Artikel ini diproduksi oleh ABC Indonesia.

Strategi bantuan luar negeri Australia di masa pandemi COVID-19 mengalami pembaruan, yang kini hanya difokuskan pada kelompok negara prioritas pertama, yaitu Indonesia, Timor Leste dan kawasan Pasifik.

BACA JUGA: FSGI: Jangan Sampai Siswa Tak Naik Kelas di Masa Pandemi

Strategi yang tertuang dalam program Kemitraan untuk Pemulihan dirilis oleh Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) hari Jumat (19/05), yang menetapkan pendekatan baru dalam penyaluran bantuan pembangunan Australia dua tahun ke depan.

Menteri Luar Negeri Marise Payne dalam kata pengantar dokumen itu menyebutkan, negara-negara tetangga Australia mengalami kerentanan terhadap dampak kesehatan dan ekonomi dari COVID-19.

BACA JUGA: Proyek Garapan Tiongkok di ASEAN Tak Terhambat Pandemi, Perdagangan Juga Meningkat

"Pertumbuhan, keterbukaan, dan stabilitas kawasan Indo-Pasifik yang menunjang kesejahteraan dan keamanan Australia selama beberapa dekade kini mengalami risiko," kata Menlu Payne dalam dokumen yang diakses ABC.

"Bagaimana tetangga kita keluar dari krisis ini akan menentukan keadaan ekonomi dan strategis Australia untuk beberapa dekade mendatang," tambahnya.

BACA JUGA: Beredar Petisi Terkait Koleksi Indonesia di Perpustakaan Nasional Australia

Perubahan pendekatan ini menempatkan negara-negara di kawasan Pasifik, Timor-Leste dan Indonesia kini dinominasikan sebagai "prioritas tingkat pertama". Aksi ekspat Australia di Indonesia
Merasa sebagai rumahnya sendiri, sejumlah warga Australia di Indonesia ikut membantu warga lokal.

 

Strategi ini akan mengalihan dana yang ada untuk difokuskan pada masalah kesehatan, stabilitas dan pemulihan ekonomi di negara-negara prioritas, seperti Indonesia.

Menteri Urusan Pembangunan Internasional dan Pasifik di Australia, Alex Hawke menyatakan, negara-negara prioritas ini merupakan negara yang paling banyak memiliki kemitraan serta yang paling bisa berdampak pada Australia.

"Skala krisis akibat COVID-19 akan mengurangi sumber daya yang kami miliki, termasuk anggaran ODA (Official Development Assistance)," demikian pernyataannya dalam dokumen tersebut.

Sejauh ini sudah AU$280 juta dana yang kembali dialokasikan karena dampak COVID-19, termasuk AU$100 juta untuk membantu negara-negara Pasifik dalam membiayai pelayanan dasar.

Sumber dana yang direlokasikan itu termasuk dana penyediaan beasiswa dan relawan, akibat adanya pembatasan perjalanan internasional, yang menghambat kedatangan para mahasiswa dari berbagai negara penerima. Tiga tahapan pelonggaran di Australia
Pelonggaran aturan pembatasan pergerakan aktivitas di Australia akan dilakukan secara bertahap.

 

Menlu Payne menggambarkan kebijakan baru itu sebagai "poros yang belum pernah terjadi sebelumnya dari program pembangunan kami".

"Dalam semangat kemitraan dengan tetangga, kami merespon langsung kebutuhan penting mereka selama pandemi ini," katanya.

Menanggapi hal ini, Marc Purcell dari Australian Council for International Development (ACFID) menyambut baik pendekatan ini, termasuk fokus pada negara-negara di kawasan.

Namun dia menyatakan keprihatinan mengenai batas pengalihan program bantuan yang ada.

"Pada 2005, Perdana Menteri John Howard mengumumkan paket bantuan kemanusiaan baru senilai AU$1 miliar untuk Indonesia setelah tsunami," jelasnya.

"Untuk mendukung strategi COVID-19 ini, Pemerintah Australia seharusnya mengalokasikan dana baru senilai $2 miliar selama empat tahun pada APBN mendatang," kata Purcell.

"Sangat jelas bahwa rakyat Australia menghendaki agar kita membagi keahlian dan meningkatkan dukungan keuangan untuk mengakhiri COVID-19 di luar negeri," tambahnya.

Jajak pendapat yang dilakukan oleh ACFID menyebutkan 72 persen responden setuju bila Australia membantu negara-negara miskin mengatasi COVID-19 dengan memberikan keahlian dan meningkatkan bantuan keuangan. Pandemi virus corona
Ikuti laporan terkini terkait virus corona dari Australia dalam Bahasa Indonesia.

  Bisakah COVID-19 picu kerusuhan di negara prioritas?

Salah satu tujuan utama dalam strategi baru Australia adalah memastikan agar pandemi COVID-19 jangan sampai memicu ketidakstabilan di negara-negara prioritas tersebut, termasuk Indonesia.

"Negara-negara dengan tata kelola yang lebih lemah mungkin kesulitan untuk memberikan pelayanan dasar dan menerapkan aturan isolasi dan menjaga jarak," kata dokumen ini.

"Penurunan ekonomi yang berkepanjangan dapat menyebabkan kerusuhan dan ketidakstabilan politik," tambahnya.

Secara khusus, dokumen ini menyebutkan adanya prospek dampak COVID-19 yang mengarah pada kerusuhan di Asia Tenggara.

"Kontrak sosial yang rapuh dapat mengalami ujian di sejumlah negara, dengan risiko pergolakan politik yang mengancam stabilitas regional," katanya. Kami menjawab pertanyaan seputar virus corona: Apakah Australia siap dengan gelombang kedua virus corona? Apa penjelasan di balik angka kematian di Indonesia? Siapa pasien pertama COVID-19 yang mengubah kehidupan dunia?

 

Strategi Kemitraan untuk Pemulihan merupakan langkah sementara, sebab DFAT sebenarnya sedang dalam proses mereview bantuan ketika COVID-19 melanda.

Selain pendanaan, DFAT menyebutkan perlunya bantuan dari sektor publik dan swasta, termasuk perpanjangan visa Australia untuk pekerja musiman dari Pasifik, serta memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas.

Strategi ini tetap menekankan pendekatan Australia untuk bekerjasama dengan organisasi multilateral dan fokus pada kaum perempuan pada khususnya.

Ikuti perkembangan terkini soal pandemi virus corona di Australia hanya di ABC Indonesia

BACA ARTIKEL LAINNYA... Penghasilan Tak Terdampak Pandemi, TGUPP Anies Diminta Tunjukkan Empati

Berita Terkait