jpnn.com - JAKARTA - Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) melaksanakan Seminar Agama-Agama (SAA) Ke-37 Tahun 2022 di tengah Komunitas Masyarakat Adat Sunda Wiwitan Cigugur tepatnya di Balai Paseban Tripanca, Cigugur, Kuningan Jawa Barat.
SAA digelar pada 16-19 November 2022, dengan tema: "Rekognisi, Pemenuhan, dan Perlindungan Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan bagi Warga Negara."
BACA JUGA: PGI dan Kementerian ATR BPN Teken MoU Soal Sertifikasi Tanah Aset Gereja
Kepala Humas PGI Jeirry Sumampow menjelaskan, SAA ini adalah kegiatan rutin tahun PGI.
“Pilihan tempat ini dilakukan sebab PGI ingin menyatakan kepedulian dan keberpihakan nyata terhadap persoalan yang dialami komunitas penghayat agama leluhur dan secara khusus kepada Komunitas Masyarakat Adat Cigugur yang telah lama mengalami diskriminasi,” terang Jeirry dalam keterangan tertulisnya, Rabu (16/11).
BACA JUGA: Ketum PGI Mengenang Azyumardi Azra, Ada Kesan Mendalam
Dijelaskan, PGI juga ingin membangun kesadaran dan kepedulian banyak pihak - baik kelompok agama, adat, akademisi, peneliti, mahasiswa, pegiat budaya dan pemuda lintas agama - terhadap apa yang selama ini dialami kelompok masyarakat penghayat agama leluhur.
Jeirry mengatakan, salah satu kelompok masyarakat yang sering mengalami perlakuan diskriminasi dan intoleran adalah para penghayat atau penganut agama leluhur.
BACA JUGA: PGI Protes Keras, Buku PPKn Kelas VII Akhirnya Ditarik KemendikbudristekÂ
Misalnya, akses mereka terhadap pelayanan administrasi publik dan pendidikan di beberapa daerah masih mengalami hambatan yang berat.
Ironisnya, praktik itu terjadi meski Putusan Mahkamah Konstitusi No.97/PUU-XIV/2016 telah dengan tegas menyatakan bahwa penganut aliran kepercayaan memiliki kedudukan hukum yang sama dengan pemeluk 6 agama lainnya.
Seiring dengan itu, persoalan pelarangan beribadah, pendirian rumah ibadah, ujaran kebencian terhadap agama tertentu, penistaan agama, dan lain-lain makin marak muncul di banyak tempat.
“Dalam kerangka itulah PGI melaksanakan SAA Ke-37 Tahun 2022 di tengah Komunitas Masyarakat Adat Sunda Wiwitan Cigugur.”
SAA Ke-37 menghadirkan beberapa tokoh sebagai narasumber, seperti Dr. Wawan Junaedi, Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Kemenag RI Dr. Wawan Junaedi, Ketua Umum PGI Pdt. Gomar Gultom, Nia Sjarifuddin dari Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI), Wawan Gunawan dari Jakatarub Bandung; Engkus Ruswana (Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa), Husni Mubarak dari PUSAD Paramadina, Samsul Ma'arif dari CRCS UGM, Asfinawati dari YLBHI, Dewi Kanti (Komisioner Komnas Perempuan RI).
Jeirry mengatakan, materi-materi studi yang akan dilakukan juga akan bergelut dengan problematika diskriminasi dan intoleran yang terjadi, secara khusus kepada kelompok masyarakat penghayat agama leluhur.
“Diharapkan akan muncul gagasan-gagasan baik bagi upaya untuk memutus tindakan diskriminasi dan intoleran yang selama ini sudah terjadi.”
Gagasan-gagasan ini akan disampaikan secara terbuka kepada publik, termasuk kepada pemerintah untuk menjadi masukan acuan bagi pengelolaan keberagaman, khususnya keberagaman agama di negeri ini. (sam/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu