Ingin Wujudkan 'Barcode' Manusia, Bisa Membayar ala Kartu Kredit

Rabu, 24 Maret 2010 – 02:06 WIB
Ahli DNA, Djaja Surya Atmaja. Foto: Sekaring Ratri/Jawa Pos.
Nama dr Djaja Surya Atmaja SpF PhD SH DFM tidak asing lagi di Mabes PolriDialah yang selalu dilibatkan ketika polisi harus memastikan identitas seorang teroris melalui tes DNA

BACA JUGA: Jual Cincin untuk Modal, Pinjam Bank Dianggap Gila

Maklum, Djaja adalah ahli DNA forensik pertama di Indonesia
Mengapa dia tertarik mempelajari ilmu langka itu?

Laporan SEKARING RATRI, Jakarta

KETIKA
ditemui di ruang kerjanya di Laboratorium Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) siang pekan lalu, Djaja sedang istirahat

BACA JUGA: Noor Huda Ismail, Konsultan Sukses yang Berdayakan Para Napi Teroris

Pagi sebelumnya dia sangat sibuk.

Djaja kepada Jawa Pos mengatakan, saat ini dirinya tak terlalu sibuk mondar-mandir ke Mabes Polri
Sebab, dia telah berhasil mendidik sejumlah ahli DNA forensik dari kalangan Polri

BACA JUGA: David Gunarni, Pemenang Kompetisi Gaya Hidup The Biggest Loser Asia

"Bahkan, saat ini Mabes Polri sudah memiliki laboratorium DNA sendiri," kata pria 50 tahun itu.

"Saya senang melihat mulai banyak generasi penerus ilmu ini (DNA forensik, Red)," ujarnya.

Meski demikian, dokter kelahiran 19 Mei 1960 itu tetap prihatin karena minimnya animo mahasiswa kedokteran dalam mendalami ilmu DNA forensikHingga kini, jumlah mahasiswa kedokteran UI yang meneruskan pendidikan spesialis forensik hanya 12 orang dari semua angkatan.

Menurut Djaja, salah satu faktor yang menyebabkan banyak mahasiswa kedokteran enggan memilih bidang spesialisasi tersebut karena ilmu DNA dianggap susahSoal itu, Djaja tidak memungkiri"Di samping sulit, sekalipun sudah profesor harus tetap sekolahSebab, perkembangan ilmu ini begitu pesatKelihatannya memang banyak pengorbanannya kalau belajar ilmu ini," tuturnya.

Namun, lanjut dia pengorbanan tersebut akan terbayar ketika dapat membantu mengungkap sebuah kasus atau membantu orang lain mengenali identitas seseorangItulah yang dirasakan DjajaSelain itu, ahli DNA forensik bakal mudah dikenal publik"Nah sekarang kalau ada kasus teroris, mau tentukan identitasnya, yang dicari ahli DNA forensikAda artis yang hamil, tapi bapak si janin tidak jelas, dia juga nyari kamiJadi sering masuk TV kan," katanya, lantas tertawa.

Berbagai kelebihan itu ternyata belum ampuh menarik minat mahasiswa kedokteran mempelajari ilmu DNA forensikDjaja pun lantas berusaha mencari cara lain untuk lebih memopulerkan ilmu DNA forensikYakni, membuat database DNA penduduk Indonesia pada 2009Bersama seorang muridnya, dr Evi Untoro, Djaja menjadi orang Indonesia pertama yang menciptakan database tersebut
Database DNA penduduk Indonesia diperlukan untuk keakuratan hasil tes DNA"Dan, kebenaran hasil tes DNA mencapai 99,999 persen," tegasnya.

Dia menuturkan, jika yang dites adalah orang Indonesia, harus dihitung dengan menggunakan DNA data populasi orang IndonesiaDjaja meneliti database tersebut di Scientific and Technical Research Center, Ministry Justice Investigation Bureau, Taiwan, pada awal 2009Bersama muridnya, Evi, dia hanya membutuhkan waktu empat bulan untuk mengumpulkan sampel penelitian sebanyak 402 orang Indonesia, yang terdiri atas 201 pria dan 201 wanita"Saya melakukan penelitian dua bulanDua bulan berikutnya dilanjutkan Evi," kenang Djaja.

Sebagai standar penelitian, dia mengacu pada CODIS (combined DNA index system) 13 yang dikeluarkan FBI (Federal Buerau of Investigation) pada 1994Standar tersebut sudah menduniaSebanyak 300 laboratorium forensik seluruh dunia menggunakan itu.

Penelitian Djaja tersebut dilakukan di Taiwan karena pemerintah negara itulah yang membiayai"Biayanya miliaran rupiah," katanyaTaiwan membiayai penelitian tersebut karena terkait banyaknya TKI (tenaga kerja Indonesia) di negara ituMeski ditanggung Taiwan, untuk biaya bolak-balik Jakarta-Taipei, Djaja dan Evi kala itu harus merogoh kantong pribadiTapi, semua itu dilakoni Djaja dengan penuh tanggung jawab.

Selain melakukan penelitian di Taiwan, Djaja saat ini gencar mengampanyekan perlunya penggunaan DNA ID atau identitas DNA untuk semua orangDjaja menguraikan, banyak manfaat yang bisa diperoleh dengan memiliki DNA IDSalah satu di antaranya, urusan warisan"Bencana bisa datang kepada siapa sajaNggak melihat itu orang penting atau bukanNah, dengan DNA ID, identitas orang tersebut jika meninggal bisa dikenaliSebab, DNA ID yang terdiri atas 52 digit itu berbeda orang yang satu dengan yang lain, sekalipun kembar identik," paparnya.

Dia menuturkan, sejak tiga bulan lalu Amerika Serikat sudah memopulerkan penggunaan DNA IDKarena itu, alumnus Kobe University School of Medicine itu juga berupaya melakukan hal yang sama di IndonesiaHingga kini, hampir seratus pasiennya sudah memiliki DNA IDMayoritas orang berada karena biaya tes DNA tidak murahSekali tes bisa menghabiskan dana Rp 5 juta per orangHasil tes DNA bisa diketahui dalam tiga minggu.

"DNA ID itu bisa disebut barcode-nya manusiaJadi barcode setiap orang tidak sama," katanyaDi masa depan barcode manusia tersebut tidak sekadar menjadi identitas, namun bisa menjadi alat pembayaran semacam kartu kredit.

Belasan tahun menekuni ilmu DNA forensik Djaja sudah menangani ribuan kasus"Sekitar 6.000 kasus," katanyaDi antara sejumlah kasus tersebut, tidak sedikit yang unikSalah satu di antaranya adalah kasus tes DNA anak seorang mantan PSK (pekerja seks komersial) yang menikah dengan bule.

Wanita tersebut - sebut saja namanya Ina - sangat mencintai suaminya - sebut saja namanya NickSuatu hari, Nick yang asal Inggris itu, mendapat tugas dinas selama setahun di ThailandKarena hanya setahun, dia memutuskan tidak memboyong Ina yang kala itu hamil.

Begitu Nick kembali, istrinya sudah melahirkanTidak berapa lama Nick kembali ditugaskanKali ini ke Inggris untuk jangka panjangKarena itu, dia memutuskan membawa Ina dan anaknyaPersyaratan imigrasi Inggris untuk memboyong istri cukup mudah, hanya menunjukkan surat nikah.

Namun, untuk si anak, pasangan tersebut harus menunjukkan hasil tes DNA yang membuktikan bahwa anak tersebut adalah putra kandung mereka"Mereka lantas datang ke saya untuk melakukan tes DNA anak mereka," cerita Djaja.

Hasilnya mengejutkanTernyata si anak itu bukan anak kandung Nick maupun InaDjaja heran bukan mainDia langsung menyampaikan informasi tersebut kepada InaRespons Ina saat itu, "Loh, kok dokter tahu itu bukan anak kami?" kata Djaja menirukan perkataan Ina.

Saat itulah, Ina menceritakan peristiwa yang dia alamiTernyata, saat hamil dan ketika ditinggal suami bertugas,  Ina keguguranKarena sangat takut akan ditinggalkan sang suami, Ina pun berbohongDia mencari rekannya yang tengah mengandung benih seorang pria buleBayi itulah yang kemudian dia akui sebagai anaknya.

Awalnya Ina bertekad menyimpan kebohongan itu kepada suaminya sampai kapan punTapi, Djaja memberikan saran kepada Ina agar berterus terang kepada suami"Saya bilang sama dia, orang bule itu lebih menghargai kejujuran jika dibandingkan dengan kebohonganDan, buktinya, sang suami menerima kok," imbuhnya.

Kisah itu tak bisa dilupakan Djaja sampai sekarangItu salah satu di antara beberapa kisah yang membuat dia semakin bersemangat mengembangkan ilmu DNA forensik(c4/kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Carmanita, Perempuan yang Sukses Membatik Sedan Mercy Seharga Rp 1 Miliar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler