Ingin Terus Berkontribusi dalam Pembangunan, WNI di Inggris Bentuk Lembaga Think Tank

Minggu, 01 Mei 2022 – 21:11 WIB
Ketua Perkumpulan Kader Bangsa Dimas Oky Nugroho mengapresiasi berdirinya Equator Initiative For Policy Research, lembaga think tank buah gagasan sekelompok mahasiswa asal Indonesia di Inggris. Foto: dok pribadi for JPNN

jpnn.com, LONDON - Sejumlah mahasiswa Indonesia di Inggris yang tengah menempuh program master dan doktoral meluncurkan lembaga think tank dan riset guna mendukung upaya pembangunan di tanah air. Lembaga think tank ini dinamai Equator Initiative For Policy Research.

Menurut salah satu pengagasnya, Muhammad Rosyid Jazuli, inisiatif para mahasiswa Indonesia yang tengah studi di luar negeri dan anak muda diaspora ini diharapkan dapat membantu berbagai agenda dan program pemerintah khususnya dalam kaitannya dengan sumbangan berbagai kajian dan pemikiran.

BACA JUGA: Jokowi Sangat Fokus Terhadap Pembangunan SDM

"Indonesia negara besar, tantangan zaman juga semakin kompleks. Negara di dunia, sebesar dan sekuat apapun, tidak bisa lagi bekerja secara sendiri. Butuh kontribusi dan kolaborasi semua potensi bangsa, tidak hanya dari bisnis, tapi juga civil society, seperti halnya komunitas strategis, akademisi, anak muda dan media. Aspek internasional juga sangat berpengaruh," ujar Rosyid, cendekiawan muda yang juga mahasiswa doktoral di UCL London ini saat membuka acara di Common Room, Nansen Village, London, Jumat (29/4).

Hadir menjadi narasumber adalah Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI London Khairul Munadi, Asisten Atase Pertahanan Mayor Angkatan Udara Fajrun Shodiq, Ketua Perkumpulan Kader Bangsa Dimas Oky Nugroho, dan Sekretaris Perhimpunan Pelajar Indonesia Inggris Raya Abdul Kodir, yang juga Sekretaris NU Cabang Inggris.

BACA JUGA: Pagu Indikatif Belanja K/L Rp 977,1 Triliun, Ada Untuk Pembangunan IKN Nusantara

Khairul Munadi, menyambut baik acara peluncuran yang disertai diskusi tentang peran dan inisiatif kepemimpinan anak muda.

"Anak-anak muda, para mahasiswa Indonesia di luar negeri, apalagi yang mendapat beasiswa dari negara, harus memberikan kontribusi, juga keteladanan bagi anak-anak muda yang lain", ungkap Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Aceh ini.

BACA JUGA: PPP Menjuluki Jokowi Bapak Pemerataan Pembangunan, Mardani PKS Merespons Begini 

Khairul menekankan pentingnya anak-anak muda dan kalangan masyarakat sipil untuk saling bersinergi.

"Perbedaan pendapat dan kritisisme adalah suatu keniscayaan, justru menjadi nilai tambah untuk pengayaan perspektif kita dalam menilai satu hal. Namun penting juga untuk mampu mengelola perbedaan menjadi sesuatu yang positif dan produktif, jangan justru menjadi problem yang memecah kita", tegasnya.

Sementara Ketua Perkumpulan Kader Bangsa Dimas Oky Nugroho menekankan pentingnya Indonesia di era transformasi untuk saling berbagi tugas atau division of labour.

"Sebagai sebuah bangsa yang bersatu, negara dan masyarakat harus mampu saling kerja sama, berbagi tugas dalam mengejar dan mengawal kepentingan nasional. Untuk itu anak muda, yang jumlahnya besar secara populasi, maka peran dan kontribusinya harus semakin dioptimalkan oleh negara," ujar Dimas yang juga anggota Tim Asistensi Menko Perekonomian ini.

Dimas menilai anak-anak muda era milenial memiliki keunggulan komparatif dibanding generasi-generasi sebelumnya khususnya dalam menghadapi era digital.

"Mereka ternyata relatif memiliki perenungan dan kebijaksanaan tersendiri yang berangkat dari kecepatan perkembangan konten yang mereka konsum dari media sosial," ungkap doktor antropologi politik ini.

Dimas yang juga mantan Staf Khusus Kantor Kepresidenan ini menilai pelibatan anak-anak muda dalam mensukseskan agenda pemerintah semakin tak bisa dihindari.

Kepemimpinan dan inisiatif anak muda produktif menjadi keuntungan negara dalam mensukseskan proses pembangunan dan transformasi sosial ekonomi yang tengah berlangung saat ini.

Dimas menambahkan regenerasi kepemimpinan tidak bisa dihindari mengingat jumlah populasi anak muda produktif yang besar.

Apalagi di banyak komunitas bisnis, tampuk kepemimpinan telah banyak diserahkan ke generasi ketiga yakni kalangan anak muda.

"Namun harus menjadi catatan, generasi muda yang sudah atau akan menuju jalan kepemimpinan ini masih perlu diperkuat dan dikawal agar mereka punya kapasitas dan integritas yang tepat. Menurut saya, mereka tetap membutuhkan proses pendampingan atau mentoring, sebagaimana Cokro kepada Sukarno, sehingga terbentuk kolaborasi antar generasi antar sektoral, dan dapat menjadi formasi kepemimpinan kolektif yang baik bagi bangsa ini," ujar Dimas yang juga dikenal sebagai pengamat politik dan penggagas sekolah kepemimpinan anak muda, Kader Bangsa Fellowship Program ini.

Terkait peluncuran Equator Initiative yang dibentuk komunitas mahasiswa Indonesia di Inggris, Dimas mengungkapkan dukungannya dan menyatakan siap berkolaborasi.

"Pembagian tugas antara anak muda, dan antara negara dan masyarakat sipil khususnya kalangan anak-anak muda potensial akan sangat membantu dan berdampak pada proses transformasi sosial ekonomi yang kita butuhkan. Apalagi keterlibatan para pelajar unggulan kita di luar negeri, dengan model lembaga riset dan think tank seperti ini akan membangun kolaborasi yang cerdas bagi Indonesia dalam mengantisipasi secara lebih solid perkembangan global yang terjadi untuk mengawal kepentingan nasional kita," ujar Dimas.

Senada dengan pembicara lainnya, Abdul Kodir, Sekretaris PPI UK dan PCNU Inggris menegaskan peran penting anak-anak muda pelajar Indonesia di luar negeri.

Riset dan kajian yang dibutuhkan pemerintah dengan memanfaatkan berbagai latar belakang akademik dan peran strategis para pelajar di luar negeri menjadi potensi yang rasional, cerdas dan aplikabel, apalagi saat ini komunikasi semakin mudah dilakukan melalui platform digital.

"Melalui kontribusi para mahasiswa dan diaspora Indonesia, saya mendorong para pemuda untuk punya kepedulian dan inisiatif menjadi pemimpin yang dapat mengoneksikan berbagai potensi baik yang dapat bermanfaat bagi negara dan kesejahteraan rakyat Indonesia secara luas. Pemerintah juga harus mampu menjemput bola dan antisipatif, agar match kombinasinya," ujar Kodir, intelektual muda yang juga pengajar Sosiologi di Universitas Negeri Malang. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler