jpnn.com, JAKARTA - Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Widodo Sigit Pudjianto mengatakan, penonaktifan kepala daerah dilakukan jika diancam pidana atas salah satu dari tiga jenis perkara dan yang bersangkutan ditahan.
Juga apabila kepala daerah diancam penjara minimal lima tahun.
BACA JUGA: Ditanya soal Janji Anies Tutup Hotel Alexis, Ahok Tertawa
"Kan begini, jika tanpa melalui DPRD, (kepala daerah dinonaktifkan,red) kalau (terlibat kasus,red) korupsi, teroris, mengancam keamanan dan kedaulatan negara," ujar Widodo di Jakarta, Kamis (20/4).
Selain itu, kepala daerah juga akan dinonaktifkan jika diancam penjara minimal lima tahun. Ketentuan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 83 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.
BACA JUGA: Mbah Mijan: Masih Ada Kejutan Dahsyat dari Ahok
Karena itu, terhadap terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama, lanjutnya, Kemendagri tidak akan memproses penonaktifannya dari jabatan Gubernur DKI Jakarta.
Pasalnya, jaksa penuntut umum hanya menuntut satu tahun penjara dengan percobaan dua tahun atas dugaan melanggar Pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
BACA JUGA: Ingat, Ini Rencana Ahok Sebelum Lengser dari Kursi Gubernur
"Jadi, karena JPU menuntutnya pakai Pasal 156 KUHP, dan (Ahok,red) juga tidak ditahan. Maka tidak akan dinonaktifkan. Kalau dia ditahan, pasti kami berhentikan sementara," tutur Widodo.
Saat ditanya bagaimana sekiranya ada desakan dari sejumlah pihak agar Ahok diberhentikan sementara, Widodo mengaskan, pihaknya bekerja sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Dari dulu juga dituntut (oleh berbagai pihak agar Ahok dinonaktifkan,red) tidak kami ikuti. Kalau enggak sesuai (aturan,red) jadinya enggak ada kepastian dong nanti," pungkas Widodo.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Panitia Lelang e-KTP Beri Uang ke Auditor BPKP
Redaktur & Reporter : Ken Girsang