Menkumham Sodorkan Jurus Penangkal Hoaks di Medsos

Senin, 04 September 2017 – 20:55 WIB
Menkumham Yasonna H Laoly usai menjadi pembicara dalam acara konferensi internasional 1st ASEAN Symposium of Criminology di FISIP Universitas Indonesia (UI) Depok, Senin (4/9). Foto: Kemenkumham

jpnn.com, DEPOK - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly memberi perhatian khusus pada maraknya hoaks dan ujaran kebencian (hate speech) yang beredar melalui media sosial atau medsos. Menurut dia, ada beberapa angkah konkret untuk mengatasi penyalahgunaan medsos sekaligus menangkal penyebaran hoaks.

Berbicara pada konferensi internasional bertema 1st ASEAN Symposium of Criminology di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) Depok, Senin (4/9), Yasonna mengatakan, langkah pertama dalam rangka menekan hoaks adalah melakukan validasi pada akun-akun di medsos.

BACA JUGA: Ditjen AHU Blokir 9 Perusahaan dan 1 Yayasan First Travel, Inilah Daftarnya

Kedua, melakukan pendekatan teknologi dengan memberi perlindungan terhadap keamanan jaringan. Ketiga, melakukan pendekatan sosial budaya yang melibatkan LSM, akademisi, dan pemuka agama.

Keempat, pendekatan penegakan hukum melalui kerjasama antar lembaga penegak hukum. “Selain perlu melakukan sanksi hukum yang berat  dalam penegakan hukum yang kuat kepada kelompok penyebar berita hoaks dan ujaran kebencian, juga diperlukan sosialisasi menggunakan medsos secara bijak kepada masyarakat,” ujarnya.

BACA JUGA: Menkumham: Tragedi Rohingya Melanggar Prinsip Kemanusiaan

Menurut Yasonna, saat ini masih banyak penduduk Indonesia yang berpendidikan rendah dan hidup di bawah garis kemiskinan. Karena itu, tidak semua warga memahami muatan berita-berita yang cenderung hoaks dari kelompok penebar ujaran kebencian seperti Saracen. 

“Masyarakat diharapkan bijak saat melihat isi kabar dari situs internet. Dan kabar yang tersiar dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,” tuturnya.

BACA JUGA: Hamdalah, 7 WBP Lapas Pekalongan Ikut Sumbang Hewan Kurban

Yasonna lantas kembali menyinggung Saracen. Menurutnya, kelompok Saracen yang menerima pesanan ujaran kebencian memiliki 800 ribu akun di medsos. Dan diketahui, saat ini masih banyak kelompok-kelompok lainnya seperti Saracen yang pelu ditindak karena bisa menjadi ancaman bagi Indonesia.

“Semua orang memiliki hak untuk berekspresi melalui media sosial. Namun jika digunakan untuk menyebarkan ujaran kebencian dan hoax termasuk melakukan pelanggaran hukum dan perlu dilakukan penegakan hukum,” ucapnya di simposium yang digelar Departemen Kriminologi FISIP UI itu.

Menteri asal Sumatera Utara itu juga mengharapkan Departemen Kriminologi FISIP UI melakukan penelitian tentang sindikat bisnis hoaks dan ujaran kebencian. Tujuannya sebagai masukan untuk menentukan kebijakan dalam menyikapi permasalahan menyebarnya hoaks dan ujaran kebencian di medsos.

“Kasus penyebaran hoax seperti yang dilakukan Saracen perlu mendapat perhatian khusus. Hal ini ditambah lagi Indonesia yang berada di peringkat keenam pengguna internet di dunia,” tuturnya.

Simposium kriminologi itu juga dihadiri beberapa kriminolog dari Thailand, Filipina, Malaysia, Singapura, Taiwan, Selandia Baru, serta perwakilan perguruan tinggi Belanda. Sedangkan dari Polri ada Staf Ahli Sosial Ekonomi Kapolri Irjen Pol Gatot Eddy Pramono.

Dalam simposium itu Gatot menjelaskan, ada motif ekonomi di balik sindikat Saracen. Sindikat itu mulai beroperasi pada November 2015 dengan menyebarkan hoaks bernuansa suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). 

“Media yang digunakan Facebook dengan nama akun Saracen Cyber Team, Saracen Cyber Army, dan disertai website dan akun e-mail pribadi palsu,” ujarnya menjelaskan.(adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lapas Kelas III Ambon Bakal Pamerkan Hasil Karya WBP di Festival Tahunan


Redaktur & Reporter : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler