Industri Pelumas di Bawah Bayang-bayang Praktik Monopoli?

Jumat, 04 September 2020 – 04:26 WIB
Webinar Akurat Solusi bertemakan 'Dugaan Praktik Monopoli dalam Bisnis Pelumas dan Perlindungan Konsumen', Kamis (3/9). Foto source for jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Kepala Seksi Penyiapan dan Penerapan Standarisasi Hulu Migas, Kementerian ESDM, Ilham R Hakim mengatakan setiap produk pelumas atau oli yang diedarkan kepada masyarakat sebenarnya telah dijamin mutu dan standarnya oleh negara.

Sehingga tidak perlu ada isu yang berkembang terkait beda merek pelumas akan merusak mesin, atau merek kendaraan tertentu harus menggunakan oli tertentu.

BACA JUGA: Strategi Pertamina Lubricant Ekspansi Pasar Pelumas Global

Pasalnya, mindset yang terpatri tersebut akan melanggengkan praktik monopoli oleh perusahaan-perusahaan besar yang memiliki bengkel resmi.

"Kami pastikan negara hadir melindungi konsumen karena pelumas ini diawasi dan memiliki mutu standar," kata Ilham dalam Webinar Akurat Solusi bertemakan 'Dugaan Praktik Monopoli dalam Bisnis Pelumas dan Perlindungan Konsumen', Kamis (3/9).

BACA JUGA: Shell Sudah Miliki Pelumas Khusus Kendaraan Listrik

Selain itu Kualitas pelumas juga dinyatakan dengan pengawasan standar mutu pelumas oleh Ditjen Migas sesuai Permen ESDM No. 053/2006 yaitu setiap pelumas harus terdaftar Nomor Pelumas Terdaftar (NPT), selain standar SNI dan standar internasional lainnya.

Ilham mengatakan pihak Ditjen Migas telah melakukan penertiban terkait NPT dari 2016 edaran sebanyak pelumas tanpa NPT sebesar 7,2 persen kemudian turun hingga 3,5 persen di tahun 2018.

BACA JUGA: Iis Dahlia Ikut Dihujat Gara-gara Kata Anjay, Masih Terima Lutfi Agizal Sebagai Calon Menantunya?

Paul Toar selaku Ketua Dewan Penasehat Perhimpunan Distributor, Importir, dan Produsen Pelumas Indonesia (PERDIPPI) dalam kesempatan yang sama melihat dengan munculnya praktik monopoli pada akhirnya hanya akan merugikan konsumen serta perekonomian nasional.

Bahkan bisa mematikan para pengusaha-pengusaha kecil yang bergerak di sektor pelumas (Oli).

Paul juga menyebut, keraguan menggunakan pelumas merek lain terjadi karena adanya faktor monopoli. Padahal, kualitas pelumas yang beredar sudah sesuai ketentuan pemerintah.

“Sekali lagi, hal itu terjadi karena ketidaktahuan masyarakat. Terlebih adanya power of monopoly dari agen pemegang merek dengan modus jika menggunakan olinya, maka garansi atas kendaraan tidak akan gugur dan sebagainya,” jelasnya.

Sementara Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menegaskan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat tersebut akan sangat mereduksi hak-hak dasar konsumen yang dijamin di dalam UUPK, yaitu konsumen tidak ada pilihan produk yang variatif, yang mengakibatkan konsumen tidak bisa memilih suatu produk, barang dan jasa.

Padahal di dalam Pasal 4 UUPK, tambahnya, dimandatkan bahwa salah satu hak dasar konsumen adalah hak untuk memilih, namun karena tidak adanya hak untuk memilih akan berdampak pada dimensi kualitas produk dan atau ongkos kemahalan suatu produk.

"Sehingga ending dari praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, adalah kerugian konsumen. Jadi praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, selain akan mematikan pelaku usaha lain, juga akan 'mematikan' hak-hak konsumen," tandas Tulus.(chi/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler