Ini Kejanggalan Vonis Ahok Menurut Bu Yenti

Jumat, 12 Mei 2017 – 22:55 WIB
Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti Yenti Garnasih. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat hukum Yenti Ganarsih menilai vonis majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) untuk Basuki T Purnama cukup janggal.

Dosen di Universitas Trisakti itu bahkan mengaku tak menyangka majelis hakim memutus Ahok -panggilan akrab Basuki- bersalah dalam perkara penodaan agama dan menjatuhkan hukuman dua tahun penjara dengan diikuti perintah penahanan.

BACA JUGA: Mendagri Tunggu Niat Baik Vero Si Pengecam Jokowi di Depan Ahoker

Yenti mengatakan, dirinya bisa menghormati putusan pengadilan. Namun, vonis pengadilan bukan berarti tak boleh dikritisi.

Menurut Yenti, jaksa penuntut umum (JPU) menggunakan dakwaan alternatif untuk Ahok, yakni Pasal 156 KUHP tentang penghinaan terhadap suatu golongan dan 156a KUHP tentang penodaan agama. Artinya, kata Yenti, majelis hakim bisa memilih satu dari pasal yang didakwakan.

BACA JUGA: Ini Imbauan Ketum PPP Pasca Ahok Divonis 2 Tahun Penjara

“Namunm bukan memilih begitu saja, tapi ada alurnya. Yaitu setelah ada proses pembuktian oleh jaksa penuntut umum," ujar Yenti, Jumat (12/5).

Akademisi yang dikenal sebagai pakar hukum tindak pidana pencucian uang itu menambahkan, ketika JPU menyatakan Pasal 156a KUHP tidak bisa dibuktikan, maka sesuai ketentuan hakim tidak lagi memilih pasal tersebut untuk menjatuhkan putusan. Sebab, Hakim hanya tinggal menentukan apakah terbukti atau tidak atas dakwaan pasal 156.

BACA JUGA: Selain Kumpulkan KTP, Gantikan Ahok di Penjara pun Kami Siap

"Perlu diingat, bahwa yang punya kewajiban membuktikan adalah JPU, bukan hakim. Ini didasari adanya adagium siapa yang menuduh atau mendakwa, dialah yang membuktikan,” tuturnya.

Karenanya, ketika JPU perkara Ahok menganggap Pasal 156 A tidak terbukti, maka yang digunakan dalam tuntutan adalah Pasal 156 KUHP. Sedangkan hakim, kata Yenti, perannya bukan untuk membuktikan.

Yenti menegaskan, kewenangan hakim adalah memutus perkara. Sesuai logika hukum pula, katanya, hakim seharusnya tidak keluar dari hal yang dituntut jaksa.

"Biasanya, putusan hakim juga selalu lebih rendah dari tuntutan. Karena bagaimana pun jaksa dalam posisinya, mendakwa dan menuntut setinggi tingginya" kata Yenti.

Selain itu, Yenti juga menyoroti langkah majelis hakim yang memerintahkan jaksa penuntut umum langsung menahan Ahok. Padahal, Ahok mengajukan banding.

Yenti menyebut perintah itu sedikit aneh. Pasalnya, Ahok selama persidangan digelar tak pernah ditahan karena dinilai tak ada alasan subjektif untuk menahan gubernur DKI yang kini nonaktif itu.

"Selama 21 kali persidangan hakim tidak juga minta penahanan. Makanya jadi aneh begitu putusan oleh hakim yang sama, tiba-tiba harus ditahan. Padahal tadinya tidak ditahan, kan sikap hakim jadi inkonsisten, apalagi sedang upaya banding," pungkas Yenti.(gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Prediksi Fadli Zon soal Kans Politik Ahok ke Depan


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler