JAKARTA – Tantangan berat masih akan dihadapi sektor keuangan di Indonesia. Menurut Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Destry Damayanti, ada lima tantangan yang harus dihadapi. ''Pertama, pembangunan infrastruktur lima tahun mendatang membutuhkan biaya yang sangat besar,'' ujarnya di Jakarta kemarin (10/2). Hal itu seiring dengan nawacita yang diusung pemerintahan Presiden Joko Widodo yang mengedepankan pembangunan infrastruktur.
''Infrastruktur dimaksudkan sebagai salah satu motor pendorong pertumbuhan ekonomi. Biaya infrastruktur sangat besar bila dibandingkan dengan realisasi akumulasi selama 10 tahun terakhir,'' tutur Destry.
Menurut dia, hal tersebut akan dirasa cukup berat bila pemerintah tidak berani mengeluarkan terobosan kebijakan untuk memperdalam sektor keuangan. ''Sebisa mungkin harus ada terobosan. Misalnya, menciptakan instrumen-instrumen baru yang diminati pasar atau menarik dana dari luar,'' jelas dia.
Kedua, lanjut Destry, ketergantungan korporasi terhadap pembiayaan perbankan masih sangat tinggi. Di sisi lain, akses ke pasar modal sangat terbatas. Belum maksimalnya penetrasi pasar modal juga menjadi penyebab kurangnya akses ke lantai bursa.
Terbukti, jumlah investor yang tercatat di pasar modal masih minim. Di antara 250 juta masyarakat Indonesia, hanya 420 ribu orang yang tercatat berdasar single investor identification (SID) KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia). Artinya, investor pasar modal hanya 0,2 persen dari total populasi masyarakat Indonesia.
Tantangan ketiga, daya saing perbankan Indonesia masih relatif tertinggal jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Padahal, sambung dia, Indonesia sudah menjadi bagian dari Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Keempat, pasar modal Indonesia relatif masih volatile kalau dibandingkan dengan negara lain. Sebab, beberapa sentimen eksternal masih menjadi moÂmok bagi pergerakan pasar modal di tanah air.
Kelima, kualitas kredit perbankan memburuk meski masih masuk kategori dapat dikelola (manageable). Terkait dengan kredit, Destry menyarankan sektor perbankan mewaspadai tingkat kredit bermasalah (NPL). Belum pulihnya seluruh funÂdamental ekonomi di dalam negeri mau tidak mau memengaruhi kinerja beberapa sektor. Otomatis, bisnis beberapa sektor stagnan sehingga muncul risiko kredit bermasalah.
Namun, LPS meyakini semua tantangan itu dapat diatasi setelah adanya beberapa paket kebijakan dari pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Salah satu kebijakan tersebut adalah formulasi ulang (reformulasi) perhitungan aset tertimbang menurut risiko (ATMR) dalam penghitungan risiko kredit. Kemudian, relaksasi perhitungan dan penilaian kualitas kredit untuk kredit kecil serta relaksasi capital participation. (dee/c14/oki/pda)
BACA JUGA: Harley-Davidson Beri Diskon Besar-besaran!
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menpar: Terimakasih, Pers Mulai Menengok Sektor Pariwisata
Redaktur : Tim Redaksi