Industri Hadapi Standar Ketat

Senin, 18 Juli 2011 – 04:41 WIB

JAKARTA - Sejumlah sektor bakal menghadapi ketatnya regulasi yang diberlakukan uni eropa dalam mengejar peluang kerjasama antara indonesia dan uni eropa (RI-UE)Kementerian Perindustrian menilai pemberlakuan kerjasama antara RI-UE dapat menekan industri nasional

BACA JUGA: Watu Jimbar Siap Dibangun



Kekhawatiran tersebut terutama terhadap sektor plastik, kimia, otomotif, logam, dan kertas di dalam negeri
Karena UE sendiri menerapkan standar dan regulasi dan ketat untuk tiap produk

BACA JUGA: Tap-Izy di 7-Eleven

Menurut Menteri Perindustrian MS Hidayat kekhawatiran tersebut berdasarkan simulasi yang dilakukan


’’Akan ada industri yang menang dan kalah karena kerjasama itu

BACA JUGA: Bursa Saham Kebal Sentimen Negatif

Kalau sektor plastik percaya diri menghadapi kerjasama itu, syukurlahTapi, kalau saya sendiri menegaskan, butuh 4-5 tahun lagi bagi industri kita agar siap menghadapi kerjasama itu,” kata Hidayat.

Kendati demikian, diyakini, kerjasama tersebut dapat mendorong pertumbuhan untuk sejumlah sektorDi antaranya, industri tekstil dan garmen nasional dengan kenaikan 10-13 persenSelain itu, sektor berbasis pertanian naik dapat tumbuh satu persenSementara kenaikan GDP diprediksi sebesar 1,81 persen pada 2020.

Hidayat menjelaskan, sebagai pendampingan terhadap pelaku industri nasional terutama agar bisa memenuhi standar yang ditetapkan UE maka pihaknya mengupayakan pembentukan komite’’Kita upayakan mutual standard, sehingga standar yang mereka berlakukan tidak dipaksakan secara ketat dan sepihakIni yang sedang diperjuangkan dan kompromikan,’’ ucapnya.

Sementara itu, pelaku industri plastik optimistis dapat menggali peluang di tengah proses kerjasama perdagangan RI-UE’’Kalau bea masuk bahan baku yang kita impor dari Uni Eropa bisa diturunkan jadi nol persen, justru bagusArtinya, kita bisa mendapat pasokan bahan baku dengan harga lebih kompetitif dari Uni Eropa,’’ kata Ketua Umum Asosiasi Industri Kemasan Fleksibel Indonesia (Rotokemas).

Dijelaskan, selama ini dengan mekanisme tarif MFN (most favoured nation), bea masuk bahan baku dari UE sekitar 10-15 persenpadahal untuk bahan baku dengan spesifikasi khusus diimpor dari UESementara, impor barang jadi cenderung sedikitKarena, lanjut dia, jarak jauh membuat harga membengkak’’Jadi, industri plastik hilir di dalam negeri percaya diri kalau ada kerjasama itu,’’ ujar dia.

Sementara itu, Staf Khusus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Silmy Karim mengatakan, peluang investasi yang masuk dari kerjasama RI-UE tergantung pada kesiapan indonesiadiakui, kerjasama tersebut berpotensi masuknya investasi langsung dari UE’’Termasuk, kesiapan Indonesia dengan berbagai aspek kendala infrastruktur, isu regulasi birokrasi, dan korupsinya,’’ ucap dia

Dijelaskan, beberapa negara Uni Eropa menempati posisi investor utama di Indonesiadicontohkan, Inggris yang menjadi negara dengan nilai investasi terbesar kedua serta Belanda yang menduduki posisi ke enamManufaktur dan energi menjadi sektor yang menjadi sasaran investasi oleh  pemodal asal Uni Eropa’’Karakter investor dari Uni Eropa itu memiliki banyak pertimbanganUntuk itu, tetap harus butuh pembuktian,’’ katanya(res)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Elpiji Langka, Warung Makan Tutup


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler