jpnn.com - JAKARTA - Pasangan calon presiden (capres) nomor urut 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dinilai bermanuver karena meminta pemungutan suara ulang (PSU) di beberapa tempat pemungutan suara (TPS).
Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Ari Dwipayana menilai isu kecurangan akan membuat pleno KPU penuh dinamika.
BACA JUGA: Kisruh Pilpres Beri Peluang SBY Perpanjang Masa Jabatan
Ia khawatir proses rekapitulasi suara nasional akan berubah menjadi panggung politik. Apalagi, kubu Prabowo-Hatta sudah mengklaim suaranya unggul mengacu real count versi internal.
"Prolog itu mengindikasikan proses rekapitulasi suara nasional akan jadi panggung politik untuk klaim hasil yang beda dengan hasil hitung berjenjang dari KPU," kata Ari kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (19/7).
BACA JUGA: Prabowo Klaim Menang jika Tak Dicurangi
Seperti diketahui, kubu Prabowo-Hatta mulai mempersoalkan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) dalam pleno KPU Provinsi di DKI Jakarta. Protes kandidat nomor urut 1 itu direspon Bawaslu dengan menggelar PSU.
Ari khawatir protes tersebut menjadi modus untuk meminta PSU di tempat- tempat lain.
BACA JUGA: Habibie Nasihati Prabowo Agar Utamakan Kepentingan Rakyat
"Dengan menggunakan kasus DPKTb, angka isu kecurangan dan hasil real count versi internal maka proses rekap suara nasional berdasarkan pengitungan suara berjenjang tidak akan mudah diterima oleh pasangan nomor urut 1," ujarnya.
Lebih lanjut Ari menuturkan, fenomena panggung politik di proses rekapitulasi nasional juga terindikasi dari wacana pengerahan massa. Ia pun mengimbau KPU dan Bawali untuk tidak terpengaruh dengan manuver politik dan tetap independen.
"Dalam kondisi semacam KPU dan Bawaslu harus benar benar bekerja secara profesional dan independen tanpa takut intimidasi," tandas Ari. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Capres Dalangi Kerusuhan Harus Ditindak
Redaktur : Tim Redaksi