jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara menyampaikan alasan dirinya mengusulkan agar Presiden Joko Widodo memberikan amnesti kepada Baik Nuril Maknun, bukan grasi.
Saat menyambangi Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (19/11), Anggara menjelaskan amnesti maupun grasi merupakan bagian dari kewenangan yang dimiliki oleh presiden. Akan tetapi untuk kasus Nuril, hanya amnesti yang bisa diberikan.
BACA JUGA: Simak Nih Pernyataan Presiden Jokowi Sikapi Kasus Baiq Nuril
“Grasi tentu itu bagian dari kewenangan presiden tapi kemudian undang-undang membatasi, pertama hanya kepada orang yang dipidana minimum dua tahun penjara. Sementara kasus Bu Nuril hanya enam bulan penjara. Secara hukum tidak memungkinkan," ucap Anggara.
Alasan kedua mengapa ICJR mendorong Presiden Jokowi memberikan amnesti adalah adanya kejanggalan dalam vonis kasasi yang diputuskan Mahkamah Agung.
BACA JUGA: Sejumlah Selebriti Dukung Petisi untuk Baiq Nuril
“Tentu dari sisi kami, karena kami anggap banyak rekayasa. Itu tidak adil kalau orang yang tidak melakukan kesalahan minta diampuni kesalahan (minta grasi-red)," jelasnya.
Kalaupun masih ada upaya hukum lain berupa Peninjauan Kembali (PK), tambah Anggara, langkah itu dilakukan oleh penasehat hukum.
BACA JUGA: Istri Gubernur NTB Siap jadi Penjamin untuk Baiq Nuril
"Persoalannya dengan PK, eksekusi harus dilakukan. Artinya Bu Nuril harus dieksekusi ke lapas menjalani hukuman,” tambahnya.
Saat ini, Nuril memang belum dieksekusi oleh jaksa eksekutor Kejaksaan Negeri Mataram. Menurut Anggara, ada informasi hal itu akan dilakukan pada Rabu (21/11) mendatang. Itu pun masih akan dieksekusi sebagai tahanan, sementara status Nuril sekarang sudah terpidana, bukan terdakwa lagi.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Baiq Nuril, Arsyad, Zakki Amali, Giliran Siapa Lagi?
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam