jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah diminta memperkenalkan aneka pangan lokal pengganti beras dengan komoditas lain yang setelah diteliti dan justru mempunyai kandungan yang lebih baik dibandingkan beras.
Hal itu disampaikan Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung, Tati Nurmala, dalam webinar bertema "Pendayagunaan Potensi Hanjeli sebagai Bahan Diversifikasi Pangan Alternatif yang Sangat Prospektif di Pasar Global" beberapa waktu lalu.
BACA JUGA: 610.632 Ton Beras Petani Siap Diserap Bulog
"Ketergantungan terhadap beras di Indonesia itu sangat berat. Dalam beberapa tahun terakhir sudah turun dari 134 kg per kapita per tahun menjadi 110 kg per kapita per tahun. Sebaiknya kita tidak bergantung pada satu jenis komoditas saja. Karena itulah waktunya kita dorong hanjeli menjadi pangan alternatif pengganti beras," kata Tati.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Tati, dalam 100 gram hanjeli terdapat karbohidrat sebanyak 76,4%, protein 14,1%, lemak nabati 7,9%, dan kalsium sebesar 54 miligram. Kandungan protein pada hanjeli mencapai 8,8% dan kalsium 18 miligram, lebih tinggi dari beras.
BACA JUGA: Sagu jadi Pengganti Beras Selama Perubahan Iklim
Indeks glikemik hanjeli tergolong rendah, yaitu 50 ke bawah. Kandungan karbohidrat pada hanjeli juga lebih rendah daripada beras, yakni berada di angka 87,7%.
Hanjeli cocok bagi penderita diabetes atau seseorang yang sedang mengikuti program diet atau menghindari beras.
BACA JUGA: Berkenalan dengan Hanjeli, Bahan Makanan Pengganti Nasi, Manfaatnya Luar Biasa
"Hanjeli bisa dijadikan sebagai pangan fungsional pengganti beras. Apalagi hanjeli tidak butuh pasokan air sebanyak padi. Kadar kalsiumnya juga tinggi sekali, bisa untuk mengendalikan osteoporosis," kata Tati.
Tidak hanya jadi bahan pangan dan obat, hanjeli juga dapat membantu konservasi lahan. Akarnya dapat menetralkan tanah.
Di China, imbuh Tati, hanjeli disimpan di atas kain sutra dalam stoples. Biji hanjeli terpajang di etalase. Bukan tidak mungkin, hanjeli bakal dipuja kelak.
"Di supermarket dijual di tempat herbal, harganya di atas Rp100.000 per kilogram," kata Tati.
Mendorong pangan lokal selain beras ini sejalan dengan ajakan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Syahrul meminta agar masyarakat dapat mengonsumsi sumber karbohidrat berbasis lokal yang juga mengenyangkan. Hal ini sebagai upaya untuk mendukung diversifikasi pangan.
Menurut Syahrul, masyarakat Indonesia masih memegang prinsip tak kenyang apabila belum makan nasi'. Prinsip itu, menurut Menteri Syahrul, harus dikikis.
"Diversifikasi pangan menjadi pilihan. Seseorang bisa kenyang tidak hanya dengan beras. Aneka pangan lokal bisa menjadi pilihan," kata Syahrul. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi