Fan BingBing dan Jack Ma menghilang selama beberapa bulan setelah menghadapi masalah dengan Partai Komunis Tiongkok. (Wikimedia Commons: Georges Biard/Reuters: Yuya Shino)

Semakin banyak orang kaya di Tiongkok, namun menjadi kaya di sana juga mendatangkan risiko menjadi perhatian pemerintah atas berbagai tindakan mereka yang lakukan.

Salah seorang di antaranya adalah Jack Ma, yang memiliki kekayaan sekitar $50 miliar (lebih dari Rp65 triliun), yang tiba-tiba menghilang tahun lalu.

BACA JUGA: Australia Barat Buka Pintu Bagi Tenaga Kerja Asing dari Tonga

Padahal, pendiri usaha bernama Alibaba ini sebelumnya hendak meluncurkan sebuah usaha baru lagi.

Jack Ma yang sebelumnya sudah memiliki perusahaan teknologi keuangan Alipay akan meluncurkan Ant Group yang akan go public di Bursa Saham Hong Kong dan Shanghai.

BACA JUGA: Fasilitas Karantina Australia Dipenuhi Pasien Positif COVID-19 Sejak Jumlah Kasus di India Meningkat

Ini akan menjadi peluncuran perusahaan terbesar dalam sejarah dengan perkiraan dana baru yang masuk sebesar $34.5 miliar dan membuat nilai perusahaan Ant ini menjadi $300 miliar

Namun dua hari menjelang Ant go public pada tanggal 5 November lalu, Jack Ma kemudian menghilang.

BACA JUGA: Baca Baik-Baik! Cowok Kurang Ajar yang Doyan Stealthing Sebaiknya Hindari Australia

Selama tiga bulan lamanya rumor yang beredar mengatakan bahwa Jack Ma menjalani tahanan rumah dan bahkan ada yang mengatakan dia meninggal dunia.

Akhirnya pada bulan Januari 2021, Jack Ma muncul dalam rekaman sebuah video saat ia berbicara dalam sebuah acara amal.

Sejak kemunculannya itu, dia kemudian terlihat sedang bermain golf di pulau Hainan. Tampaknya Jack Ma yang sebelumnya sering tampil di depan umum sekarang berusaha untuk tidak banyak tampil.

Jack Ma bukanlah satu-satunya orang terkenal yang kemudian menjadi perhatian Partai Komunis Tiongkok.

Menjadi orang yang super kaya di Tiongkok juga mendatangkan risiko berbahaya dalam beberapa tahun terakhir. "Biarkan mereka kaya dulu"

Di tahun 1960-an, terjadi Revolusi Kebudayaan di Tiongkok di mana pemimpin negara tersebut, Mao Zedong, melancarkan serangan terhadap para intelektual dan orang-orang kaya di sana, sehingga menimbulkan banyak kekacauan.

Di tahun 1978, dua tahun setelah Mao Zedong meninggal dunia,  Deng Xiaoping yang menggantikannya mengatakan bahwa Tiongkok tidak lagi memiliki plihan, dan harus 'membiarkan beberapa orang menjadi kaya dulu'.

Sejak itu pertumbuhan ekonomi Tiongkok menjadi luar biasa pesat sehingga menciptakan lebih banyak miliarder dibandingkan negara-negara lainnya.

Beijing sendiri sekarang telah menjadi rumah untuk banyak miliarder di dunia, melebihi kota-kota lainnya, termasuk New York.

Bahkan masa pandemi pun tidak memperlambat laju kekayaan, dengan para orang kaya di Tiongkok menambah kekayaan mereka sebanyak A$1,94 triliun.

Ini sangat berbeda dari tahun 1970-an, ketika menjadi kaya malah mendapat sorotan tajam saat 88 persen warga Tiongkok ketika itu hidup dengan uang A$2,59 sehari (sekitar Rp40 ribu).

Namun, menjadi kaya di negeri yang masih menyebut diri sebagai negara sosialis juga mendatangkan risiko.

Di tahun 2018, bintang film yang mendapat bayaran tertinggi di Tiongkok,  Fan Bingbing menghilang selama beberapa bulan setelah seorang presenter televisi membocorkan di media sosial Tiongkok Weibo, bahwa Bingbing memiliki dua versi kontrak dalam pembuatan film Cell Phone 2.

Kontrak pertama mengatakan dia mendapatkan bayaran $10,8 juta, sementara kontrak satunya lagi menyebutkan ia hanya mendapat bayaran A$1,9 juta.

Muncul tuduhan bahwa Fan Bingbing menggunakan dua kontrak berbeda yang disebut sebagai 'yin-yang' untuk mengurangi pembayaran pajak.

Sejak itu, dia menghilang dari publik dan tidak seorang pun yang tahu apa yang terjadi dengannya.

Namun dia kemudian muncul kembali dan menulis pernyataan panjang di media sosial atas tindakannya dan setuju untuk membayar denda sebanyak $167 juta.

"Tanpa kebijakan yang bagus dari partai dan negara, tanpa ada dukungan dari warga, tidak akan ada Fan Bingbing,' tulisnya. "Bunuhlah ayam untuk menakuti monyet'

Ada pepatah kuno di Tiongkok yang mengatakan 'bunuhlah ayam untuk menakuti monyet'.

Ini berdasarkan cerita mengenai seorang seniman jalanan yang mendapatkan uang dari pertunjukan topeng monyet.

Ketika monyet itu berhenti menari, seniman ini akan membunuh ayam untuk menakuti monyet agar mau menari lagi.

Pihak berwenang Tiongkok sebelumnya jarang menggunakan contoh orang kaya di sana untuk menakut-nakuti warga lainnya.

Namun di tahun 2021, tekanan terhadap para elit dan orang kaya di Tiongkok meningkat ketika Xi Jinping yang ketika itu menjabat Sekretaris Jenderal Partai Komunis Tiongkok melancarkan kampanye untuk memberantas korupsi.

Sejak itu para taipan dikenai tuduhan penyuapan, bermain curang dalam saham dan yang lainnya. Beberapa menjalani hukuman penjara, dan malah ada juga yang tewas.

Menurut Duncan Clark yang menulis buku berjudul : Alibaba: The House Jack Ma Built (Alibaba: Rumah Yang Dibangun Jack Ma) menjadi orang kaya di Tiongkok tidaklah mudah karena mereka harus melakukan berbagai hal.

"Mereka harus bekerja sama dengan Partai Komunis, mereka harus bekerja sama dengan pemerintah, dan mereka harus menjadi seperti obat sakit kepala yang dialami partai," katanya.

"Ada berbagai bentuk kerja sama yang harus dilakukan antara pengusaha dan partai.

"Kuncinya adalah bagaimana untuk tidak terlalu dekat dan kemudian membuat kesal pemerintah."

Beberapa pengamat mengatakan kesalahan terbesar yang dilakukan oleh Jack Ma bukanlah karena dia membuat kesal pemerintah, namun  karena gagal memiliki koneksi yang tepat ketika dia menghadapi masalah. "Keadaan berubah di bawah kepemimpinan sekarang'

Jack Ma bukanlah orang pertama yang menjadi kaya raya di bawah kekuasaan Partai Komunis di Tiongkok, namun dia menjadi orang yang paling terkenal karenanya.

Dia mendirikan Alibaba di tahun 1999 yang membuatnya menjadi kaya dan juga orang-orang lain yang kemudian membeli saham Alibaba.

Namun Jack Ma tidak puas dengan Alibaba saja dan terus memperluas jaringan usahanya untuk menghasilkan uang lebih banyak lagi.

Di tahun 2004 , dia menciptakan Alipay masuk ke dunia keuangan yang  biasanya dikuasai oleh pemerintah.

Bank tradisional tidak mampu bersaing. Pemakai Alipay dengan cepat meningkat menjadi 730 juta orang dan menjadikannya sistem pembayaran paling populer di Tiongkok.

Di saat dia hendak meluncurkan Ant Group ke bursa saham, Jack Ma sedang berada di titik puncak dan bersedia memberikan pendapat apa saja, baik diminta atau tidak, ke publik.

Dia begitu percaya diri  sampai berani mengkritik kalangan keuangan di Tiongkok dengan mengkritik pihak regulator yang dianggap mengekang inovasi dan juga menyerang pihak perbankan yang disebutnya  memiliki budaya 'rumah gadai'.

Kritikan inilah yang tampaknya membuat kesal pemerintah yang biasanya memang tidak suka menerima kritikan.

Menurut akademisi Tiongkok Wu Qiang, Jack Ma sudah melampaui 'garis merah' yang ada dalam sistem Partai Komunis.

"Pengusaha tidak bisa terlibat dalam soal politik," kata Wu Qiang yang pernah menjadi dosen di Tsinghua University tersebut.

"Yang dikhawatirkan Beijing adalah bahwa pengusaha, dengan berbagai caranya akan terlibat atau berusaha mempengaruhi keputusan politik yang diambil Partai Komunis Tiongkok."

Ada alasan yang jelas mengapa pemerintah di berbagai negara berusaha membatasi kuasa yang dimiliki oleh perusahaan teknologi raksasa sekarang ini. Di Eropa, denda besar dikenakan terhadap perusahaan teknologi yang dianggap melanggar aturan.

Sekarang ini di Amerika Serikat ada debat politik mengenai apakah perusahaan teknologi harus diatur sedemikian rupa seperti perusahaan yang menyediakan kebutuhan dasar seperti listrik dan air.

Menurut Duncan Clark, penulis buku Alibaba: The House Jack Ma Built, ada berbagai peraturan khusus di Tiongkok dan Jack Ma sudah salah langkah.

"Memang sebagai pengusaha mereka harus melakukan sesuatu yang berisiko. Menjadi pengusaha adalah melakukan sesuatu di luar norma." kata Clark.

"Namun keadaan sudah berubah di bawah kepemimpinan sekarang dan partai lebih agresif."

Menurut Wu Qiang, Jack Ma sebenarnya memiliki beberapa koneksi politik namun lebih ke bekas Presiden Jiang Zemin.

Hal itu tidaklah banyak membantu dalam urusan dengan pemerintahan sekarang di bawah Presiden Xi Jinping.

Wu Qiang mengatakan Jack Ma kesulitan untuk menemui para elit politik di masa-masa dia 'menghilang' selama beberapa bulan.

"Jack Ma berulang kali ke Beijing, berusaha bertemu dengan pejabat Bank Sentral dan Politbiro, namun dia tidak memiliki akses masuk," kata Wu Qiang. Jack Ma tidak dipenjara namun mendapat hukuman

Kita sekarang melihat bagaimana pemerintah Tiongkok menghukum orang seperti Jack Ma, yang selama sekian lama sebelumnya seperti tidak tersentuh.

Tiongkok sekarang dengan agresif berusaha menghentikan laju berbagai perusahaan milik Jack Ma.

Awal bulan ini Alibaba 'menerima' denda $3,6 miliar yang dijatuhkan karena perilaku anti kompetisi.

"Untuk melaksanakan tanggung jawabnya kepada masyarakat, Alibaba akan beroperasi sesuai dengan hukum yang berlaku dan tumbuh lewat inovasi," kata Alibaba dalam sebuah pernyataan.

Sementara itu Ant Group sudah dikenai aturan lebih ketat sehingga membuatnya menjadi perusahaan yang tidak sebesar sebelumnya.

Dan Jack Ma masih memiliki kebebasan, paling tidak sampai sekarang.

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari artikel .

BACA ARTIKEL LAINNYA... Australia Siap Membantu Pencarian Kapal Selam KRI Nanggala 402 di Indonesia

Berita Terkait