Inikah Penyebab Murid Berani Pukul Guru?

Sabtu, 03 Februari 2018 – 09:18 WIB
HZF, murid yang pukul Achmad Budi Cahyanto. Foto: GHINAN SALMAN/Jawa Pos Radar Madura/JPNN.com

jpnn.com, SAMPANG - Peristiwa kekerasan yang menimpa Achmad Budi Cahyanto, guru seni rupa di SMAN 1 Torjun, Sampang, Madura, hingga meninggal dunia, tidak boleh terulang lagi.

Budi menghembuskan napas terakhir usai dipukul muridnya sendiri, inisial HZF.

BACA JUGA: Pak Guru Meninggal Usai Dipukul Murid, Istri Sedang Hamil

Para pendidik harus mendapat perlindungan hukum yang lebih jelas. Dengan demikian, keselamatannya terjamin dalam menjalankan profesinya.

Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa Timur Ichwan Sumadi berharap pemerintah mengevaluasi perlindungan hukum terhadap guru.

BACA JUGA: Pak Guru Dipukul Muridnya, Tiba di Rumah Salat, Lantas…

Pemerintah hanya menelurkan undang-undang tentang guru dan dosen. Namun, di dalamnya tidak pernah ada penjabaran secara terperinci mengenai perlindungan bagi pendidik.

Akibatnya, banyak guru yang berurusan dengan hukum jika memberikan sanksi disiplin kepada siswa.

BACA JUGA: Astaga, Tante Kartika Habisi Keponakan Sendiri di Musala

”Kalau ada siswa yang mengancam guru, bagaimana sanksinya?” katanya kepada Jawa Pos Radar Madura, Jumat (2/2).

Sanksi disiplin kepada siswa kerap dibenturkan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak. Akibatnya, banyak guru yang masuk sel. Hal itu mendorong siswa berani terhadap guru.

Padahal, guru menjatuhkan sanksi pasti memiliki sebab dan terukur. ”Undang-Undang Perlindungan Anak bagus. Tapi, jangan sampai kebablasan,” katanya.

Kepada pengelola sekolah, Ichwan berharap penanaman pendidikan karakter dipertegas. Mental dan perilaku siswa harus dipupuk dengan kebaikan. Salah satunya melalui aktivitas kerohanian.

Ketua PGRI Sampang Achmad Mawardi mengatakan, pendidikan karakter akan berhasil jika orang tua mendukung penuh. Waktu guru mendidik di sekolah terbatas. Anak lebih lama dengan orang tua.

”Membangun karakter siswa itu tidak mudah. Jangan hanya menyalahkan guru ketika anak itu bandel,” ucap Wawang, panggilan karib Achmad Nawardi.

Aturan di sekolah sudah luar biasa. Ada aturan dan tata tertib agar siswa betul-betul terdidik. Meski demikian, pihaknya tetap meminta agar guru tetap profesional. ”

Kesalahan siswa harus diingatkan dengan cara yang baik agar tidak terjadi ketersinggungan. Tapi, kami tetap mengecam tindakan siswa yang telah menganiaya gurunya sendiri,” jelasnya.

Anggota Dewan Pendidikan Kabupaten Sumenep (DPKS) Syamsuri menyatakan, peristiwa itu perlu dijadikan cambuk bagi masyarakat, pemerintah, orang tua, dan pengajar. Kasus tersebut merupakan contoh jelas degradasi moral dalam dunia pendidikan.

”Kalau ada yang membantah ide yang menyatakan tentang degradasi moral dalam dunia pendidikan, tunjukkan saja kasus ini,” jelasnya.

Kasi Pendma Kemenag Sumenep Moh. Tawil menyatakan, diperlukan evaluasi di semua lini pendidikan. Salah satu cara untuk meminimalkan perbuatan seperti itu adalah pendidikan karakter.

”Jika pengajaran sopan santun, hubungan guru dan murid, murid dengan orang tua, atau dengan masyarakat sekitar masih kurang, mari tingkatkan lagi,” terangnya.

Kepala Disdik Sumenep A. Shadik berharap penegak hukum memproses sebagaimana mestinya. Dia mengimbau orang tua siswa lebih memperhatikan anak.

Sebab, kata dia, sekolah tidak cukup untuk memberikan seluruh pengetahuan yang diperlukan anak didik.

”Dulu kemungkinan ada guru yang memukul murid, tapi untuk kebaikan. Setelah itu, murid tidak terima dipukul guru, didukung orang tua, akhirnya guru dipolisikan. Lalu, meningkat lagi jadi guru yang dihajar murid. Ini miris,” tegasnya. (pen/ghi/aji/luq/c6/ang)


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler