Kasus Taman BMW, Foke Juga Terlibat

Jumat, 08 November 2013 – 10:29 WIB
Prijanto. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - MANTAN Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto buka-bukaan mengenai dugaan korupsi dalam penyerahan lahan fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos fasum) Taman Bersih Manusiawi Berwibawa (BMW), Sunter Agung, Jakarta Utara.

Mulai dari dugaan keterlibatan mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, hingga dugaan manipulasi dokumen tanah oleh perusahaan PT Agung Podomoro. Berikut, petikan wawancara tim INDOPOS (Grup JPNN) dengan Prijanto di kediamannya di kawasan Jalan Otista, Jakarta Timur, pekan lalu.

BACA JUGA: Tak Perlu Meratapi Kenyataan

Seperti apa kasus Taman BMW sebenarnya?

Permasalahan Taman BMW ini adalah permasalahan korupsi. Ada beberapa pihak yang patut diduga terlibat dalam kasus ini. Salah satunya mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo.

BACA JUGA: Polisi Juga Punya Syahwat

Bagaimana kronologinya?

Saya mengetahui pertama kali ada permasalahan dalam kasus Taman BMW pada September 2012. Ketika itu, Egi Sujana yang merupakan kuasa hukum Donald Guillame, ahli waris pemilik lahan Taman BMW datang ke kantor saya di Balaikota DKI dan menceritakan semuanya. Kemudian, setelah mendapat laporan tersebut saya langsung melakukan gelar perkara. Kesimpulannya, memang ada banyak kejanggalan dalam penyerahan lahan fasos fasum Taman BMW oleh Agung Podomoro.

BACA JUGA: Jangan Jadi Generasi Instan

Apa saja kejanggalannya?

Antara lain ada pada alamat yang tertera dalam Berita Acara Serah Terima (BAST) dari grup pengembang, PT Agung Podomora, ke Pemprov DKI Jakarta, pada 8 Juni 2007. Tertulis dalam dokumen itu bahwa, tanah yang diserahkan terletak di Jalan Rumah Sakit Koja, Kelurahan Papanggo.

Hal ini sangat janggal, karena ternyata tanah yang ditunjuk oleh Presiden Direktur Agung Podomoro, Trihatma Kusuma Haliman, ternyata lokasinya berada di Jalan R.E. Martadinata, Kelurahan Sunter Agung. Kemudian, kejanggalan lainnya, adalah dalam Berita Acara Serah Terima, tertera lahan yang dilepaskan seluas 26 hektare. Sementara, dalam Surat Pelepasan Hak (SPH) yang dilampirkan dalam BAST, pihak pengembang justru mencantumkan luas lahan yang dilepas hanya seluas 12 hektare atau hilang sebanyak 14 hektare. Kemudian, kejanggalan berikutnya surat pelepasan hak dari para penggarap tanah kepada pengembang pada 1990. Dokumen itu konon menjadi dasar sertifikat hak pakai ke kantor BPN pada 2003.

Andaikan benar pada 1990 tanah sudah di tangan pengembang, terus muncul hak pakai pada 2003, tentu tanahnya kini sudah bisa disertifikatkan. Namun kenyataannya hingga sekarang lahan tersebut belum bersertifikat.

Modus klaim tanah hingga penyerahan kepada Pemprov DKI seperti apa?

Pengembangnya, menurut Berita Acara Serah Terima adalah PT Agung Podomoro. Tapi, PT Agung Podomoro itu mewakili dari tujuh pengembang, seperti PT Astra Internasional, PT Subur Brother, dan sebagainya (Prijanto memperlihatkan sejumlah berkas). Tapi, pengembang PT Astra International dan PT Subur Brothers dalam persidangan perdata bilang tidak pernah ada hubungan dengan Taman BMW. Mereka sudah menyelesaikan kewajibannya menyerahkan fasos fasum ke Pemprov DKI Jakarta sendiri.

Berapa potensi kerugian dalam kasus ini?

Potensi kerugian negara akibat pembohongan lahan BMW yang sudah masuk aset Pemprov DKI itu ditaksir mencapai Rp 737 miliar.

Apa harapan Anda ke depan?

Kami berharap penegak hukum, dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secepatnya menangani masalah ini.  Pihak-pihak yang terlibat, harus dijatuhi sanksi tegas atas perbuatannya. Kami juga berharap, Pemprov DKIJakarta di bawah kepemimpinan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama, segera menyadari bahwa mereka dibohongi oleh perusahaan pengembang yang menyerahkan lahan fasos fasum yang tidak sah. (*)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Anak Itu Bagaikan Kertas Kosong


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler