jpnn.com, JAKARTA - Tenaga kesehatan (nakes) di Indonesia kini dihadapkan pada tuntutan untuk meningkatkan literasi digital guna mengikuti perkembangan teknologi yang pesat dan menyediakan layanan kesehatan yang lebih efisien.
Literasi digital bukan lagi opsional, melainkan kunci sukses dalam pelayanan kesehatan di Indonesia.
BACA JUGA: UNS Surakarta Buka Penerimaan CPNS Dosen dan PPPK Nakes, Silakan Mendaftar
Ketua Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia Amiruddin Supartono menyampaikan nakes memiliki tanggung jawab besar terhadap kesejahteraan dan keselamatan pasien.
"Seperti kemampuan untuk memahami, mengakses, mengevaluasi dan menggunakan informasi kesehatan digital dengan bijak adalah kunci dalam memberikan perawatan berkualitas dan aman,” ucap Amiruddin Supartono dalam acara Literasi Digital kepada Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia Seri 2 baru-baru ini.
BACA JUGA: Jadi Ujung Tombak Layanan Kesehatan, Nakes Diminta Melek Teknologi
Dia juga menekankan bahwa dengan semua manfaat literasi digital juga datang dengan berbagai tantangan di antaranya risiko keamanan dan penyalahgunaan informasi.
“Penting untuk terus meningkatkan literasi digital bagi nakes berkolaborasi dengan tim dan menjalani pelatihan berkala untuk tetap relevan dalam dunia kesehatan yang berubah dengan sangat cepat," tambahnya.
BACA JUGA: 300 Nakes Ramaikan SCRB From Hero to Hero: The Dream Run
Pada kesempatan sama, Widyaiswara Ahli Madya Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Ciloto Kemenkes RI, Maman menyampaikan tentang digital skill guna memahami kecakapan digital
Pemahaman keterampilan digital, tidak sekadar memahami, terampil secara hard skill, tetapi bagaimana kemampuan memahami, menyeleksi, memverifikasi, menganalisis, dan berpartisipasi di media digital atau penggunaaan teknologi digital secara efektif dan efisien
Sementara itu, Pimpinan HM Center INDIGITAMA, Muhammad Haris Maknun memaparkan tentang digital safety. Selain terampil digital, kita harus paham supaya aman dan berakhir selamat. Dalam era transformasi digital, ada manfaat dan risiko yang mengganggu.
Contohnya, ketika terbiasa foto selfie, share di medsos, menjadi ancaman bagi diri kita bahkan karir kita.
Menurutnya foto disimpan silakan, tetapi ketika handphone itu dijual, meski data sudah terhapus, masih bisa diambil oleh software.
"Saran saya, kalau sudah nggak dipakai, nggak usah dijual. Kalaupun rencana mau dijual, yang isinya tidak terlalu penting. Kenapa? itu jejak digital yang semuanya ada di dalamnya," cetusnya.
Dalam keamanan digital, peran individu memahami manfaat dan risiko akan meningkatkan kewaspadaan masing-masing individu agar tidak terjebak pada masalah yang tidak dipahami.
Ditambahkan oleh Wawan, yang membedakan manusia yang satu dengan yang lain adalah etikanya, ujung-ujungnya akan jadi karakter dan budaya. Makanya perlu digital ethics supaya kita melek informasi, dan yang paling penting adalah menjadi jati diri bangsa kita yang sopan.
“Kalau sudah masuk ke ruang digital, privasi sudah sangat tipis antara keterbukaan dan keterlanjangan. Makanya hati-hati, harus ada etikanya, termasuk dalam menyampaikan informasi medis dan rekam jejak digital pasien," tambahnya. (esy/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad