jpnn.com, JAKARTA - Indonesia dan Swiss akan menindaklanjuti perjanjian bantuan hukum timbal balik atau Mutual Legal Assistance (MLA) Treaty. Rencananya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Menkumham) dengan mitranya dari Pemerintahan Swiss akan menandatangani perjanjian yang kini masih dalam proses perundingan.
Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional (OPHI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Cahyo R. Muzhar mengatakan, juru runding dari kedua negara telah bertemu pada perundingan kedua di Bern, Swiss pada 31 Agustus lalu. “Kedua negara telah menyelesaikan isi perjanjian dalam draf MLA Treaty Indonesia-Swiss,” ujar Cahyo yang memimpin juru runding delegasi Indonesia, Selasa (5/9).
BACA JUGA: Kemenkumham Susun Strategi Nasional Kekayaan Intelektual
Cahyo menjelaskan, MLA Treaty adalah suatu platform dasar bagi negara untuk bekerja sama dalam penegakan hukum tindak pidana yang meliputi tahap penyidikan, penuntutan, maupun eksekusi atas putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Hanya saja, MLA belum meliputi ekstradisi karena terkait pelakunya.
“MLA Treaty diharapkan belaku untuk semua jenis-jenis tindak pidana. Namun ada azaz prinsip dinamakan dual criminality atau kriminalitas ganda dalam MLA Treaty. Hal ini berarti, pemerintah Indonesia dan Swiss dapat melakukan kerjasama hukum jika tindakan atau perbuatannya dianggap sebagai unsur tindak pidana menurut hukum di Indonesia dan Swiss,” ucapnya.
BACA JUGA: Anak Pidana di Rutan Tanjung Dikenai Hukuman Pelatihan Kerja
Lebih lanjut Cahyo mengatakan, bila asas dual criminality tidak dipenuhi oleh negara yang menyepakati perjanjian, hal itu bukan berarti pelaksanaan MLA Treaty tidak berlaku. Sebab, ada dua jenis bantuan dalam MLA Treaty yang tidak memerlukan upaya paksa.
BACA JUGA: Kanwil Kemenkumham Kalsel Perketat Pelaksanaan SOP Kamtib UPT Pemasyarakatan
Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional Kemenkumham Cahyo R. Muzhar saat berdiskusi soal kerja sama MLA Treaty Indonesia-Swiss.
“Prinsip asas dual criminality bisa dikesampingkan. Sedangkan untuk bantuan memerlukan upaya paksa penggeledehan, blokir, sita, dan perampasan, upaya paksa asas dual criminality dapat dilakukan jika tidak dipenuhi,” tuturnya.
Cahyo juga menyinggung tantangan dalam penerapan MLA Treaty. “Salah satu tantangan isu yang cukup mendapatkan perhatian dan didiskusikan secara intensif terkait isu HAM dari hak-hak pemenuhan proses hukum di Indonesia,” tambahnya.
Menurut Cahyo, draf MLA Treaty sekaligus sebagai babak baru kerja sama penegakkan hukum Indonesia-Swiss. Perjanjian itu juga merupakan bagian sukses pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam penegakan hukum timbal balik atau MLA.
Pemerintahan Swiss sendiri sangat berkomitmen memastikan negaranya bukanlah surga bagi pelaku pencucian uang hasil kejahatan. Indonesia-Swiss sudah berkomiten untuk menyelesaikan perjanjian melakukan pemberantasan korupsi serta membawa kembali aset hasil korupsi yang disimpan di luar negeri.
Bahkan, MLA Treaty tidak hanya terbatas pada masalah korupsi. Sebab, kesepakatan itu meliputi kerja sama tindak pidana perpajakan.
Selain itu, MLA juga untuk melengkapi program pemerintah dalam upaya memastikan tidak adanya warga negara atau badan hukum Indonesia yang melakukan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya.
“Di samping itu perjanjian MLA dapat menjangkau tindak pidana yang dilakukan sebelum berlakunya perjanjian, dan membuka seluas-luasnya penyelesaian kasus-kasus Kriminal di masa lalu termasuk putusan pengadilannya belum dilaksanakan (pending execution of judgment, red),” tutur Cahyo.
Sementara Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan, dirinya akan menandatangani MLA Treaty Indonesia-Swiss dalam waktu dekat ini. Dia mengharapkan setelah perjanjian itu ditandatangani, DPR juga memberikan dukungan untuk proses ratifikasinya sehingga bisa dimanfaatkan oleh para penegak hukum dan instansi terkait lainnya.
Keberhasilan perundingan ini akan menjadi catatan sejarah tersendiri bagi Pemerintah Indonesia. Sebab, kesepakata dengan Swiss bisa dijadikan pintu masuk untuk menjajaki kerja sama di bidang MLA dengan negara-negara Eropa atau negara lainnya.
“Dan karena kebutuhan dasar memperkuat kerja sama dengan Swiss tersebut saya berupaya untuk mendorong terus termasuk menyampaikannya pada saat kunjungan kehormatan saya ke Presiden Konfederasi Swiss Doris Leuthard di Bern pada Mei lalu,” ucapnya.
Yasonna juga mengucapkan terima kasih kepada ketua dan anggota delegasi Indonesia, serta dukungan penuh dari kementerian/lembaga, khususnya Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, Kejaksaan Agung, Kepolisian Republik Indonesia, dan PPATK yang telah bersama-sama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyukseskan perundingan Indonesia-Swiss.
“Atas nama pemerintah Indonesia saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Pemerintah Swiss yang telah membantu dan memudahkan serta menjadikan naskah MLA Treaty ini terwujud,” ujarnya.(adv/jpnn)
Juru Runding MLA Treaty Indonesia-Swiss
- Cahyo R. Muzhar (Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional Kemenkumham).
- Linggawaty Hakim (Duta Besar LBBP RI untuk Konfederasi Swiss dan Liechtenstein.
- Ricky Suhendar (Direktur Hukum dan Perjanjian Politik dan Keamanan Kementerian Luar Negeri)
- Rokhmad Sunanto (Direktur Tindak Pidana Pencucian Uang BNN).
- Desy Meutia Firdaus (Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Korupsi, Jampidsus Kejaksaan Agung).
- Sumarsono (Kepala Sub Direktorat Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana Kemenkumham).
- Indra Rosandry (Kepala Sub Direktorat Hukum dan Kerja Sama Penegakan Hukum, Kementerian Luar Negeri).
- Fithriadi Muslim (Ketua Kelompok Legislasi PPATK).
- Andi Eva Nurliani (Kepala Seksi Penanganan Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana Kemenkumham).
- Dodi Darjanto (Kepala Subbagian Bantuan Hukum Internasional Divhubinter Polri).
- Teguh Widodo (Kepala Seksi Penyidikan I, Ditjen Pajak Kementerian Keuangan).
- Dina Juliani (Analis Pertimbangan Bantuan Hukum Kemenkumham).
- Evren Gilbert (Analis Pertimbangan Bantuan Hukum Kemenkumham).
- Alfiani Safitri (Analis Pertimbangan Bantuan Hukum Kemenkumham).
- Yudhi Y. Saroja (Staf Bagian Kejahatan Internasional, Divhubinter Polri).
- S.F. Aritonang (Penyidik pada Direktorat Tindak Pidana Pencucian Uang, Badan Narkotika Nasional).
- Timbul Situmorang (Koordinator Fungsi Politik Kedutaan Besar RI di Bern).
- Adkhilni M. Sidqi (Sekretaris III Kedutaan Besar RI di Bern).
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menkumham Sodorkan Jurus Penangkal Hoaks di Medsos
Redaktur & Reporter : Antoni