jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Piter Abdullah menilai, perbaikan kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu dilakukan, agar sistem keuangan dan sektor asuransi mampu terlindungi dengan lebih baik lagi.
“Memang terjadi banyak kasus di industri asuransi tetapi sistem keuangan secara umum stabil dan cukup baik,” kata Piter dalam siaran pers, Senin (3/1).
BACA JUGA: Ombudsman Minta OJK Pantau Calon Direksi dan Komisaris Perusahaan Asuransi
Meski begitu, penguatan dan sinergi antarkelembagaan antara OJK, Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terus perlu diperkuat agar stabilitas sistem keuangan bisa terus terjaga. Apa lagi sistem keuangan di Indonesia sangat rentan dipengaruhi isu maupun kebijakan global.
“Terkait industri asuransi memang permasalahannya sudah lama. Kasus Jiwasraya harusnya menjadi momentum untuk OJK lebih tegas menghadapi permasalahan-permasalahan yang sudah lama terjadi di industri asuransi. Termasuk di Jiwasraya,” tegas Piter.
Menurut Piter, OJK masih tetap diperlukan. Namun, lembaga tersebut harus lebih cepat merespons perubahan di sektor keuangan. Perkembangan yang sangat cepat di sektor keuangan didukung oleh perkembangan teknologi menunjukkan lembaga keuangan tidak bisa lagi diawasi secara terpisah melainkan terintegrasi. Hal ini menegaskan Indonesia sangat memerlukan lembaga yang bisa mengawasi semuanya.
BACA JUGA: Pengamat Ekonomi: Kasus Jiwasraya Bukti Pengawasan OJK Lemah
“Memang kita memerlukan revisi UU OJK tetapi bukan untuk menghilangkan, melainkan memperkuat,” ujarnya.
Amandemen OJK, ditegaskan Piter, bukan semata merespons kasus Jiwasraya atau yang lainnya tapi untuk merespons perubahan landscape perundangan terkait sistem keuangan misalnya UU pencegahan krisis sistem keuangan. Juga, bagaimana memperkuat pengawasan fintech dan lain-lain yang belum cukup tercover dalam undang-undang OJK saat ini.
BACA JUGA: Jika Prabowo Berpasangan dengan Puan, Inilah Nama-nama Berpotensi jadi Pesaing Terberat
Piter mengatakan, aspek pengawasan dan pelaporan keuangan ke OJK perlu diperkuat meski sudah berjalan relatif baik. Perlu kecepatan merespons agar kasus-kasus sektor keuangan tidak terulang.
Mengenai polis-polis yang belum terbayarkan, Piter berharap segera dituntaskan oleh pemerintah dan OJK. Kasus Jiwasraya, Asabri harus menjadi momentum memperkuat sistem OJK terutama ketika harus berhadapan dengan pemerintah atau lembaga pemerintah.
Di sisi lain, Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Gerindra, Khilmi, menegaskan, pengawasan terhadap Jiwasraya merupakan tugas dan tanggung jawab OJK sepenuhnya.
Atas lengahnya pengawasan terhadap Jiwasraya, OJK harus bertanggung jawab karena menyebabkan kerugian bagi negara hingga triliunan rupiah .
“OJK sebagai pengawas dari bisnis keuangan, ini yang harus bertanggung jawab,” ujar Khilmi.
OJK, kata dia, merupakan lembaga yang mempunyai wewenang untuk membuka kasus dan memberhentikan mekanisme bisnis PT Asuransi Jiwasraya ketika sudah tidak bisa membayar obligasi. Meski sudah ada indikasi bermasalah, anehnya, OJK justru tidak bertindak. Hingga akhirnya kerugian membesar dan tidak bisa diselesaikan oleh internal Jiwasraya.
Politikus Partai Gerindra ini mengaku khawatir dengan bisnis keuangan di Indonesia saat ini. Karena OJK sebagai badan pengawasan saja tidak bisa bertindak, hingga kasus Jiwasraya merugikan banyak nasabah. ?
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menyebutkan, pengawasan berlapis oleh berbagai lembaga pengawas seperti OJK, harusnya bisa mencegah kasus gagal bayar ini terjadi. "Namun faktanya tetap saja lolos dari pengawasan," kata Eko.
Beberapa faktor mendukung kelengahan OJK, antara lain kelalaian dalam melihat indikasi persoalan di Jiwasraya. Padahal OJK memiliki kewenangan super untuk mengawasi lembaga keuangan. Juga, boleh jadi karena jangkauan aturan atau Undang-undang, yang tidak mampu mendeteksi persoalan awal Jiwasraya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad