DENGAN keterampilan tinggi, tumpukan kartu bisa menjadi bahan tontonan menarik dan memukau. Indonesian Card Artist berusaha memopulerkan card flourish, sebuah unjuk skill lewat kartu yang lepas dari citra sulap yang melekat.
-----------------
Nora Adriani Sampurna, Jakarta
-----------------
SEORANG laki-laki bertubuh sedang dan bertopi memainkan kartu-kartu di tangannya. Tidak sekadar dikocok, kartu-kartu itu juga diputar dan dilempar sedemikian rupa, lalu membentuk setengah lingkaran di depan mata.
Kemudian, dalam sepersekian detik, kartu ditangkap kembali dan… voila! Tak satu pun kartu terjatuh. Kelihaiannya mengundang perhatian beberapa orang di sekelilingnya.
BACA JUGA: Ludruk Tjap Toegoe Pahlawan setelah Minus Cak Lontong
Pemandangan seperti itu sering terlihat ketika anggota Indonesian Card Artists (ICA) tengah beraksi. Yang mereka lakukan itu adalah card flourish, keterampilan memainkan kartu dengan trik-trik khusus yang menghasilkan visual indah.
Itu baru satu jenis move atau teknik card flourish. Masih banyak move lain yang tidak kalah keren. Antara lain, cuts (one handed cut, two handed cut), fans, serta aerials (melempar kartu ke udara). Rama Dimasatria, ketua ICA, mengungkapkan, awal didirikan pada 2009, ICA baru beranggota tujuh orang, termasuk dirinya.
BACA JUGA: Baru Sebulan Berdiri, Hancur Dihantam Roket
Pria yang bekerja sebagai programmer di sebuah perusahaan tersebut awalnya menemukan video mengenai card flourish di YouTube. Dia berusaha mempraktikkan sendiri dan semakin penasaran. Lantas, Rama menggagas ICA bersama beberapa teman yang dikenalnya lewat online.
Banyak yang mengaitkan card flourish dengan sulap. Sebab, card flourish awalnya dipraktikkan para magician sebagai bagian dari pertunjukan. Namun, atraksi memainkan kartu yang mengombinasikan koordinasi antara mata, tangan, serta keseimbangan tersebut makin berkembang menjadi seni tersendiri.
BACA JUGA: Divonis Dokter Sisa 3 Bulan, Muhlianoor Sehat Berkat jadi Imam
Terdapat forum online yang khusus mewadahi card flourish. Sebagian card flourisher berasal dari background sulap. Termasuk Rama. ’’Saya sering gagal belajar sulap, hehehe. Akhirnya beralih ke card flourish dan mendapat keseruan di sini,’’ ungkapnya.
Nah, mayoritas anggota ICA lainnya berangkat dari hobi dan rasa penasaran. Rentang usia peminatnya mulai remaja 14 tahun hingga 35 tahun. Dari tujuh orang, kini anggota ICA mencapai seribu orang. Tidak hanya berasal dari Jakarta dan sekitarnya, namun juga dari kota-kota lain di Indonesia.
Untuk wilayah Jakarta, mereka kerap mengadakan pertemuan pada Minggu di sebuah restoran di kawasan Jakarta Selatan. Mereka sharing trik antaranggota, informasi kompetisi, hingga membicarakan agenda komunitas.
Setiap ulang tahun, ICA mengadakan kompetisi untuk para anggota. Juga, sesi coaching dengan card flourisher mancanegara. Misalnya, yang diadakan awal Juli lalu bersama Jaspass, card flourisher asal Singapura. Acara itu berlangsung di SAE Institute, FX Sudirman, Jakarta.
Masing-masing card flourisher punya trik atau move andalan. Setiap orang juga bisa menciptakan trik orisinal yang dikuasai.
Apakah memerlukan kartu khusus untuk melakukan flourish? ’’Semua kartu bisa. Tapi, kartu impor memang lebih tahan lama jika dibandingkan produk lokal. Tidak mudah terlipat dan permukaannya lebih halus,’’ jelas Rama.
Aksi para card flourisher memainkan kartu memang tergolong ’’sadis’’. Kartu tidak hanya dilempar, namun kadang ditendang dengan kaki lalu ditangkap dengan tangan. Ada yang membumbuinya dengan aksi membakar kartu sampai memainkan kartu di dalam air.
Sebagai skill yang unik, keahlian memainkan kartu itu juga bisa menghasilkan pendapatan. Tidak sedikit anggota ICA yang sebelumnya sekadar hobi akhirnya sering diundang untuk perform card flourisher. Salah satunya Abie Jie Assegaff. Pria kelahiran 13 Juli 1987 tersebut bergabung dengan ICA pada 2009.
Awal perkenalannya juga lewat video di YouTube. Ceritanya, alumnus Stikom Interstudy Jakarta jurusan broadcasting itu mencari bahan untuk tugas akhir. Akhirnya, dia menggunakan materi tentang card flourish dan intens mempelajarinya.
Dari rasa penasaran dan hobi, akhirnya skill itu menghasilkan duit karena Abie sering mendapat job untuk perform card flourish.
’’Awalnya saya nggak pernah nyangka skill ini bisa jadi profesi. Yang makin bikin bangga itu ketika mengikuti kontes card flourish dan berhasil juara,’’ ungkapnya.
Soal prestasi, anggota ICA boleh berbangga. Beberapa anggota sudah meraih penghargaan tingkat internasional. Abie pernah menjadi juara tunggal kompetisi foto aksi card flourisher yang diadakan illusionist.com, salah satu web magic terkemuka di dunia.
Ketika itu, dia melakukan aksi andalannya, spring. Yaitu, mengayun kartu sedemikian rupa di udara sehingga membentuk visual yang menawan tanpa ada kartu yang terjatuh. Pemuda yang juga seorang skateboarder itu juga menjuarai Indonesian Cardistry Contest 2009.
Sang ketua ICA, Rama Dimasatria, pada 2011 menjuarai Cardistry Death Match yang diikuti 32 cardist dari seluruh dunia. Jurinya merupakan tiga cardist internasional ternama. ’’Sistemnya seperti Piala Dunia. Dua peserta saling diadu. Setiap ronde punya tema. Misalnya, 30 second, 60 second, atau one take no edit video,’’ tutur Rama. Kebanyakan kompetisi cardistry dilakukan dengan mengirimkan video.
Yang mendapat nilai lebih tinggi maju ke ronde berikutnya. Setelah melalui lima ronde, Rama berhasil juara. Dia mengalahkan cardist-cardist ternama dari berbagai negara seperti Ladislas Toubart, Tobias Levin, dan Bizau Vasile. Sebagai juara, pada kompetisi berikutnya pada 2013, Rama didapuk menjadi salah seorang juri.
Belajar card flourish tidaklah sulit. Rama maupun Abie yang bisa dibilang sebagai dedengkot card flourish di Indonesia mengungkapkan, asalkan fokus dan suka, dalam hitungan jam, seseorang sudah bisa menguasai dasar teknik meliuk-liukkan kartu. Itulah yang juga dirasakan April Nursafitri.
Dari semula tidak pernah bermain kartu, ketika ditantang teman untuk mempelajari satu teknik card flourish, dia bisa melakukannya dalam waktu setengah jam.
’’Kali pertama belajar one handed cut. Dari situ, langsung tertarik dan penasaran mencoba move-move lainnya,’’ kata perempuan 25 tahun tersebut.
’’Serunya, ini murni skill, sama sekali bukan magic. Bikin ketagihan untuk menguasai trik-trik baru,’’ lanjut dia.
Dia sempat mengalami masa ketagihan bermain kartu pada awal-awal belajar. Saat menonton televisi atau memikirkan sesuatu, tangannya tidak lepas dari kartu yang dimain-mainkan. April menyatakan, orang-orang di sekitarnya cukup tertarik melihat keahliannya.
Meski begitu, dia tidak berniat menjadikan keterampilan uniknya tersebut sebagai profesi. Dia memilih berkarir di bidang perbankan dan menjadikan card flourish sebagai hobi. Hanya sesekali dia tampil bersama teman-teman ICA.
Pengalaman cukup menarik lainnya diungkapkan Abie. Temannya yang seorang editor sebelumnya mengalami tremor (tangan sering bergetar tanpa bisa dikontrol). Namun, setelah mempelajari card flourish dan rutin mempraktikkannya, si teman tersebut bisa lebih mengendalikan gerakan tangannya.
’’Mungkin karena terbiasa berlatih dengan keseimbangan tangan sehingga tremornya hilang,’’ ujar Abie. Manfaat lebih banyak yang dirasakan para anggota ICA tentunya adalah meningkatnya kadar percaya diri karena menguasai skill yang tidak semua orang bisa melakukannya.
Ke depan, para member ICA mengusung misi makin mengeksiskan card flourisher di kalangan masyarakat Indonesia. Selama ini mereka kerap mendapat pengalaman tidak mengenakkan.
Misalnya, ketika sedang berkumpul dengan sesama anggota di tempat publik dan mengeluarkan kartu, mereka dikira sedang bermain judi. ’’Kelihatan banyak yang ngeluarin kartu, kami dicurigai sampai pernah diusir sekuriti waktu di foodcourt,’’ ungkap Abie.
Meski sudah dijelaskan, tidak semua bisa mengerti. ’’Misi kami, kalau makin banyak yang mengenal apa itu card flourish, apa itu ICA, bermain kartu tidak selalu dipandang negatif. Ini skill unik yang bisa dijadikan tontonan menarik,’’ tegas Rama menambahkan. (*/c5/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Durian Melayu, Sajian Khas Bulungan
Redaktur : Tim Redaksi