jpnn.com - SURABAYA – Ketua Asosiasi Perajin Batik Jawa Timur (APBJ) Putu Sulistiani mengatakan, jumlah pelaku industri batik di Jawa Timur tumbuh hingga 50 persen sejak 2010 silam.
’’Kami masih terkendala sulitnya regenerasi. Sebab, mayoritas lulusan SMK atau SMA lebih suka bekerja di pabrik,” katanya setelah pembukaan Fashion and Craft Festival Surabaya 2016 kemarin (14/9).
BACA JUGA: Cobaiin nih Fiesta Black Tea, Suegeerrrrr
Padahal, peminat industri tersebut tidak hanya berasal dari pasar domestik. ’’Di Jepang, rata-rata mereka membeli batik untuk syal. Kalau di Eropa, bisa menjadi coat,” terangnya.
APBJ pun selalu mengimbau anggota mereka melestarikan batik lukis, bukan batik cap. Sebab, maraknya batik cap perlahan mengikis pasar batik tulis yang merupakan warisan budaya Indonesia.
BACA JUGA: Mandiri Kaji Penurunan Bunga Simpanan Deposito
Pada 2015 total nilai ekspor kain dan pakaian batik mencapai Rp 50,4 miliar. Pertumbuhan permintaan di dalam negeri juga dipicu kewajiban beberapa instansi pemerintah untuk mengenakan batik.
’’Untuk ekspor secara masal, memang masih sulit. Sebab, promosi masih terbatas dan produksi belum bisa masal,” ungkapnya.
BACA JUGA: Nggak Pakai Ribet, Aplikasi ini Mudahkan Para UKM Bertransaksi
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur Mochamad Ardi menyatakan, pihaknya mencoba memfasilitasi industri kecil dan menengah agar bisa berkolaborasi untuk memenuhi permintaan pasar.
’’Secara kualitas, memang harus dijaga. Selain itu, kami mendukung pemasaran dengan mengembangkan e-commerce,” ucapnya.
Dari segi permodalan, Pemprov Jatim telah memberikan kemudahan dengan menyiapkan Rp 400 miliar untuk dipinjamkan dengan bunga tujuh persen melalui Bank Jatim.
Selain itu, pameran menjadi salah satu ajang pemasaran bagi pelaku IKM. ’’Misalnya, di pameran Fashion and Craft Festival. Pelaku dapat mengenalkan produk-produk mereka,” imbuhnya. (vir/c5/sof/jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Darmin: Jangan Sampai Indonesia Disalip Birma
Redaktur : Tim Redaksi