Ingat, Pariwisata Itu Mirip Angsa Bertelur Emas

Kamis, 15 September 2016 – 15:35 WIB
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia UI) Rhenald Kasali. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com - JAKARTA - Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali punya pendapat yang sangat meyakinkan tentang pariwisata.Pendiri Rumah Perubahan itu menyebut pariwisata sebagai lokomotif yang akan menarik gerbong-gerbong sektor ekonomi lainnya.

 

Menurut dia, pariwisata bisa menggerakkan industri kuliner, hiburan, properti, bahkan bahan bangunan untuk hotel-hotel yang sedang dibangun. Pariwisata juga menyeret tenaga listrik, barang elektronika, bisnis-bisnis berskala usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), pertanian, perikanan, peternakan, dan lainnya.

BACA JUGA: Penjualan Properti Hingga Harga Rp 5 Miliar Meningkat

Menurut Rhenald, dalam dunia bisnis ada ungkapan jangan bunuh angsa yang bertelur emas. Siapa pun yang pernah belajar ilmu ekonomi dan bisnis tentu mengenal betul ungkapan tersebut.

BACA JUGA: Tumbuh Signifikan, Industri Batik Masih Terkendala Regenerasi

Kisah angsa bertelur emas ini sebetulnya cerita tentang keserakahan. Cerita tentang seorang petani tamak yang tak sabar menunggu angsanya bertelur emas setiap hari. Maka, ia memotong sang angsa agar bisa mendapatkan seluruh telurnya sekaligus.

Malangnya setelah angsa dipotong dan perutnya dibelah, di dalamnya tak ada sebutir telur pun. Petani dalam cerita itu pun  menyesal setengah mati.

BACA JUGA: Cobaiin nih Fiesta Black Tea, Suegeerrrrr

Tapi, penyesalan tentu tak ada gunanya. Sang angsa toh tak bisa hidup kembali.

Rhenald pun mengibaratkan pariwisata seperti angsa bertelur emas. Kaitannya adalah dengan keputusan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memangkas anggaran di berbagai lembaga dan kementerian demi penghematan Rp 133,8 triliun.

“Saya anggap industri pariwisata kita bak angsa tadi. Kini, karena masalah fiskal, Menteri Keuangan sudah memerintahkan semua kementerian/lembaga untuk memotong anggaran belanjanya. Nilai pemotongannya mencapai Rp 65 triliun. Lalu, anggaran lain yang dipotong adalah dana transfer ke daerah sebesar Rp 68,8 triliun. Jadi total anggaran yang dipotong Rp133,8 triliun," ujar Rhenal seperti sudah ditulis di banyak media online.

Itu angka sementara. Kalau target perolehan dana dari tax amnesty tak mencapai target, besaran anggaran yang dipotong bisa-bisa bakal bertambah lagi.

Rhenald pun memahami bahwa penghematan tentu penting. Sebab, katanya, tak selayaknya lagi pengeluaran negara justru lebih besar dari pemasukan.

Hanya saja, katanya, tentu kurang bijak bila semuanya dipukul rata. “Jadi, perlu dipilah,” tegasnya.

Menurutnya, pariwisata ibarat angsa petelur emas yang tak semestinya disembelih. “Kalau anggarannya bersifat konsumtif dan tidak memberikan imbal hasil, silakan dipotong. Sebaliknya kalau sifatnya investasi yang kelak menghasilkan, ya jangan. Sayang bukan kalau kita tak bisa menikmati telur emasnya?" kata Rhenald.

Sedangkan Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menyebut angsa emas ibarat portofolio bisnis. Ia meyakini hal itu pula yang dimaksud oleh Presiden Joko Widodo sebagai core economy negara.

Tetapi akan menjadi core business atau bukan, pariwisata secara natural memang sedang bertumbuh dan bergairah. "Dalam bisnis, kita harus menempatkan seluruh resources ke portofolio bisnis yang kita yakini akan memberi benefit paling bagus. Ukurannya 3S, size, spread, sustainable. Ukurannya besar, menghasilkan benefit atau laba yang besar dan pertumbuhannya juga besar berkelanjutan. Dan itu semua ada di pariwisata," jelas Arief.

Jika dilihat dari perolehan devisa saat ini, migas, batu bara dan kelapa sawit (CPO) masih di atas. Secara ukuran, tiga komoditas itu juga berurutan sebagai penyumbang devisa terbesar.

Tapi bagaimana dengan spread dan sustainable? "Bisnis jangan hanya melihat size saja. Tanpa melihat sustainability, maka saya khawatir kita memilih jalan yang keliru. Ingat, proyeksi lebih penting daripada performance. Hanya melihat hasil saat ini tanpa memandang ke depan, bisa berbahaya," kata Arief yang dikenal sebagai ahli strategic management itu.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo setelah kunjungan kerja (kunker) ke luar negeri untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di Tiongkok dan pertemuan ASEAN di Laos, punya kesan yang sangat tegas dan masuk akal. Menurutnya, Indonesia harus punya core economy yang diunggulkan dan menjadi sektor utama pendulang devisa.

Di Shanghai, Presiden Jokowi saat bertatap muka dengan masyarakat Indonesia di sana menyebut pariwisata sangat penting. Karena itu, presiden meminta warga di sana untuk membantu mempromosikan Wonderful Indonesia kepada calon wisatawan asal Tiongkok.

Mantan Gubernur DKI ini dengan lugas membuat kesimpulan dan rencana yang khas seperti seorang chief executive officer (CEO) persusahaan. Terutama soal bidang apa yang akan dijadikan core business atau core economy negara yang bisa jadi andalan.(adv/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mandiri Kaji Penurunan Bunga Simpanan Deposito


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler