jpnn.com - Achmad Budi Cahyanto, guru seni rupa di SMAN 1 Torjun, Sampang, Madura, meninggal dunia, Kamis (1/2) pukul 21.40 di RSUD dr Soetomo, Surabaya.
Erangan sang kakak itu masih diingat betul oleh Siti Choirun Nisak Ashari. Sambil memegang leher, Achmad Budi Cahyanto berkali-kali bilang, ”Sakit.”
BACA JUGA: Makanya, Honorer Mesti Cari-cari Usaha juga di Luar
”Dia juga bilang dipukul muridnya. Tetapi, saat ditanya siapa nama murid yang memukulnya, jawabannya tidak jelas,” ucap Siti kepada Jawa Pos Radar Madura, Jumat (2/2).
Pukulan si murid yang belakangan diketahui bernama HZF itulah yang diduga kuat mengantarkan Budi pada ujung usia.
BACA JUGA: Jenazah Dibiarkan di Ranjang dengan Harapan Hidup Lagi
Guru seni rupa di SMAN 1 Torjun tersebut dinyatakan meninggal pada Kamis (1/2) pukul 21.40 di RSUD dr Soetomo, Surabaya.
Kasatreskrim Polres Sampang AKP Hery Kusnanto menerangkan, pihaknya telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di SMAN 1 Torjun sekaligus meminta keterangan sejumlah saksi untuk mendukung pemeriksaan kasus itu.
BACA JUGA: Doktor Andi Setiap Hari Bawa Batu, Tutup Lubang di Jalan
”Tersangka sudah kami amankan Kamis malam, sekitar pukul 24.00. Saat ini berada di Polres Sampang dan statusnya kami tetapkan sebagai tersangka,” terangnya.
Menurut Hery, sebelum penangkapan, pihaknya berkoordinasi dengan keluarga tersangka yang berusia 16 tahun itu. Keluarga kooperatif dan menyerahkan HZF kepada polisi.
Proses hukum perkara tersebut menggunakan sistem peradilan anak karena tersangka di bawah umur. Tersangka dijerat dengan pasal 351 ayat 3 KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan orang lain meninggal dunia.
Hery melanjutkan, segi ancaman hukuman sama, dipidana. ”Cuma, perlakuannya, hukuman anak di bawah umur separo dari hukuman orang dewasa. Penanganannya hampir sama dengan orang dewasa,” katanya.
Petaka tersebut bermula saat jam pelajaran sesi terakhir di SMAN 1 Torjun Kamis lalu. Saat itu Budi yang baru merayakan ulang tahun ke-27 pada 23 Januari lalu mengajar seni rupa dengan materi seni lukis di kelas XII.
Kemudian, sang guru membagi siswa secara berkelompok. Sesuai perjanjian, mereka dilarang mengganggu kelompok lain.
Jika melanggar, siswa yang bersangkutan akan dicoret dengan cat lukis di bagian pipi.
Ternyata, HZF tidak mendengarkan perintah guru. Siswa kelahiran 2001 asal Kecamatan Torjun itu malah mengganggu teman-temannya dengan mencoret-coret lukisan mereka.
Teguran sang guru tidak dia hiraukan. Bahkan, dia semakin menjadi-jadi. Budi lantas menindak HZF dengan mencoret pipinya dengan cat lukis. HZF ternyata tidak terima, lalu memukul gurunya itu.
Sejumlah siswa di kelas berusaha melerai. Budi kemudian dibawa ke ruang guru. Di tempat tersebut, dia menjelaskan duduk perkaranya kepada Kepala SMAN 1 Torjun Amat. Setelah itu, Budi dipersilakan untuk pulang lebih awal.
Siti mengingat, sepulang dari sekolah pada Kamis siang lalu, sang kakak tak memperlihatkan tanda-tanda ketidaklaziman. Siti menceritakan, setiba di rumah, Budi salat, kemudian tidur.
Baru setelah itu Budi mengerang kesakitan sembari memegang leher. Karena kondisinya kian buruk, Budi dibawa ke RSUD Sampang sekitar pukul 17.00.
Oleh pihak rumah sakit pelat merah tersebut, Budi dirujuk ke RSUD dr Soetomo.
Ambulans yang membawa Budi sampai di RSUD dr Soetomo pada Kamis pukul 20.19. Sayang, setelah mendapatkan perawatan selama hampir dua jam, Budi mengembuskan napas terakhir.
Kepala PKRS RSUD dr Soetomo dr Pesta Parulian Maurid Edwar SpAn mengatakan bahwa Budi sempat mendapatkan perawatan.
”Tetapi sudah terlambat dan diduga ada trauma berat di kepala,” ungkapnya saat dihubungi Jawa Pos kemarin.
Jenazah dimakamkan kemarin (2/2) pada pukul 09.18 di Tempat Pemakaman Umum Dusun Pliyang, Desa Tanggumong, Kecamatan Sampang.
Sebelum dimakamkan, jenazah Budi disalatkan di Masjid Al Hidayah yang berdekatan dengan tempat peristirahatan terakhir almarhum.
Ribuan warga, termasuk guru, siswa, seniman, dan pejabat, mengantarkan jenazah Budi ke pemakaman. Praktis, Jalan Jaksa Agung Suprapto sempat menjadi lautan manusia.
Tragedi yang menimpa Budi itu langsung menjadi perhatian luas. Dinas Pendidikan (Disdik) Jatim kemarin berkoordinasi dengan pihak sekolah dan Polres Sampang.
Kepala Disdik Jawa Timur Saiful Rachman menyatakan mendapat pesan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy agar proses hukum kasus tersebut tetap berlanjut. Selain itu, pihaknya menyerahkan semua urusan kepada pihak berwajib.
”Saat ini HZF sudah diperiksa. Jika nanti dibutuhkan, kami juga siap memberikan pendampingan hukum bagi keluarga almarhum,” kata Saiful saat datang ke rumah duka bersama perwakilan Kemendikbud.
Disdik juga membuat kebijakan terhadap siswa kelas XII itu. Pertama, disdik sudah menginstruksikan SMAN 1 Torjun untuk tidak mengeluarkan HZF dari sekolah. Meskipun siswa itu memiliki banyak catatan merah di bimbingan dan konseling (BK). ”Karena kita adalah pendidik, bukan sekadar pengajar,” kata Saiful.
Bukan hanya itu, HZF juga tetap memperoleh hak untuk mengikuti seluruh ujian di akhir masa pendidikannya. Baik UNBK maupun UASBN. Hanya, penentuan kelulusan tetap di tangan sekolah.
Disdik juga menegaskan bakal memberikan reward bagi Budi. Pihaknya sudah mengusulkan kepada gubernur agar sang guru menjadi pahlawan pendidik Jatim.
Dari Jakarta, Mendikbud Prof Dr Muhadjir Effendy mengungkapkan dukanya dengan mengirim karangan bunga ke rumah Budi.
”Saya sudah dengar, juga sudah mengirim utusan Kemendikbud untuk menelisik sekalian menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban,” katanya.
Dia mengakui, pelanggaran etika, tindakan indisipliner, perilaku menyimpang, dan sejenisnya masih sering terjadi di kalangan siswa.
Muhadjir mengatakan sudah sering mengingatkan sekolah agar betul-betul memfungsikan keberadaan BK.
”Harus memiliki data yang akurat dan analisis yang cermat terhadap sifat dan perilaku masing-masing siswa,” ucap Muhadjir.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Listyarti juga menyampaikan keprihatinan lembaganya atas kasus di Sampang itu.
Dia mengatakan, KPAI meminta pihak kepolisian untuk mengusut apa sebenarnya penyebab kematian tersebut.
”Apakah karena pukulan si siswa atau sebab lain,’’ katanya kemarin.
Kepastian itu diperlukan karena ada jeda antara peristiwa pemukulan dan kematian guru tersebut. Jika ujung pengusutan menyimpulkan pemukulan sebagai penyebab kematian, hukum harus ditegakkan. Meskipun si pelaku masih anak-anak.
Dia mengatakan, siswa yang menjadi pelaku pemukulan itu bisa diproses hukum sesuai dengan UU 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
Retno menyatakan bahwa KPAI segera berkoordinasi dengan instansi terkait untuk menelusuri duduk perkara kasus tersebut.
Kepada media massa, Retno berpesan supaya identitas anak yang diduga sebagai pelaku itu dirahasiakan. (ghi/luq/lyn/idr/wan/c11/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Pahit Nenek 92 Tahun yang Ingin Bangun Makam Leluhur
Redaktur & Reporter : Soetomo