jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Adi Prayitno mangatakan, beberapa kali manuver Partai NasDem belakangan sudah memberikan gambaran adanya keretakan di internal koalisi pendukung Jokowi - Ma'ruf Amin.
Adi melihat fenomena politik belakangan ini, berawal dari bergabungnya Partai Gerindra dan Prabowo ke Kabinet Indonesia Maju (KIM).
BACA JUGA: Rio Capella Sindir Slogan Partai NasDem Kini Sudah Berubah Jadi Restoran Politik
Lantas ada pertemuan Surya Paloh dengan Presiden PKS M Sohibul Iman yang kemungkinan dipersoalkan oleh partai lain di koalisi pendukung Jokowi-Ma’ruf.
"Jika ada partai yang bermanuver mengajak Gerindra yang selama ini oposan masuk ke koalisi Jokowi, mengapa Nasdem dipersoalkan bersilaturahmi mesra dengan PKS? Toh, Nasdem tak pernah mengajak PKS masuk koalisi," ucap Adi kepada jpnn.com, Minggu (10/11).
BACA JUGA: Nama Airlangga dan AHY Muncul di Tengah Perang Saraf Jokowi Vs Nasdem
Faktanya, kata pengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta ini, Surya Paloh tetap mendorong PKS berada di luar kekuasaan dengan tanpa memutus silaturahmi keduanya.
Berikutnya, Adi menilai bahwa bagi Nasdem pemilu sudah usai. Komposisi kabinet juga telah selesai. Sehingga tidak ada salahnya kalau setiap partai menentukan nasib politik masing-masing seperti mencari teman baru.
BACA JUGA: NasDem Sebut 2 Kriteria Utama Capres 2024, Cocok dengan Anies Baswedan?
Dikatakan Adi, tidak ada salahnya juga kalau Nasdem berpikir tentang politik jangka menengah seperti Pilkada 2020, atau jangka panjang menghadapi Pilpres 2024. Sebab yang penting posisi Nasdem tetap loyal mendukung Jokowi.
Di sisi lain, dia juga membaca kemungkinan Partai Nasdem bisa bersikap seperti PKS, menjadi oposan kritis bila peran politiknya dinihilkan di koalisi Jokowi.
"Nasdem bisa melakukan itu jika sudah tak lagi dianggap bagian penting koalisi, meski selama ini Nasdem cukup total mendukung pemerintah," sebut direktur eksekutif Parameter Politik Indonesia ini.
Terakhir, Adi menilai bahwa dinamika politik yang terjadi belakangan menegaskan basis kohesivitas koalisi pendukung Presiden ketujuh itu mulai retak.
"Chemstry politik antarpartai di koalisi mulai memudar. Satu-satunya yang bisa merekatkan mereka hanyalah Jokowi. Tanpa Jokowi koalisi bisa bubar jalan," tandas Adi Prayitno. (fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam