AGAK sulit melepaskan sosok Cak Lontong dari grup ludruk Tjap Toegoe Pahlawan. Maklum saja, Cak Lontong adalah salah satu tiang grup yang diawaki sejumlah mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan tenar pada era 90-an itu. Setelah Cak Lontong berkibar di Jakarta, bagaimana anggota yang lain kini?
---------------------
Anggit Satriyo, Surabaya
---------------------
DUDUK santai di salah satu sudut Kafe Biyan, kompleks ruko di Jl Rungkut Madya, Dargombes serta dua koleganya, Ali Aridli dan Ni Permadi, gayeng bercerita.
Sambil menonton Indonesia Lawak Klub (ILK), parodi diskusi yang ditayangkan salah satu televisi swasta, mereka mengingat kiprah salah seorang pemain di tayangan komedi yang memiliki rating cukup tinggi itu. Yakni, Cak Lontong.
BACA JUGA: Baru Sebulan Berdiri, Hancur Dihantam Roket
Salah satu magnet terbesar tayangan ILK adalah teman mereka di grup ludruk Tjap Toegoe Pahlawan. Saat melihat Cak Lontong berbicara, Dargombes tersenyum, bahkan sesekali ngakak.
”Isok ae arek iku mbanyol. Padahal, kalau nggak di panggung, dia itu pendiam. Nggak ada bicaranya,” kata Dargombes yang bernama asli Rahmat Hidayat dua pekan lalu. Dua teman lainnya ikut terbahak melihat kejenakaan Cak Lontong.
BACA JUGA: Divonis Dokter Sisa 3 Bulan, Muhlianoor Sehat Berkat jadi Imam
Dargombes bisa dibilang merupakan generasi emas ludruk Tjap Toegoe Pahlawan. Dia membesarkan grup ludruk tersebut bersama empat orang lainnya, yakni Agus Lengki, Jackie Rahmansyah, Agus Basman, dan Lies Hartono atau yang kini akrab disapa Cak Lontong. Adapun Ali Aridli merupakan generasi baru Tjap Toegoe Pahlawan.
Grup tersebut bermula dari divisi ludruk ITS yang kemudian berkembang menjadi ludruk elektro. Maklum, sebagian besar pemain di grup itu adalah mahasiswa teknik elektro angkatan 1988.
BACA JUGA: Durian Melayu, Sajian Khas Bulungan
Dargombes mengatakan, ludruk tersebut digagas Fandi Utomo, yang bakal berkiprah sebagai anggota DPR dari Partai Demokrat. ”Dulu yang mencari orang hingga melatih ludruk ya Mas Fandi,” ungkapnya. Fandi adalah kakak kelas mereka di ITS.
Dia pun bercerita soal teman-temannya kini. Menurut dia, kini sudah banyak temannya yang hidup mapan di Jakarta. Agus Lengki kini mengelola minimarket di Jakarta. Usahanya cukup maju. Sesekali dia masih nongol bersama Cak Lontong untuk mengisi salah satu acara di stasiun TV lokal di Jakarta.
Adapun Jackie kini bekerja di Perusahaan Gas Negara (PGN), sedangkan Agus Basman bekerja di PLN. Keduanya sudah memegang posisi manajer. Dargombes memilih bekerja di jalur wiraswasta. Dulu dia pernah bekerja di perusahaan swasta ternama. Namun, Dargombes menjadi korban krisis moneter. Dia terkena pemberhentian masal.
Karena itu, Dargombes pun kini mengelola usaha mandiri, yakni event organizer dan pemilik Biyan Kafe. ”Aku iki direktur rangkep-rangkep. Yo ngudek kopi, yo sak sembarange,” jelasnya lantas tergelak.
Menurut pria 44 tahun tersebut, pada 1990-an ludruk Tjap Toegoe Pahlawan amat tenar. Penampilan lima mahasiswa tersebut amat ditunggu-tunggu. Karena itu, kerap kali bila ada acara di sejumlah kampus, ludruk Tjap Toegoe Pahlawan diminta tampil paling akhir. Tujuannya, tentu agar para penonton tidak segera pergi dari gelanggang acara. ”Setelah kami main, baru mereka buyar,” ungkapnya.
Lakon yang mereka bawakan juga beragam. Di antaranya, Sarip Tambak Oso, Branjang Kawat, hingga legenda Surabaya Joko Berek.
Tak jarang pula, satu pemain dan pemain lain berinteraksi menyisipkan guyonan-guyonan yang nyerempet kondisi perpolitikan nasional ketika itu. ”Salah satunya kami mengkritik kaburnya pembobol bank Edy Tansil hingga pesawat buatan Industri Pesawat Terbang Nasional (IPTN) yang ditukar dengan beras ketan,” katanya.
Nama sapaan Dargombes juga muncul dari seringnya dirinya membawakan lakon. Menurut Dargombes, ketika main ludruk, dirinya sering berperan sebagai lurah yang culas dan penuh intrik.
”Wis pokoke lurah sing dargombes, nggapleki. Sukses membawakan peran lurah, nama Dargombes terus melekat,” lanjutnya.
Munculnya nama Lontong juga dari proses interaksi para pemainnya. Karena memiliki nama Lis Hartono, ketika itu Cak Lontong agak malu. ”Lis kan seperti perempuan. Karena itu, sering disingkat L. Hartono,” lanjutnya.
”Tapi, akhirnya L itu kami panggil lontong. Sesuai postur dia, panjang besar mirip lontong,” terangnya.
”Kalau dia kurus kecil, bisa dipanggil Cak Sosis,” terang Ali Aridli menimpali. Keduanya pun terpingkal-pingkal.
Bahkan, Dargombes juga mengingat tingkah Cak Lontong ketika masih bersama-sama mereka.
”Dulu pernah ada telepon untuk Lontong. Menyebut begini, benar saya berbicara dengan Ibu Lis. Lontong menjawab, aku iki lanang, goblooog…..,” jelasnya. Kembali, Dargombes dan Ali terpingkal-pingkal.
Yang pasti, cukup asyik mendengarkan obrolan para pemain Tjap Toegoe Pahlawan itu.
Menurut mereka, sejak dulu hingga sekarang, Cak Lontong tidak berubah. Guyonannya, memang berkelas dan agak perlu berpikir. ”Dia itu selalu bermain dengan silogisme,” tuturnya.
Karena banyak keluar dari pakem yang ada, ludruk tersebut cepat sekali populer. Beberapa kali, Tjap Toegoe Pahlawan diseminarkan. Banyak yang bilang, Tjap Toegoe Pahlawan bukan lagi ludruk, tapi komedi semata.
Meski demikian, para pemainnya tetap mendapat puja-puji dari penggemarnya. ”Wis mahasiswa ITS, artis, punya uang lagi. Pokoke urip songo awake dewe iki,” jelasnya.
Ketenaran ludruk juga sempat dilirik televisi. Mereka manggung dari stasiun ke stasiun lain. Namun, umumnya yang mengundang Tjap Toegoe Pahlawan adalah stasiun TV baru.
Karena itu, sesama pemain, mereka sempat berkelakar menyebut diri ludruk spesialis TV anyar.
Setelah para mahasiswa ITS tersebut lulus, Tjap Toegoe Pahlawan tidak berarti mati. Mereka berganti pemain-pemain baru yang masih tercatat sebagai mahasiswa ITS, seperti Ali. Setelah tidak bermain ludruk, Ali kini mengelola lembaga bimbingan belajar.
Bahkan, sempat juga mereka mengeluarkan album banyolan. Banyak orang bilang ketika itu, Tjap Toegoe Pahlawan adalah P-Project-nya Surabaya. ”Tapi, baru akan kami launching, keduluan P-Project dari Bandung itu. Langsung rencana kami urungkan. Kami tak mau disebut menyontek,” tambahnya
Bongkar pasang pemain pun terus berlangsung kendati akhirnya tidak selalu mahasiswa ITS. Seperti masuknya Deni Kurniawan alias Ni Permadi. Di grup tersebut, Deni didapuk sebagai penulis naskah. Kendati sudah tidak murni beranggota arek-arek ITS, Tjap Toegoe Pahlawan masih menerima job. Namun, tidak seramai dulu.
Cak Lontong mengungkapkan, sejak para pemainnya lulus dari ITS dan mengantongi ijazah insinyur, Tjap Toegoe Pahlawan memang vakum. Mereka meniti karirnya sesuai dengan selera masing-masing. Ada juga yang masih berfokus pada jalur hiburan seperti dirinya.
Namun, nama Tjap Toegoe Pahlawan tetap terkenang hingga sekarang. Bahkan, hingga kini Cak Lontong juga masih menjalin komunikasi dengan teman-temannya. ”Kalau di Surabaya, ketemuannya ya di kafe Dargombes,” jelas pria 44 tahun yang tengah berlebaran di Kediri itu.
Intensitas pertemuannya memang tidak sering. Maklum, kesibukan masing-masing membuat mereka sulit mencocokkan jadwal. ”Kalau kami ketemu, nggak guyonan lagi. Tapi, antem-anteman,” kata pria asli Maospati, Magetan, itu lantas tertawa. (c7/ib)
BACA ARTIKEL LAINNYA... JK: Apa pun Jabatannya, Makanannya Tetap Ketupat
Redaktur : Tim Redaksi