Industri Asuransi Tengah jadi Sorotan, Bagaimana Fungsi Pengawasan OJK?

Selasa, 04 Februari 2020 – 13:31 WIB
Otoritas Jasa Keuangan. Foto: OJK

jpnn.com, JAKARTA - Gagal bayar PT Jiwasraya, Indikasi Penyelewengan di Asabri serta masalah keuangan yang membelit AJB Bumiputera menimbulkan pertanyaan mengenai fungsi pengawasan Otoritas Jasa Keuangan  (OJK) terhadap industri asuransi.

Kasus-kasus ini dikhawatirkan bisa menurunkan tingkat kepercayaan terhadap industri asuransi di Indonesia.

BACA JUGA: OJK Ungkap 120 Fintech Ilegal

Para nasabah lantas mempertanyakan pengawasan yang dilakukan untuk melindungi mereka.

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu menilai aturan dan pengawasan yang diterbitkan oleh OJK sudah lebih dari cukup.

BACA JUGA: Kasus Jiwasraya Harus jadi Momentum bagi OJK untuk Perbaiki Sistem Pengawasan

“Secara umum pengawasan OJK sejatinya sudah baik. Walau ada kekurangan tetapi itu masih bisa diperbaiki,” kata Togar di Jakarta, Senin (3/2).

Togar mengungkapkan, permasalahan yang terjadi pada beberapa perusahaan asuransi sebaiknya tak mengeneralisir dalam memandang kinerja pengawasan OJK.

BACA JUGA: Ombudsman Minta OJK Pantau Calon Direksi dan Komisaris Perusahaan Asuransi

Sebab, OJK mengawasi ribuan perusahaan jasa keuangan yang secara umum dalam kondisi baik.

“Ada ribuan perusahaan yang diawasi oleh OJK dan semuanya oke-oke saja,” imbuh Togar.

Togar menambahkan untuk Terkait pengawasan industri keuangan non bank (IKNB), pengawasan sebaiknya dilaksanakan secara terintegrasi antara komisaris, pemilik, auditor eksternal, dan OJK.

“Harus ada komunikasi yang baik di antara mereka. Tidak bisa hanya bergantung pada OJK,” tambahnya dia.

Sementara, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Pieter Abdullah melihat secara keseluruhan pengawasan industri jasa keuangan yang dilakukan OJK masuk dalam ketegori baik.

Hal ini terlihat pada indikator-indikator stabilitas sistem keuangan.

“Setiap tiga bulan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari BI, OJK, dan LPS selalu menyampaikan laporan stabilitas sistem keuangan. Sejauh ini sudah baik,” tutur Pieter.

Meski begitu, Pieter masih memandang perlu ada perbaikan oleh OJK, antara lain, bagaimana menindaklanjuti pengawasan dengan tindakan tegas termasuk terhadap badan usaha milik pemerintah.

Data OJK menyebutkan berbagai kebijakan pengaturan dan tindakan pengawasan serta pengenaan sanksi telah dikeluarkan pada 2019.

Untuk sektor perbankan, OJK telah melakukan sejumlah kebijakan yang memperkuat permodalan perbankan nasional dan mempercepat konsolidasi perbankan.

Adapun bentuk penegakan hukum dilakukan melalui pembatasan penjualan reksa dana tertentu pada 37 Manajer Investasi serta memberikan sanksi administratif kepada tiga Akuntan Publik.

OJK juga menjatuhkan 43 sanksi denda dengan nilai denda sebesar Rp11,74 miliar, sanksi pembekuan empat kegiatan usaha dan sanksi 1 pencabutan izin usaha terhadap kasus pengelolaan investasi, transaksi lembaga efek, emiten dan perusahaan publik.

Kebijakan pengaturan dan pengawasan itu dijalankan sesuai fungsi, tugas, dan wewenang di undang-undang OJK untuk mengatur dan mengawasi kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu, independen, dan akuntabel.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler