jpnn.com - JEMBER - Sebanyak 19 perguruan tinggi swasta (PTS) di Jawa Timur yang dinonaktifkan untuk melakukan pembenahan. Jika hingga Desember 2015 tidak memperbaiki diri, izin operasional belasan PTS itu dicabut.
’’Mereka diberi peringatan karena melanggar sejumlah aturan,’’ kata Ketua Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) VII Suprapto kepada Jawa Pos. Dengan demikian, Kopertis VII juga menonaktifkan sejumlah pangkalan data perguruan tinggi (PDPT).
BACA JUGA: Kasus Ijazah Palsu Wakil Bupati Mandek di Polda Riau
Sembilan belas PTS yang dinonaktifkan itu adalah Universitas Teknologi Surabaya (UTS), Akademi Teknologi Industri Tekstil Surabaya, Universitas Darul Ulum Jombang, Universitas Bondowoso (Unibo), Universitas Nusantara PGRI Kediri, dan Universitas Cakrawala.
Lalu, ada IKIP Budi Utomo, IKIP PGRI Jember, STKIP Tri Bhuwana, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sunan Giri, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Malang, Sekolah Tinggi Teknik Budi Utomo, dan Sekolah Tinggi Teknik Widya Dharma. Kemudian, ada juga Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pemnas Indonesia, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pemuda, Akademi Teknik Nasional Sidoarjo, Akademi Bahasa Asing Webb, Akademi Pariwisata Bhakti Wiyata, dan AMIK Aji Jaya Baya.
BACA JUGA: Usakti Canangkan Pembaruan Berlandaskan Ajaran Bung Karno
Menurut Suprapto, ada beberapa penyebab yang membuat belasan kampus tersebut dinonaktifkan. Di antaranya, konflik dalam kampus yang tak kunjung selesai, rasio jumlah dosen dan mahasiswa yang tidak seimbang, tidak ada laporan yang harus diberikan secara periodik selama empat kali berturut-turut.
’’Tapi, ada sekitar delapan kampus yang meminta dinonaktifkan sendiri. Alasannya, mahasiswanya tinggal sedikit,’’ papar Suprapto yang juga guru besar dari ITS tersebut tanpa mau menyebutkan kampus mana saja yang meminta dinonaktifkan.
BACA JUGA: STIE Adhy Niaga Dibekukan
Dia menjelaskan, ke-19 PTS masih diberi waktu sampai 31 Desember 2015 untuk memperbaiki masalah masing-masing. Selama itu pula, PTS masih bisa membina mahasiswanya. Bila dalam waktu tersebut masalah masih berlarut-larut, Kopertis tidak akan segan mencabut izin PTS tersebut.
Sembilan belas PTS yang diberi peringatan itu, lanjut dia, adalah PTS yang telah terakreditasi, walaupun hanya akreditasi C. Di Jatim, hanya dua PTS yang akreditasinya A, yaitu Universitas Kristen (UK) Petra dan Universitas Muhammadiyah Malang.
Suprapto mengatakan, jumlah PTS yang terakreditasi A memang minim. Jangankan di Jatim, di seluruh Indonesia tidak lebih 10 PTS yang berakreditasi A. PTS di provinsi lain yang berakreditasi A adalah Universitas Islam Jogjakarta, Universitas Muhammadiyah Jogjakarta, dan Universitas Bina Nusantara Jakarta.
Sebelum mendaftar ke suatu perguruan tinggi, masyarakat diharapkan memastikan legalitas dan akreditasi kampus atau program studi (prodi) yang dituju. Untuk memastikan legalitas suatu perguruan tinggi, calon mahasiswa baru bisa mengakses informasi lewat laman forlap.dikti.go.id.
Merespons keputusan Kopertis tersebut, kemarin (4/6) Rektor IKIP PGRI Jember Fadil Jamali menggelar dialog dengan mahasiswa. Namun, dialog itu digelar tertutup untuk wartawan. Para wartawan yang hendak meliput dilarang petugas keamanan kampus untuk masuk ke acara itu.
Sejumlah mahasiswa yang ditemui Jawa Pos Radar Jember mengaku resah dengan dinonaktifkannya kampus tempat mereka belajar. Sebab, penonaktifan itu sejatinya dilakukan sejak Desember 2014. Para mahasiswa khawatir dengan kelanjutan pendidikan dan legalitas ijazahnya.
’’Jika kampus nonaktif, bisa jadi ijazah kami ditolak ketika hendak melamar pekerjaan,’’ kata RN, seorang mahasiswa IKIP PGRI Jember semester VI. Dia menyesalkan sikap petinggi kampus yang tidak segera mengurusi persoalan tersebut ke Kemenristek Dikti.
Menurut dia, dalam dialog kemarin, sejumlah mahasiswa mendesak rektor segera mengurusi persoalan itu. Sebab, hal tersebut menyangkut nasib ribuan mahasiswa. ’’IKIP harus segera diaktifkan karena sejak 2014 belum diurusi,’’ sesalnya.
Namun, kata dia, dalam kesempatan itu, Fadil masih berjanji mengurusi kampusnya ke Kemenristek Dikti. ’’Jadi masih mau diurusi ke Jakarta. Ini harus segera,’’ tegasnya.
Yang jelas, lanjut dia, para mahasiswa gelisah karena tempat belajarnya nonaktif dan tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. ’’Yang kedua, mau dapat pekerjaan dari mana jika kita menggunakan ijazah yang kampusnya nonaktif?’’ ucapnya.
Dalam dialog, rektor berjanji menemui Kemenristek Dikti tadi malam (kemarin, Red). ’’Namun, kami masih ragu apakah akan segera diurus benar atau tidak. Sebab, hal itu berlangsung sejak 2014,’’ pungkas RN. (ina/gus/JPNN/har/c17/ano)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemristek Dikti Jatuhkan Sanksi ke STIE Adhy Niaga
Redaktur : Tim Redaksi