jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey mengatakan, salah satu alasan menurunnya tren pertumbuhan industri ritel tahun lalu adalah perubahan gaya hidup.
Menurut Roy, masyarakat lebih memilih kuliner dan jalan-jalan daripada berbelanja.
BACA JUGA: Pertumbuhan Penjualan Ritel Sulit Tembus 10 Persen
”Penjualan online masih tidak terlalu menggerus karena jumlah barang masih kecil. Namun, memang memicu berubahnya perilaku konsumen,” ujar Roy di Jakarta, Selasa (9/10).
Menurut data Aprindo, disrupsi ekonomi yang terjadi pada bisnis ritel tidak terlalu signifikan, tapi terus tumbuh.
BACA JUGA: Aprindo Dukung Program Desa Migran Produktif Binaan Kemnaker
E-commerce mengambil porsi sekitar 1,8 persen dari total pasar industri ritel offline secara nasional pada 2017.
Pada 2016 angkanya sekitar 0,72 persen. Sementara itu, pada 2018 porsi ritel yang diambil sektor e-commerce bisa mencapai 2–2,5 persen.
BACA JUGA: Penjualan Ritel Meningkat Hingga Pertengahan Juli
”Artinya, pertumbuhan e-commerce memang signifikan sekali per tahun,” beber Roy.
Sejumlah anggota Aprindo pun berinisiatif untuk berinovasi dengan mulai mengembangkan konsep kuliner, hiburan, dan gaya hidup atau one stop shopping dalam beberapa pembukaan gerai.
Mereka juga mengikuti perkembangan zaman, yakni mulai membuka pemasaran lewat jalur online dan membuka akses digital payment di gerai-gerai.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (Aptiknas) Soegiharto Santoso mengatakan, pelaku usaha di semua sektor perlu bersikap terbuka mengenai perdagangan di era digital.
”Bisnis polanya selalu berubah, bagaimana pengusaha juga bisa beradaptasi dengan perubahan tersebut,” ujar Soegiharto. (agf/ken/c25/fal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Daya Beli Masyarakat Membaik, Industri Ritel Panen
Redaktur & Reporter : Ragil