Ini Alasan Pemerintah Memundurkan Libur Maulid dan Peniadaan Cuti Bersama Natal

Rabu, 23 Juni 2021 – 06:00 WIB
Wiku Adisasmito. Foto: Muchlis Jr - Biro Pers Sekretariat Presiden

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah pusat menerbitkan surat keputusan bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri PAN-RB di dalam menekan penularan COVID-19.

Melalui surat itu pemerintah memutuskan tiga perubahan ketetapan hari libur nasional tahun baru Islam 1443 Hijriah, Maulid Nabi Muhammad SAW, dan Natal 2021.

BACA JUGA: Satgas COVID-19 Minta Kepala Daerah Terapkan PPKM Mikro

Hari libur tahun baru Islam dan Maulid Nabi Muhammad SAW masing-masing dimundurkan sehari menjadi Rabu (11/8) dan Rabu (20/10).

Sementara itu cuti bersama hari raya Natal pada 24 Desember 2021 ditiadakan.

BACA JUGA: Satgas Ungkap Gap Kasus Covid-19 yang Tinggi di 6 Provinsi Ini, Sungguh Berbahaya!

Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito menyebut kebijakan memundurkan libur dan peniadaan cuti bersama tidak mencabut hak pekerja.

Kebijakan diambil semata menekan penularan virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China itu. 

BACA JUGA: Ingat, Inilah Pesan Para Ahli tentang Pencegahan Penularan Covid-19 Varian Lama dan Baru

"Saya perlu tekankan di sini bahwa kebijakan pemerintah dalam menggeser hari libur merupakan upaya untuk mencegah terjadinya lonjakan kasus pasca libur panjang," kata Wiku dalam keterangan persnya, Selasa (22/6).

Selain SKB itu, pemerintah juga menerbitkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 tahun 2021 di dalam menekan penularan COVID-19.

Adapun Inmendagri itu membahas tentang perpanjangan dan pengetatan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro.

Pengetatan atau pemberlakuan PPKM mikro nantinya dibagi berdasarkan zonasi risiko penularan COVID-19 di tingkat kabupaten atau kota.

Wiku mengungkapkan zonasi kabupaten atau kota bersifat dinamis. Pemerintah daerah wajib memantau data kasus aktif secara berkala di dalam menentukan zonasi sebuah wilayah.

"Jika lebih dari sepekan sebuah daerah masih tetap di zona oranye atau merah, upaya penanganan seperti PPKM Mikro harus dievaluasi,” kata pria bergelar profesor itu.

Wiku mengatakan, pemberlakuan PPKM mikro bisa menggiring pemerintah daerah terbiasa membaca data kasus aktif COVID-19.

Selain itu, katanya, kebijakan PPKM mikro bisa memotivasi pemerintah daerah mengoptimalkan fungsi posko COVID-19 di level desa.

"PPKM Mikro berfungsi secara spesifik mengawasi kegiatan di masyarakat yang umumnya sulit untuk dikendalikan,” papar eks dosen Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia tersebut. (ast/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler