jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan aturan baru mengenai Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC).
Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK 68/PMK.04/2023 tentang Perubahan atas PMK 66/PMK.04/2018 tentang Tata Cara Pemberian, Pembekuan, dan Pencabutan NPPBKC.
BACA JUGA: Bea Cukai Lakukan Asistensi Ekspor di Parepare dan Tanjungpandan, Ini Tujuannya
Aturan yang ditetapkan per 12 Juli 2023 ini mulai berlaku pada hari ini, Selasa (1/8), dan selaras dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) terkait dengan pengaturan barang kena cukai (BKC) rokok elektrik.
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan, Encep Dudi Ginanjar menjelaskan beberapa pokok pengaturan PMK ini yang juga menyempurnakan PMK 66/PMK.04/2018.
"Perubahan dalam PMK ini ialah pada ketentuan luas pabrik hasil tembakau rokok elektrik," kata Encep melalui keterangan, Selasa (1/8).
BACA JUGA: Bea Cukai dan Instansi Terkait Gelar Pemusnahan Barang Ilegal di Jatim & Banjarmasin
Semula, lanjut dia menjelaskan, ketentuan luas pabrik rokok elektrik mengikuti ketentuan hasil tembakau, berupa HPTL, yaitu dikecualikan dari paling sedikit memiliki luas 200 meter persegi.
"Namun pada aturan baru, ketentuan luas pabrik rokok elektrik mengikuti ketentuan hasil tembakau secara umum, yaitu paling sedikit memiliki luas 200 meter persegi," bebernya.
PMK ini juga mengatur pemaparan proses bisnis yang dilakukan oleh pemilik atau penanggung jawab perusahaan.
Pemaparan tersebut ditujukan untuk mengetahui pemahaman dan kesesuaian pemilik atau penanggung jawab perusahaan dan dilaksanakan sesuai tanggal yang tercantum pada surat kesiapan pemaparan proses bisnis.
Hal lain yang diatur dalam PMK ini adalah perubahan penomoran NPPBKC dan perpanjangan NPPBKC penyalur dan pengusaha tempat penjualan eceran (TPE). Penomoran NPPBKC menggunakan NPWP sebagai bentuk penerapan single identity.
Selain diberikan NPWP, pengusaha BKC juga diberikan nomor identitas lokasi kegiatan usaha (NILKU).
Adapun untuk perpanjangan NPPBKC harus diajukan sebelum masa berlaku berakhir.
Permohonan perpanjangan dapat diajukan paling cepat dua bulan sebelum masa berlaku NPPBKC berakhir dan paling lambat sampai dengan sebelum masa berlaku NPPBKC berakhir.
Selanjutnya, berkaitan dengan sarana dan prasarana, PMK 68/PMK.04/2023 mengatur bahwa Kepala Kantor Bea dan Cukai, berdasarkan manajemen risiko, dapat meminta kepada pengusaha BKC, untuk menyediakan sarana dan prasarana.
"Pengusaha BKC wajib menyediakan sarana dan prasarana, seperti ruang kerja, CCTV online dan realtime, serta alat ukur untuk mengetahui jumlah bahan baku dan barang, paling lama enam bulan sejak diterimanya permintaan Kepala Kantor Bea dan Cukai," tegasnya.
Jika tidak, kata Encep, NPPBKC dibekukan paling lama 90 hari.
Terakhir, untuk monitoring dan evaluasi, PMK ini menetapkan siapa saja yang berwenang melaksanakan monitoring dan evaluasi beserta tugas dan ruang lingkupnya.
Monitoring dan evaluasi merupakan rangkaian aktivitas dalam rangka mereviu, memantau, dan mengevaluasi pengusaha BKC yang mendapatkan NPPBKC atas pemenuhan persyaratan dan ketentuan NPPBKC.
"Kegiatan tersebut dapat berupa penelitian administrasi dan pemeriksaan lapangan, baik oleh Direktur Cukai, Kepala Kantor Wilayah, maupun Kepala Kantor Pelayanan Bea Cukai," jelas Encep.
Ia pun menegaskan terbitnya PMK ini merupakan wujud komitmen Bea Cukai untuk secara kontinu memperbaiki kinerja, termasuk melalui regulasi yang dapat meningkatkan pelayanan dan kepastian hukum di bidang cukai.
"Kami pun berharap masyarakat, khususnya para pelaku usaha di bidang cukai, terus mendukung proses implementasi kebijakan ini dan dapat menjalin kerja sama yang baik dengan pemerintah untuk mewujudkan iklim usaha yang baik, ketertiban masyarakat, dan peningkatan penerimaan negara dari sektor cukai," ujar Encep. (mrk/jpnn)
Redaktur & Reporter : Sutresno Wahyudi