir 1.500 warga sipil tewas dalam tindakan keras junta terhadap lawan-lawan politiknya.
Pasukan militer di pedesaan pun bertempur dengan milisi pro demokrasi dan tentara etnis minoritas.
Sebagai Ketua ASEAN tahun ini, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen mendesak junta Myanmar untuk mengizinkan kunjungan oleh utusan khusus ASEAN ke negara itu dan mendukung akses penyaluran bantuan kemanusiaan.
Hun Sen, yang melakukan panggilan video dengan pemimpin junta Myanmar Min Aung Hlaing, juga mengimbau semua pihak termasuk pemerintah Myanmar untuk menghentikan kekerasan dan mencapai gencatan senjata. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil