jpnn.com, JAKARTA - Konflik internal Partai Hanura berpeluang bakal memunculkan fenomena baru. Bisa jadi ke depan, ada partai politik gagal menjadi peserta pemilu legislatif 2019 tapi menjadi partai utama pengusung pasangan capres-cawapres di Pilpres 2019.
Fenomena tersebut dapat terjadi, karena aturan yang kini dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu, memungkinkan hal itu.
BACA JUGA: Jokowi Sedang Kasih Sinyal ke PDI Perjuangan
"Saya kira ini menjadi pelajaran berharga juga bagi partai-partai politik pendukung pemerintah yang setuju dengan aturan sebagaimana kini dimuat di UU Pemilu," ujar pengamat politik Hendri Satrio kepada JPNN, Sabtu (20/1).
Menurut pengajar di Universitas Paramadina ini, para pembuat undang-undang penyelenggaraan pemilu menyepakati pemilu legislatif dan pemilihan presiden digelar secara bersamaan.
BACA JUGA: Konflik Hanura tak Untungkan Jokowi
Usulan tersebut disepakati bersama. Namun problemnya, fraksi-fraksi di DPR yang berasal dari partai pendukung pemerintah, bersikukuh tetap menginginkan adanya ambang batas pencalonan presiden di angka 20 persen jumlah kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional dalam pemilu sebelumnya.
Padahal logikanya, ketika pileg dan pilpres digelar bersamaan, tidak diperlukan ambang batas pencalonan.
BACA JUGA: Jokowi Sayang Golkar, Pilpres Berpotensi Mirip Pilgub Jatim
Akhirnya diusulkan, suara yang digunakan sebagai dasar penghitungan untuk dapat mencalonkan, hasil dari perolehan suara parpol di pemilu sebelumya.
"Kalau begini ceritanya jadi repot, karena salah satu yang akan digunakan yaitu suara Hanura di 2014 (untuk mengusung Jokowi,red). Sementara kalau verifikasi enggak lolos, kan Hanura enggak bisa ikut di 2019. Bagaimana ceritanya, partai enggak lolos jadi peserta pemilu, tapi bisa mencalonkan," katanya.
"Agak aneh negara ini sebetulnya dalam menentukan calon pemimpin di 2019, karena yang dipakai hasil dari Pemilu 2014," kata Hendri kemudian.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sebaiknya Wiranto Lepas Jabatan Menteri Demi Hanura
Redaktur & Reporter : Ken Girsang