Ingat, KPK tak Mengenal SP3

Selasa, 17 Februari 2015 – 04:21 WIB
Sejumlah anggota Kepolisian melakukan aksi sujud syukur dan pemotongan rambut setelah hakim PN Jakarta Selatan memutuskan penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan oleh KPK tidak sah, Senin (16/2). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disarankan untuk tetap melanjutkan proses penyidikan dugaan korupsi Komjen Pol Budi Gunawan.

Saran tersebut disampaikan mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua, dengan alasan KPK tidak boleh menghentikan proses penyidikan di tengah jalan.

BACA JUGA: Ini Saran Fadli Zon ke Jokowi soal Polemik Kapolri

’’Saya pikir semua orang paham KPK tidak boleh menerbitkan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan), maka dari itu kasus ini tetap bisa diteruskan,’’ ujar Abdullah, Senin (16/2).

Sembari melanjutkan penyidikan, KPK bisa meminta fatwa ke Mahkamah Agung (MA). Sebab, putusan praperadilan jika dilaksanakan akan bertentangan dengan UU KPK.

BACA JUGA: Akademisi: Masyarakat Menunggu Niat Baik KPK Bentuk Komite Etik

Dalam memutus praperadilan yang diajukan Budi Gunawan, menurut Abdullah, hakim Sarpin Rizaldi tidak konsisten. Dia hanya mengeksplorasi proses penyidikan, namun tidak memperhatikan status Budi Gunawan sebagai penyelenggara negara.

Sesuai UU KPK, lanjut dia, Budi bisa masuk sebagai pihak terkait penyelenggara negara dan penegak hukum.

BACA JUGA: Jika Tak Melantik BG, Presiden Dianggap Melanggar Sumpah Jabatan

’’Meskipun Karobinkar, seorang polisi itu kan melekat sebagai penyidik. Nah kalau dia penyidik, maka itu ada dalam domain penanganan KPK,’’ jelas Abdullah.

Penyebutan Budi Gunawan bukan penyelenggara negara dan penegak hukum, menurut Abdullah, bisa menimbulkan karesahan masyarakat.

Pada bagian lain, Indonesia Corruption Watch (ICW) akan mengawal pelaporan hakim Sarpin ke Komisi Yudisial. Anggota Badan Pekerja ICW Emerson Yuntho mengatakan, apa yang dilakukan Sarpin melampaui kewenangan.

Emerson yakin, laporan KY nantinya bisa ditindaklanjuti Mahkamah Agung. Pasalnya, kasus yang sama juga pernah terjadi dalam perkara korupsi Bachtiar Abdul Fatah sebagai tersangka kasus proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia. Saat itu, Bachtiar menempuh praperadilan terhadap penetapan tersangka.

Hakim tunggal yang menyidangkan perkara itu, Suko Harsono, memutus penetapan tersangka Bachtiar tidak sah pada 27 September 2012. Saat itu, Kejaksaan tidak mengindahkan putusan praperadilan itu dan tetap memproses perkara hingga membawa Bachtiar ke pengadilan tipikor. Bahkan, melaporkan hakim ke KY.

Akhirnya, MA membatalkan putusan praperadilan dan memutasi hakim Suko Harsono ke Maluku. ’’Kalau Sarpin ini harusnya dipecat, laporannya ke KY kan banyak,’’ ungkapnya. (gun/fal)

BACA ARTIKEL LAINNYA... BG Menang, Jaksa Agung Hati-hati


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler