Inggris Bantah Beri Suaka Menlu Libya

Anti-Kadhafi Kian Terdesak, CIA Turun Tangan

Jumat, 01 April 2011 – 06:31 WIB

LONDON - Perkembangan yang kontras terkait Libya terjadi sepanjang hari kemarin (31/3)Secara politik, kubu pemberontak dan koalisi "menang" setelah Moussa Koussa, menteri luar negeri sekaligus tangan kanan Muammar Kadhafi, membelot dengan terbang ke Inggris dan menyatakan mundur dari jabatan

BACA JUGA: Presiden Myanmar Dilantik

Tetapi, secara fisik di medan pertempuran, rezim sang kolonellah yang justru "berjaya"


Sebagaimana dilaporkan BBC, pasukan Kadhafi terus merangsek ke wilayah timur Libya yang sempat beberapa hari dikuasai pemberontak

BACA JUGA: 15 Orang Terkubur Akibat Longsor

Setelah merebut Bin Jawad dan Ras Lanuf, loyalis Kadhafi juga memukul mundur kekuatan anti-Kadhafi dari Brega
Kabar terakhir hingga berita ini ditulis, pasukan pemerintah sudah mendekati perbatasan Ajdabiya, kota terdekat dari Benghazi, ibu kota kubu oposisi

BACA JUGA: Aisha Kadhafi, Claudia Schiffer dari Libya



Pasukan Kadhafi yang lebih terlatih dan bersenjata lebih lengkap sulit ditandingi kelompok pemberontak yang kebanyakan pejuangnya tidak punya pengalaman tempurKeberhasilan mereka merebut Ajdabiya, Brega, Bin Jawad, dan Ras Lanuf sebelumnya semata berkat bantuan serangan udara koalisi

"Problem kami adalah kami membutuhkan bantuan, mulai peralatan komunikasi, radio, hingga senjata," kata Mayjen Suleiman Mahmoud, wakil komandan pemberontak, kepada BBC. 

Fakta itulah yang tampaknya semakin menyadarkan koalisi bahwa mereka tidak bisa mengharapkan pemberontak dapat melengserkan Kadhafi "kendati mereka selalu berkilah bahwa misi utama mereka di Libya ialah melindungi warga sipilNew York Times kemarin melansir, CIA telah menurunkan personel di Libya, bergabung dengan pemberontak.

Itu dilakukan atas perintah Presiden Amerika Serikat Barack Obama yang diteken beberapa pekan laluTetapi, belum jelas benar bantuan seperti apa yang diberikan CIAGedung Putih dan CIA juga belum memberikan komentarYang jelas, sebelumnya, Menlu AS Hillay Clinton dan Perdana Menteri Inggris David Cameron telah sama-sama sepakat bahwa pemberontak harus diberi bantuan senjata

Padahal, jelas-jelas PBB menerapkan aturan embago senjata yang berlaku untuk semua pihakNATO yang mulai pukul 06.00 waktu Libya kemarin resmi menjadi pemegang kendali serbuan ke Libya juga menolak opsi tersebut

"Misi kami di Libya adalah melindungi warga sipil, bukan malah mempersenjatai mereka," kata Anders Fogh Rasmussen, Sekjen NATO, sebagaimana dikutip Daily Mail.  Sementara itu, kendati Menlu Inggris Williamn Hague menyebut membelotnya Koussa sebagai bukti bahwa rezim Kadhafi mulai keropos dari dalam, kehadiran mantan kepala badan intelijen Libya itu menghadirkan dilema sendiri bagi InggrisSebab, dia dikenal sebagai otak Tragedi Lockerbie pada 1988, aksi terorisme terburuk di sepanjang sejarah Inggris Raya

Banyak yang menyamakan Koussa dengan Rudolf Hess, mantan tangan kanan Adolf HitlerKarena itu, mulai muncul tuntutan agar Koussa diadiliJim Swire yang kehilangan putrinya, Flora, dalam tragedi pengeboman pesawat Pan Am 103 itu menganggap kehadiran Koussa merupakan kesempatan yang baik untuk menelisik kembali tragedi tersebut.

"Saya bakal sangat heran kalau kepolisian Skotlandia tidak pergi ke London sekarang dan menginterogasi Mr Koussa," katanyaSedangkan legislator dari Partai Konservatif Robert Halfon mendesak tindakan hukum bagi pria yang terbang ke Inggris dari Tunisia itu"Siapa pun yang terlibat dalam kejahatan terkait Libya mesti diadili," katanya kepada Daily Mail

Desakan publik itulah yang membuat pemerintah Inggris buru-buru menyatakan bahwa Koussa datang atas kemauan sendiriLondon juga menyatakan tidak menawarkan suaka kepada pria berambut putih itu

Tetapi, pengakuan tersebut bertolak belakang dengan fakta bahwa Koussa mendarat di London menggunakan pesawat militer InggrisDaily Mail juga melansir bahwa selama beberapa hari ini MI6 "badan intelijen Inggris" terus mendesak pria yang oleh kelompok anti-Kadhafi dijuluki "Malaikat Maut" itu agar membelot

Tangan Koussa memang diyakini berlumuran darahPada 1980-an, dialah yang bertanggung jawab atas pembunuhan sejumlah musuh politik Kadhafi yang diasingkan di sejumlah negara EropaDia juga pernah dari Inggris karena secara terbuka mendukung pembunuhan-pembunuhan tersebut

Tetapi, pemerintah Inggris di bawah Perdana Menteri Tony Blair juga pernah memanfaatkan tenaga Koussa sebagai mediator negosiasi untuk menghentikan program nuklir Libya pada 2004Sejak keberhasilan kesepakatan yang diberi nama Deal of Dessert itu, Koussa menjadi dekat dengan Inggris

"Saya dulu rutin menjalin kontak dengan diaSaya pikir dalam kondisi secara militer sulit mencari pemenang di konflik Libya saat iniPembelotan  Koussa itu sangat berarti secara psikologis," kata Jack Straw, mantan menlu Inggris, kepada BBC(c4/ttg)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Empat Reaktor Nuklir Jepang Segera Ditutup


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler