jpnn.com - BOGOR - Sudah sejak 1966 ada gagasan pembangunan kawasan Jabodetabek terintegrasi, namun belum terwujud hingga saat ini.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Ferry Mursyidan Baldan pun berupaya merealisasikan gagasan lawas itu.
BACA JUGA: E-Budgeting, Jokowi dan Ahok Dianggap Kebiri Fungsi Legislatif
"Saya ingin menggugah kesadaran kita tentang ini. Sebagai bangsa harus punya rasa malu. Gagasan sudah ada sejak 1966," kata Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Ferry Mursyidan Baldan dalam Konferensi Internasional Kelima Jabodetabek Study Forum di Kampus Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), Selasa (17/3).
Selama konsep tersebut tercetuskan, sudah sekian banyak peraturan, kerjasama, support, tetapi tidak kunjung berhasil dalam menyelesaikan. Selama ini kegagalan juga terjadi karena semua pihak menganggap pembangunan wilayah hanya sebuah proyek dan terpisah.
BACA JUGA: Disdik DKI Klaim KJP tak Terganggu Kisruh APBD
Bahkan, Inpres pun dimunculkan dan terakhir Perpres 54 tentang penataan ruang kawasan Jabodetabek Bopuncur. "Ini sudah lama. Kalau memang tidak beres juga, saya memberi waktu kepada IPB, merenung, hentikan proyek ini kalau tidak bisa memperbaiki," kata Ferry.
Ditegaskan, sebagai sebuah kawasan semuanya harus dipandang sama. Tak ada duplikasi kewenangan. Namun yang terjadi, secara administrasi, terjadi perbedaan kewenangan dan cita-cita yang berbeda.
BACA JUGA: Ahok Beber Kelakuan Anggota DPRD Anak Pejabat Pemda DKI
Semua pihak sudah harus berhenti mempersoalkan kota Jakarta sebagai kota besar dan melupakan kota penunjang di sekitarnya.
"Yang ingin kita bangun adalah kawasan untuk hidup. Kalau hanya membangun kota Jakarta, mudah. Sebagai sebuah ibukota, harus dipotret sebagai sebuah kawasan," ucap Ferry.
Dikatakan, Pemda juga tidak terbiasa membangun kawasan yang melintasi batas-batas administrasi wilayah. Khusus di wilayah DKI Jakarta, Menteri ATR mengusulkan agar dilakukan moratorium pembangunan fisik, minimal selama dua tahun. Kemudian, menggenjot sistem drainase terlebih dulu.
Menurutnya, ketika rencana tata ruang tersusun, harus diperkuat dengan adanya beberapa kewenangan yang bersifat khusus. Jadi, Jabodetabek tidak perlu gubernur baru. Dengan demikian, rencana tata ruang kawasan bisa mendasarkan pada daya dukung wilayah dalam konteks rencana tata ruang nasional. Sehingga tata ruang dan agraria terencana secara simultan dan terintegrasi.
Ke depannya, Kementerian ATR menawarkan beberapa point utama terkait pembangunan kawasan integrasi Jabodetabek. Yakni perlunya regulasi khusus yang bersifat lex specialis.
Selanjutnya, membentuk badan pemerintahan khusus yang limitatif. Yang mengatur kewenangan dan periodisasi untuk mngelola pemda dalam mengatur kawasan. "Bukan semacam kumpulan Bapeda-Bapeda, supaya merasa tidak di atas kepala daerah," ucapnya.
Berikutnya, mengembangkan forum bersama Pemda Jabodetabek. Kemudian dilanjutkan penyusunan RTRW dari kawasan Jabodetabek.
Kepala Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah-IPB, Ernan Rustiadi, menjelaskan, Jakarta sudah menjadi kota terbesar di dunia dan masih akan terus bertumbuh. "Mungkin akan menjadi kota raksasa terbesar karena ekspansinya masih masif," kata Ernan.
Ke depannya, pembangunan kawasan Jabodetabek butuh regulasi yang kuat dari pemerintah. Tanpa kontrol kuat, kerusakan lingkungan hingga kapasitas transportasi, justru akan banyak mengancam ekonomi. (adn/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ahok Sebut Mantan Dirut PT Jakpro ââ¬Å½Bisa Jadi Tersangka
Redaktur : Tim Redaksi