JAKARTA - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan memperketat pengawasan tayangan infotainment, reality show dan sejenisnyaBahkan dalam rapat dengar pendapat antara Komisi I DPR dengan KPI dan Dewan Pers yang digelar Rabu (14/7), disepakati bahwa infotainment, reality show dan sejenisnya bukanlah produk jurnalistik
BACA JUGA: Kapolri Janji Aksi Sweeping Tak Ditoleransi
“Komisi I DPR RI mendukung sepenuhnya upaya dan langkah-langkah yang dilakukan KPI untuk merevisi P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) terutama tentang kategori program siaran infotainment, reality show dan sejenisnya dari faktual menjadi non-faktual,” ujar Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Tubagus Hasanuddin saat memimpin rapat.
Tak hanya itu, Komisi I DPR bersama KPI dan Dewan Pers juga sepakat bahwa program Infotainment, reality show dan sejenisnya banyak melakukan pelanggaran terhadap norma agama, etika moral, norma sosial, kode etik jurnalistik, serta P3SPS KPI.
Sebelum kesimpulkan rapat dicapai, dalam RDP itu Ketua KPI, Dadang Rahmat Hidayat menyatakan bahwa sejak bulan Juni lalu KPI sudah menerima 400 pengaduan
BACA JUGA: Jelang Ramadhan, Kapolri Janji Tak Biarkan Aksi Sweeping
"Khusus bulan Juni mencapai 80 persen (pengaduan tentang infotainment), mungkin karena ada kasus video cabul (video mirip Ariel-Luna-Cut Tari)," tandas Dadang.Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu dikaji tentang keberadaan infotainment
BACA JUGA: Petinggi FPI Temui Anak Buah Mendagri
Menurut Dadang, persoalan tentang infotainment antara lain terkait dengan materi tayangan"Apakah semuanya berkaitan dengan fakta?Apakah tidak ada rekayasa? Apakah mungkin isinya ada gosip atau tidak, apakah pencarian dan penyajian beritanya sudah sesuai dengan prosedur dan kode etik? Termasuk juga durasi dan frekuensi penayangannya," ulas Dadang.
Dibeberkannya, dari segi jam tayang saja infotainment sepertinya sudah tidak cocokMuatan infotainment, lanjut Dadang, adalah hal-hal untuk orang dewasa dan berkenaan dengan masalah pribadi"Tapi jam tayangnya sejak bangun pagi," ungkapnya.
Sedangkan anggota Dewan Pers, Uni Lubis, menyatakan, untuk reality show karena bukan produk jurnalistik maka bukan wewenang Dewan Pers untuk menanganinyaSementara untuk infotainment, Dewan Pers menegaskan bahwa tayangan yang dapat dikategorikan produk jurnalistik harus sesuai UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
"Bagi Dewan Pers dasarnya adalah UU 40/1999Wartawan yang melakukan kerja jurnalistik secara teratur dan melakukan proses jurnalistik dengan mematuhi kode etik, maka itu menjadi domain Dewan Pers untuk melindunginya," ucap Uni.
Sedangkan rekan Uni di Dewan Pers, Agus Sudibyo, menyatakan, isu penting lainnya adalah tentang status pekerja infotaiment"Apakah (pekerja infotainment) bagian dari news room atau tidak?" ucap Agus.
Menurutnya, untuk memastikan pekerja infotainment dianggap sebagai wartawan atau tidak, maka bisa menggunakan kode etik jurnalistik sebagai acuan"Misalnya harus profesional, tidak boleh memaksa nara sumber untuk berbicara, tidak boleh mengumpat nara sumber, dan harus menghormati privasi nara sumber," tandasnya.
Sementara dalam poin kesimpulannya RDP, Komisi I DPR mendukung KPI untuk segera memutuskan status program infotainment, reality show dan sejenisnya seusai dengan UU 32/2002 Tentang PenyiaranNamun Komisi I DPR juga meminta KPI bertindak tegas
“KPI mempunyai kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administratif terhadap lembaga penyiaran yang melanggar UU 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Peraturan Pemerintah terkait P3SPS KPI,” tukas Tubagus Hasanuddin(wdi/ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Korsel Dukung Reformasi Birokrasi
Redaktur : Tim Redaksi