jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Maksimus Ramses Lalongkoe menilai, tindakan aparat kepolisian tidak mengeluarkan izin bagi kegiatan #2019GantiPresiden seperti yang terjadi di Surabaya, Minggu (27/8) kemarin, sudah tepat.
Ramses meyakini aparat melihat adanya potensi keributan bila kegiatan tersebut tetap dipaksakan untuk dilaksanakan. Karena sekelompok masyarakat lain juga melakukan aksi menolak diselenggarakannya kegiatan tersebut.
BACA JUGA: Penolakan #2019GantiPresiden Ekspresi Kegelisahan Masyarakat
"Aparat kemungkinan juga melihat ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 UU Nomor 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Gerakan itu mungkin berpotensi menimbulkan permusuhan dan kebencian," ujar Ramses kepada JPNN, Senin (27/8).
Karena itu, kata Ramses kemudian, tindakan pembubaran sudah tepat. Sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UU Nomor 9/1998.
BACA JUGA: Unggah Foto Jokowi-Prabowo, Sahrul Bicara #2019gantipresiden
Deklarasi #2019GantiPresiden kata pengajar di Universitas Mercu Buana ini kemudian, juga berpotensi menjadi ajang kampanye terselubung pasangan calon presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menghadapi Pilpres 2019.
"Intinya, reaksi penolakan saya kira bentuk ketidaksukaan rakyat. Karena itu, Bawaslu harusnya melarang bila ada aturan yang mengatur soal kampanye di luar jadwal yang ditentukan," ucapnya.
BACA JUGA: Pilpres Bukan Ajang Adu Provokasi
Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Analisis Politik Indonesia, jika terbukti ada kampanye terselubung di balik gerakan #2019GantiPresiden, pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terancam dikenakan sanksi.
"Sanksinya ada tiga, administratif, pidana pemilu dan pidana umum. Untuk menilai ini sebaiknya diserahkan pada Bawaslu, apakah ada pelanggaran atau tidak," pungkas Ramses.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tenang, Jangan Takut Gerakan #2019GantiPresiden
Redaktur & Reporter : Ken Girsang