jpnn.com, JAKARTA - Memasuki semester kedua 2018, industri makanan dan minuman (mamin) menghadapi sejumlah tantangan.
Selain terganggu dengan tingginya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, pengetatan aturan truk juga membuat industri mamin menghitung ulang biaya distribusi.
BACA JUGA: PLN Gencar Sasar Segmen Industri dan Bisnis
Meski begitu, tahun ini industri mamin menargetkan peningkatan sepuluh persen bila dibandingkan dengan 2017.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gappmi) Adhi S. Lukman menjelaskan, pihaknya saat ini tengah mencermati pengetatan aturan truk overload overdimension (odol).
BACA JUGA: RUU Pengairan Dinilai Merugikan Pengusaha
Sebab, pemerintah mulai menindak tegas kendaraan, termasuk truk logistik, yang membawa muatan lebih dari kapasitas angkut.
Adhi mengakui bahwa selama ini pelaku usaha mamin selalu memaksimalkan kapasitas angkut kendaraan.
BACA JUGA: HKI Nilai RUU SDA Bertentangan Dengan UU Perindustrian
Bahkan, dari kapasitas maksimal suatu truk, barang yang diangkut bisa sedikit melebihi 10–30 persen.
”Kalau dibatasi harus pas dengan kapasitas angkut maksimal, tentu kita harus menyesuaikan. Artinya, akan ada yang berubah dari penghitungan distribusi,” ujar Adhi, Minggu (5/8).
Dengan menyusutnya volume pengiriman pada distribusi, lanjut dia, otomatis biaya lain bertambah sampai 30 persen.
Sebab, barang yang dikirim pengusaha bukan hanya produk jadi, tapi juga bahan baku.
”Kalau dari kami sendiri masih berupaya menahan supaya harga tak naik. Tapi, akan kami lihat lagi bagaimana dengan supplier bahan baku. Kenaikan harga di hulu juga bisa berdampak pada end user,” tambah Adhi. (agf/c10/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Industri Manufaktur Jatim Masih Sangat Seksi
Redaktur & Reporter : Ragil