Ini Bukan Persoalan Ketidakpercayaan Terhadap MK

Jumat, 15 November 2013 – 14:25 WIB
Patrialis Akbar. FOTO: Fathra/JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Para hakim konstitusi terhenyak menyaksikan peristiwa ricuh yang terjadi di ruang sidang pleno Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis, (14/11) kemarin. Ini pertama kali dalam sejarah, ruang sidang yang sangat dihormati selama ini, dalam hitungan menit rusak oleh ulah pengunjung sidang di perkara PHPUD Provinsi Maluku.

Bahkan, karena tercengang melihat aksi  para pengunjung sidang, 8 hakim konstitusi sempat lupa lari menyelamatkan diri. Hingga sebuah microphone melayang menuju meja hakim, baru-lah para hakim sadar harus segera enyah dari ruang sidang pleno dan menghentikan sidang. Beruntung tak ada benda keras yang mendarat di badan hakim pengawal konstitusi.

BACA JUGA: Kasus Taman BMW, Foke Juga Terlibat

"Waktu di skors kita masih duduk-duduk dulu nonton apa yang terjadi ternyata mereka ngejar sampai meja hakim, di situ saya melihat semua hakim bergerak lari kayak puting beliung, termasuk saya juga," ujar Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.

Perbaikan sistem pengamanan pun dirasa perlu untuk diperbaiki.

BACA JUGA: Tak Perlu Meratapi Kenyataan

Bagaimana pendapat MK tentang peristiwa ricuh ini? Apa yang akan dilakukan selanjutnya oleh lembaga ini dalam penyelenggaraan sidang? Berikut wawancara dengan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar di ruang media Mahkamah Konstitusi pada Kamis malam, (14/11) kemarin :

 Bagaimana Mahkamah Konstitusi (MK) memandang peristiwa yang terjadi di sidang PHPUD Provinsi Maluku?

BACA JUGA: Polisi Juga Punya Syahwat

MK bukan lagi menyayangkan tapi sangat menyesalkan karena kejadian mengamuk di Gedung MK oleh sebagian orang itu. Ini merupakan

penghinaan terhadap lembaga peradilan.

Mulanya kami tidak  berpikir akan seperti itu. Kami telah membaca satu putusan untuk kasus Provinsi Maluku. Masih ada dua putusan lagi. Ketika kami sudah membaca satu putusan dan palu sudah Pak Hamdan (Zoelva), dan masuk pada putusan yang kedua, tiba-tiba ada teriakan keras. Mereka yang berada di tribun atas turun. Kira-kira 5 menit kemudian ada yang memecahkan kaca. Ada juga yang menyumpahi MK dengan kalimat-kalimat yang cukup kasar. Ya udah kami meneruskan sidang karena kami berpikir mereka di luar. Tapi sebenarnya saat saya lihat di pintu, mereka berdesak-desakan masuk.

Satpam kita cukup bagus mereka menahan supaya tidak masuk tapi tetap kebobolan. Mereka masuk dari kiri satpam. Mereka masuk ke dalam, begitu masuk mereka kayak orang beringas, podium mereka tendang, sound system dicabut dan dilempar-lemparkan, kursi-kursi juga dilemparkan, yang sebagian mengejar hakim.

Alhamdulillah Pak Hamdan cepat menutup sidang dan diskors. Waktu di skors kami masih duduk-duduk dulu nonton apa yang terjadi ternyata mereka ngejar, sampai meja hakim. Di situ saya melihat semua hakim bergerak lari kayak puting beliung, termasuk saya juga. Karena bukan apa-apa kita tidak mau juga melawan suasana yang seperti itu.

Menurut Anda, apa yang membuat mereka marah dan membuat kericuhan?

Menurut saya ini pelajaran yang amat sangat besar di negara ini.  Sebab, ini bukan berkaitan dengan persoalan kredibilitas MK di tengah-tengah masyarakat, tapi ini persoalan perilaku sebagian masyarakat yang tidak siap kalah dan tidak siap menang di dalam pemilihan kepala daerah sebab putusan yang dibacakan MK. Padahal saat itu bukan putusan pendapat MK tetapi putusan mengukuhkan keputusan KPU Provinsi  Maluku terhadap perhitungan suara ulang. Mereka melaporkan bahwa hasil setelah dilakukan pemungutan suara ulang (PSU) adalah segini rekaputilasi ya tentu. MK menerima hasil dan dibacakan sebagai bagian putusan MK. Jadi mereka menang atau kalah bukan urusan MK tetapi persoalan mereka harus kalah karena mereka sudah kalah di daerah waktu pilkada. Ini yang kami sayangkan.

Kami menyayangkan siapa di balik semua ini. Kenapa harus terjadi seperti itu. MK bukan memenangkan atau membuat kalah tapi memberikan keadilan pada pihak siapa harus menang atau kalah

Apa kejadian itu juga dipicu karena ketidakpercayaan masyarakat pada MK?

Saya kira bukan persoalan ketidakpercayaan masyarakat terhadap MK. Buktinya semua pilkada yang merasa bermasalah masih datang ke MK dan MK memutuskan dengan nyaman. Tapi ini bagian dari perilaku masyarakat yang tidak sanggup kalah, tidak sanggup menang, ada provokatornya, tim suksesnya, mungkin juga pemimpinnya. 

Kami juga enggak tau. Yang jelas ini digerakkan. Kalau enggak digerakkan mereka juga enggak mau spontan seperti itu apalagi massanya banyak. Buat apa mereka bawa massa banyak ke sini. Tunggu saja putusannya. Hakim konstitusi punya tanggungjawab luar biasa pada Tuhan yang Mahakuasa untuk memutuskana. Enggak main-main kita.

Apa ini imbas karena kasus dugaan suap yang menjerat Akil Mochtar?

Ini tidak ada hubungannya dengan Pak Akil. Ini terpisah. Ini kan kasus setelah Pak Akil enggak di sini. Jadi saya kurang setuju segala sesuatu dikaitkan dengan Pak Akil. Menurut saya ini karena sebagian masyarakat tidak siap. Saya juga dalam bulan-bulan ini pilkada luar biasa yang kita putuskan dan mereka terima.

5. Tapi kan sebelumnya tidak ada kejadian seperti ini di MK. Ini baru terjadi setelah Pak Akil ditangkap KPK.. 

Terserahlah kawan-kawan yang menilai. Kalau saya enggak sampai situ penilaian MK.

Persoalan yang dihadapi oleh salah seorang hakim MK, orang-orang justru memberikan komentar yang sebetulnya di luar kebenaran. Kenapa? karena rata-rata pengamat menghujat MK secara habis-habisan. Itu kan bukan persoalan MK secara institusi tapi persoalan personal tapi seakan-akan MK ini lagi kiamat. 

Semua orang menghujat MK. Ya kan prihatin tapi kami tidak boleh terus menerus pesimis, apatis bahkan sinis terhadap MK karena lembaga peradilan ini yang harus dijaga semua pihak. 

Komentar-komentar pengacara di sini (berperkara di MK) yang kalah juga banyak yang merendahkan harkat dan martabat peradilan. Itu sebetulnya tidak etis. Kecuali dapat dibuktikan konspirasi yang luar biasa bahwa MK bejat, semua hakim. Itu barulah kiamat kita. MK berjalan dengan baik, persidangan jalan baik dan etiket baik bentuk Dewan Etik. Kecuali di MK, ini dapat dibuktikan bahwa dalam putusan, semuanya terlibat, ini baru hancur.

Saya dengar di media wawancara pengamat lagi-lagi menyalahkan MK. Kita juga tidak mau memberikan pembelaan secara sembarangan, tapi kalau MK yang selalu disalahkan tanpa melihat persoalan secara real, maka komentar-komentar para pengamat itu pun ikut memberikan andil ketidakpercayaan masyarakat terhadap MK. Padahal mereka hanya komentar kosong.

Massa bisa menerobos apakah ada kesalahan atau kelengahan dari pengamanan?

Saya tidak mau menyalahkan siapa-siapa. Kami mendapat laporan dari Sekjen Janeedjri M. Gaffar, pihak keamanan sebenarnya sudah banyak di depan memang bertebaran, tapi massa yang datang jauh lebih banyak sehingga kewalahan. Ini juga ada protap di kita bahwa polisi tidak boleh masuk ke ruang sidang, sehingga polisi pun ragu-ragu masuk karena protapnya seperti itu, karena satpam ada di dalam. 

Tapi dalam kondisi seperti itu saya sudah sarankan tadi kepada Sekjen, kita jangan melarang polisi untuk masuk, biarkan. Kalau enggak begitu siapa yang akan menegakkan keamanan di dalam, siapa yang akan melakukan tindakan? satpam saja enggak cukup. Jadi protap juga langsung dibicarakan setelah peristiwa itu.

Saya terus juga langsung sms dan telepon Pak Kapolri Jenderal Sutarman karena suasana tidak menguntungkan ini.  Ini membuat kredibilitas lembaga peradilan di Indonesia tercoreng ulah sikap sebagian orang.

Ke depan pengamanan MK bagaimana?

Pengamanan tadi  sudah langsung dievaluasi. Pak Sekjen sudah koordinasi langsung dengan Polres Jakpus. Kami diberi informasi. Jadi semua tamu, memang harus pakai name taq. Tanpa kecuali siapapun. KTPnya ditinggal dicatat namanya. Tadi Sekjen katakan pada kami dalam satu bulan tim keamanan temukan 10 senjata. 10 pistol. Ini kan juga bahaya. 

Nanti akan lebih banyak polisi di depan pintu masuk. Bukan di luar saja. Tapi Kalau emergency harus masuk. Seperti tadi mereka ragu-ragu juga karena protapnya. Kami tidak bisa salahkan mereka juga. Walaupun kita sesalkan saat melihat hasil CCTV, di ruang sidang sudah ramai. Ada yang banting microphone. Itu dilakukan depan polisi.

Ada yang menganggap putusan MK tentang sengketa Pilkada Maluku syarat kecurangan sehingga mereka marah.

Saya tentu tidak ingin mengomentari putusan MK. Putusan MK itulah merupakan keadilan. Sekarang saya ingin kembali jelaskan, bahwa putusan MK itu dalam rangka kukuhkan di dalam bentuk satu putusan terhadaap Pilkada Provinsi Maluku yang dilaksanakann oleh KPU Provinsi Maluku.

MK hanya tinggal kukuhkan. Hasilnya bulat-bulat ada hasil rekapitulasi yang berasal dari KPU. Pemenangnya nanti KPU yang tentukan di putaran ke 2 Pilkada Maluku. Yang pertama kan soal Pemungutan suara ulang. Jadi MK tidak di situ. Siapa yang harus membacakan itu kalau bukan MK?.

Setelah peristiwa ini, apa ada pemikiran bahwa pilkada tidak perlu ditangani di MK?

Ini kita bicara pendapat. Sekarang begini, MK melaksanakan pilkada ini adalah merupakan tugas ekstra, bukan tugas inti yang ada di konstitusi. Ini adalah perintah Undang-Undang, bukan Undang-Undang Dasar 1945. Baik UU Pemda dan UU tentang Pemilukada. Nah karena ini adalah tugas yang diberikan UU, maka setiap saat tugas ini bisa saja dicabut kembali oleh pembuat UU. Terserah pembuat UU, DPR bersama pemerintah. Kalau tetap ingin konflik kada ini ditangani MK, ya MK laksanakan. Kalau dicabut, ya enggak ada masalah. Karena bukan beban MK untuk tangani ini, tapi MK laksanakaan tugas. Itu prinsi. Jangan dianggap MK yang ingin tangani ini. Ini tugas dari UU pemilu dan UU Pemda pada MK. (flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jangan Jadi Generasi Instan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler