jpnn.com - JAKARTA – Gubernur Provinsi Banten Rano Karno mengucapkan terima kasih kepada Kemendikbud atas penganugerahan Aksara Utama kepada daerahnya pada puncak Hari Aksara Internasional 2016 lalu. Anugerah tersebut, menurut Rano, merupakan lecutan semangat bagi Pempro Banten untuk terus menerus memberantas buta aksara di Banten.
“Saat ini, di Banten, penduduk yang masih buta aksara masih ada 15 ribu orang. Melalui gerakan membaca, jumlah tersebut diharapkan akan berkurang seiring dengan kesadaran masyarakat untuk giat belajar membaca," kata Rano dalam rilisnya, Minggu (3/4).
BACA JUGA: MK Watch Desak KPK Awasi MK
Selain mendorong masyarakat, Rano juga sudah perintahkan Dinas Pendidikan dan Badan Arsip Daerah Provinsi Banten bersinergi untuk Banten lebih baik.
Lebih lanjut, Rano mengutip sejarah Banten dengan penduduk aslinya suku Baduy dan kehadiran Eduard Doewes Dekker alias Multatuli, adalah Asisten Residen Lebak di sebelah selatan Karesidenan Banten yang bertempat di Rangkasbitung pada Januari 1856.
BACA JUGA: Lucu Banget, Polisi Cilik Bikin Iri Polisi Gede
“Eduard menjalankan tugas cukup baik dan bertanggungjawab. Ia memerintah Lebak hanya empat bulan. Namun, kegigihan dan keberanian seorang kolonial Belanda yang menulis dan menyampaikan ke penjuru dunia bahwa ada kesewenang-wenangan dan penindasan terhadap masyarakat Lebak yang dilakukan pemerintah Belanda, sebagaimana tertuang dalam buku Max Havelaar 1860 dengan mengungkap fakta bahwa kerja rodi yang dibebankan pada rakyat distrik telah melampaui batas," ujar Rano.
Selain itu lanjut politikus PDIP ini, Eduard bahkan menjumpai praktik pemerasan yang dilakukan oleh Bupati Lebak dan para pejabatnya dengan meminta hasil bumi dan ternak kepada rakyatnya.
BACA JUGA: Klaim Entaskan Lima Ribu Desa Sehat dan Cerdas
Eduard berjuang dengan gagah yang dituangkan dalam karya sastra dengan kekuatan literatur melalui penanya Multatuli. "Saat ini, Multatuli diabadikan dengan Jalan Protokol di Rangkasbitung," katanya.
Menurut dia, kegigihan Eduard Douwes Dekker itu membawa inspirasi perubahan bagi bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan itu.
Karena itu ujarnya, membaca sangat penting untuk melakukan perubahan-perubahan sehingga sadar betul gemar membaca dapat menambah pengetahuan.
“Pendiri bangsa ini, seperti Bung Karno yang terkenal dengan kutu buku, bahkan seluruh waktu untuk digunakan membaca. Selain itu juga Bung Hatta sangat mencintai membaca buku, bahkan dia dipenjarakan Belanda dengan membawa buku sebanyak 16 peti," imbuh Rano.(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pejabat Sementara Kades Boleh Kelola Dana Desa
Redaktur : Tim Redaksi