Ini Kelemahan-kelemahan UU Pilkada yang Baru

Sabtu, 04 Juni 2016 – 08:33 WIB

jpnn.com - JAKARTA- DPR RI baru saja mengesahkan UU Pilkada hasil dari perubahan kedua atas UU No 1/2015. Namun sayangnya, revisi ini dinilai tidak menciptakan pemilihan kepala daerah yang lebih baik dari sebelumnya.

Masykurudin Hafidz, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menemukan setidaknya ada 5 pasal perubahan yang membuat UU Pilkada yang baru ini cacat. "Saya menilai banyak pasal perubahan yang tak membuat pelaksanaan Pilkada akan menjadi lebih baik," ujar Masykurudin kepada INDOPOS, di Jakarta, kemarin (3/6).

BACA JUGA: Duh, Pilkada Warisan 2015 Belum Digelar Sampai Sekarang

Pasal 41 misalnya, persyaratan calon perseorangan berdasarkan jumlah pemilih. Ketentuan ini membuka peluang jumlah pasangan calon dari jalur independen meningkat. Ketentuan ini juga akan menurunkan jumlah KTP yang dikumpulkan melalui jalur perseorangan. 

"Yang juga menjadi catatan di pasal ini adanya ketentuan KTP elektronik menjadi hambatan tersendiri dalam pelaksanaan nantinya. Bagi pemilih yang belum mempunyai KTP elektronik dan nyata-nyata mendukung calon perseorangan akan menghadapi kendala," ungkapnya.

BACA JUGA: Jago PKS Mulai Terlihat

Lalu pasal 74 yang meningkatkan batas maksimum sumbangan perseorangan dari Rp 50 juta ke Rp 75 juta dan badan hukum dari 500 juta ke 750 juta. Bagi Masykurudin, ketentuan ini bukan jalan keluar untuk menciptakan keadilan antar pasangan calon. 

"Justru ketentuan ini membuka peluang bagi para penyumbang pihak lain untuk melakukan politik transaksional kepada pasangan calon," katanya.

BACA JUGA: Omongan Pejabat Kemendagri Ini Menohok KPU

Sementara ketentuan tidak ada batasan sumbangan dari pasangan calon yang menjadi faktor utama perbedaan dana kampanye selama ini tidak diperbaiki. "Hal ini berdampak besar terhadap intensitas mempengaruhi pilihan pemilih serta berpotensi menyebabkan ketidakadilan antar pasangan calon akan terulang kembali," cetusnya.

Kemudian, di pasal 40, terkait persyaratan dari unsur partai poltik yang mempunyai kursi di DPRD. Dirinya menilai hal itu akan membuat minimnya lahirnya calon dari parpol. Dikarenakan parpol akan cenderung melakukan koalisi. "Partai politik untuk membangun koalisi besar semakin akan terjadi dan ini akan mengurangi aspek representasi pemilih di daerah," tuturnya.

Masykurudin memuji pasal 73, mengenai sanksi administrasi politik uang berupa pembatalan sebagai pasangan calon. Menurut dia, sanksi ini akan berdampak signifikan dengan memunculkan kehatian-hatian dari pasangan calon untuk melakukan politik transaksional. 

"Namun perlu ada mekanisme prosedural yang jelas bagaimana proses penegakan sanksi administrasi ini yang dilakukan oleh Bawaslu sehingga kepastian hukum terwujud," imbaunya.

Namun apa yang diucapkan oleh pemerhati pemilu ini dibantah oleh anggota Komisi II dari PDIP Arteria Dahlan. Ia secara tegas menyatakan bahwa UU Pilkada yang baru ini membuat penyelenggaraan Pilkada 2017 akan lebih optimis.

"Ya pertama kita sampaikan bahwa revisi membawa banyak perubahan khususnya dalam hal mengatur perilaku penyimpangan dan potensi daya rusaknya terhadap demokrasi," kata Arteria juga kepada INDOPOS, kemarin (3/6). (dli/dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Internal PKPI Memanas, Kepemimpinan Isran Noor Disoal Kader Daerah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler