jpnn.com, JAKARTA - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo menyatakan dana desa tidak boleh digunakan untuk biaya sertifikasi Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona).
Hal ini disampaikan Eko menanggapi wacana penggunaan dana desa untuk membiayai proses sertifikasi Prona, seperti untuk beli patok dan biaya pengukuran tanah yang akan diterbitkan sertifikatnya.
BACA JUGA: Jokowi: Dana Desa Harus Tingkatkan Perekonomian Desa
"Nggak bisa. Itu nanti ada alokasi lain. Dana desa sudah ditentukan peruntukannya seperti yang dituangkan dalam Peraturan Mendes," kata Eko di kompleks Istana Negara, Rabu (29/3).
Salah salusi yang mungkin ditempuh menurut Eko, mengalokasikan anggaran dari salah satu direktorat jenderal di Kemendes untuk proses sertifikasi Prona di desa. Hal ini sudah dilakukan pada sertfikat tanah program transmigrasi.
BACA JUGA: Jokowi: Pastikan Betul Semua Desa Menerima Dana Desanya
"Seperti transmigrasi, masih ada 600 ribu hektar yang belum punya sertifikat. Ini sekarang dilakukan afirmasi sama akselerasi untuk pensertifikatan. Itu dananya kami berikan," jelas Eko.
Dia menilai permintaan kepala desa agar biaya pengurusan sertifikasi Prona dibuat payung hukum juga beralasan. Sebab, pemerintah memang belum mengalokasikan anggarannya. Di sisi lain pengukuran tanah butuh biaya.
BACA JUGA: Jokowi Serahkan 1.158 Sertifikat Tanah di Madina
"Sebetulnya masyarakat secara sukarela bersedia untuk menyediakan itu. Cuma karena tidak ada aturannya, kepala desa berpotensi untuk disalahkan," tambahnya.
Desakan mengatur biaya sertifikasi Prona muncul setelah tim saber pungli di berbagai daerah menangkap kepala desa, karena menarik pungutan untuk sertifikasi Prona dari masyarakat. Salah satunya di Sidoarjo, Jawa Timur.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mensos Dorong Muslimat NU Berdayakan Nahdliyin Miskin
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam