Pemerintah Inggris mengatakan tentara sudah disiapkan untuk membantu pasokan bensin yang sedang mengalami gangguan karena kurangnya sopir truk pengangkut pasokan bensin.
Pemerintah Inggris mengatakan sudah siap menurunkan pengemudi tank dari angkatan bersenjata jika harus ikut membantu mendistribusikan bensin.
BACA JUGA: Kasus Penyerangan yang Menyebabkan Tewasnya Tenaga Kesehatan di Papua Masih Terus Diselidiki
"Mereka siap untuk dikerahkan bila diperlukan untuk memasok bensin di daerah-daerah yang sangat memerlukan," Kata pemerintah Inggris.
Kurangnya pengendara truk telah menyebabkan kurangnya pasokan barang-barang dan bahan pokok ke berbagai toko dan restoran di seluruh Inggris.
BACA JUGA: Sopir Langka, Stok BBM di Seantero Inggris Hampir Habis, Krisis!
Hal itu juga menyebabkan persediaan bensin yang sebenarnya mencukupi di Inggris tidak bisa disalurkan ke berbagai SPBU.
Peringatan mengenai kurangnya BBM di akhir pekan menyebabkan pembelian panik di mana-mana, dengan antrean panjang mobil selama berjam-jam terjadi dan membuat banyak SPBU kehabisan pasokan.
BACA JUGA: Tenaga Kesehatan Asal Indonesia Ikut Menjadi Garda Terdepan Saat Pandemi di Australia
Inggris memiliki cukup pasokanMenurut Asosiasi Pengusaha SPBU Inggris ,meningkatnya pembelian bensin menyebabkan sekitar 50 sampai 90 persen SPBU di beberapa kawasan kehabisan pasokan.
Pemerintah Inggris mengatakan ini semua adalah karena kesalahan konsumen.
"Satu-satunya alasan tidak adanya BBM di SPBU adalah karena warga membeli BBM yang sebenarnya tidak diperlukan saat ini," kata George Eustice, Menteri Lingkungan Inggris.
Menteri Urusan Bisnis Inggris, Kwasi Kwarteng, mengatakan Inggris "memiliki pasok BBM yang besar".
"Namun kami menyadari adanya masalah rantai pasokan di SPBU dan sedang berusaha mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya sebagai tindakan prioritas," katanya.
Perusahaan pemasok BBM besar, seperti BP, Shell dan Esso dalam pernyataan bersama mengatakan permintaan bensin akan stabil dalam beberapa hari mendatang.
"Kami mendorong masyarakat membeli BBM seperti yang biasa mereka lakukan," lanjut pernyataan tersebut.
Beberapa pihak mendesak Pemerintah Inggris agar pasokan bensin segera dipulihkan untuk menghindari dampaknya terhadap layanan kesehatan, operasi polisi dan beberapa sektor penting lainnya.
Dr Chaand Nagpaul dari Asosiasi Kedokteran Inggris mengatakan para pekerja kesehatan dan pekerja esensial lainnya harus mendapatkan prioritas untuk bisa membeli bensin, agar mereka tetap bisa menjalankan tugasnya.
Christina McAnea, Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Unison mendesak Pemerintah Inggris untuk menggunakan kuasanya agar beberapa SPBU dibuat khusus bagi pekerja esensial.
"Awak mobil ambulans, perawat, asisten guru, pekerja yang membantu lansia, polisi dan petugas esensial lainnya tidak boleh dibiarkan antre selama berjam-jam hanya untuk bisa membeli bensin," katanya. Penyebabnya adalah masalah Brexit
Menurut kalangan industri, Inggris saat ini mengalami kekurangan sekitar 100 ribu pengendara truk.
Berbagai alasan berkurangnya pengendara truk adalah karena pandemi COVID-19, faktor usia, dan keluarnya para pekerja setelah Inggris keluar dari Uni Eropa tahun lalu, atau dikenal dengan istilah Brexit.
Dengan berakhirnya keanggotaan Inggris di Uni Eropa berarti seluruh pekerja dari Eropa tidak bisa lagi tinggal dan bekerja di Inggris tanpa adanya visa dan izin kerja.
Radu Dinescu, Sekretaris jenderal Serikat Pekerja Transportasi Darat di Rumania mengatakan para pengemudi truk Rumania yang banyak bekerja di Inggris sebelum Brexit sekarang lebih memilih bekerja di dalam Uni Eropa.
"Inggris tampaknya seperti mengalami paradoks. Warga negara mereka tidak mau berlatih untuk menjadi pengemudi truk namun dalam waktu bersamaan mereka tidak mau warga bukan Inggris untuk datang melakukan pekerjaan tersebut," kata Radu kepada kantor berita AP.
Olaf Scholz, pemimpin Partai Demokrat Sosial di Jerman, partai yang menduduki urutan pertama dalam pemilu di Jerman, juga mengaitkan kurangnya pekerja di Inggris dengan Brexit.
"Bebasnya pergerakan pekerja adalah bagian dari Uni Eropa," katanya.
"Kami bekerja keras untuk meyakinkan Inggris tidak meninggalkan Uni Eropa. Sekarang mereka memutuskan hal yang berbeda dan saya berharap mereka akan bisa mengatasi masalah yang mereka hadapi."
AP/Reuters
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News
BACA ARTIKEL LAINNYA... Berlibur dan Berpesta dengan COVID. Ini Cerita Mereka yang Menikmati Musim Panas di Eropa