Inilah 5 Pedoman dari Uskup Ruteng Memilih Pemimpin: Hindari Orde Baru dan Pelanggar HAM

Jumat, 26 Januari 2024 – 16:39 WIB
Uskup Ruteng di Manggarai, Nusa Tenggara Timur, Mgr. Siprianus Hormat memberikan lima pedoman dalam memilih pemimpin menjelang Pilpres 2024. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, MANGGARAI - Uskup Ruteng di Manggarai, Nusa Tenggara Timur, Mgr. Siprianus Hormat memberikan lima pedoman dalam memilih pemimpin menjelang Pilpres 2024.

Dalam surat gembalanya, Uskup Ruteng mengajak masyarakat untuk mencari dan menentukan pemimpin bangsa yang tepat. Meski kriteria tersebut bersumber dari ajaran sosial gereja, tetapi juga dapat ditelisik melalui falsafah negara Pancasila.

BACA JUGA: Hasil Investigasi Komnas HAM: Sukarelawan Ganjar-Mahfud Tak Mabuk Saat Dikeroyok

"Yang mana harapannya nantinya dapat mencerahkan dan menginspirasi kita dalam menentukan pilihan politik yang benar dan bijaksana," kata Uskup Ruteng, Jumat (26/1).

Pertama, menurut dia, carilah pemimpin yang memiliki kemampuan dan integritas untuk menakhodai bangsa ini menuju kemakmuran, keadilan. dan solidaritas sosial bagi seluruh rakyat. Hal ini merupakan implementasi sila kelima Pancasila.

BACA JUGA: Komisi III Apresiasi Gugus Tugas Covid-19 Minta Ijtima Dunia dan Penahbisan Uskup Ruteng Ditunda

Kedua, lanjut dia, aaran sosial gereja menegaskan pribadi manusia adalah dasar dan tujuan dari semua kehidupan politik. Dia menerangkan seluruh dinamika kenegaraan bertujuan untuk mengembangkan dan menegakkan martabat dan harkat kemanusiaan setiap insan (sila kedua). Oleh sebab itu, carilah pemimpin yang peduli dan berbelarasa terhadap sesama anak bangsa khususnya yang lemah dan rentan.

"Dan pilihlah calon pemimpin kuat yang dapat menegakan HAM serta mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan bernegara," kata Uskup Ruteng.

BACA JUGA: Penulis Buku Hitam Sebut Dulu Mendukung Jokowi Karena Tak Ingin Pelanggar HAM Berkuasa

Ketiga, dia menjelaskan sejarah kelam bangsa dalam zaman Orde Baru dihantui oleh praktik penyalahgunaan kekuasaan, otoriter, rekayasa, dan kekerasan. Rakyat Indonesia seharusnya bersyukur atas fajar demokrasi yang terbit sejak era reformasi yang dimotori oleh para mahasiswa.

"Oleh sebab itu, marilah kita memilih pemimpin yang sungguh lahir dari proses demokratis yang benar dan tepat, serta yang berkomitmen untuk menegakkan kedaulatan rakyat, etika dan demokrasi. Ini sila keempat," kata dia.

Keempat, dia menambahkan suatu bangsa pertama-tama merupakan kebersamaan kehidupan dan nilai, yang membentuk persekutuan rohani dan moral.

Uskup Ruteng mengutip Paus Yohanes XXIII bahwa kehidupan bersama suatu bangsa adalah sebuah peristiwa spiritual. Maka politik harus menjamin warga untuk beriman dan beribadat menurut keyakinannya masing-masing serta menemukan Allah sebagai sumber kekuatan dan kebahagiaannya yang sejati (sila pertama).

"Karena itu carilah pemimpin yang beramanah dan beribadah, yang religius, toleran dan inklusif. Sebaliknya hindarilah memilih pemimpin yang dalam rekam jejaknya memanfaatkan agama sebagai kendaraan politik kekuasaan belaka atau politik identitas," kata dia.

Kelima, menurut dia, Indonesia adalah sebuah lukisan bangsa magis mempesona karena dibentuk oleh mosaik-mosaik indah keunikan dan keanekaragaman suku, adat istiadat, bahasa, dan agama.

Kesatuan dalam keragaman yang saling menghargai dan melengkapi inilah yang menjamin kelanggengan dan kemakmuran bangsa dalam sejarah.

"Sosialitas manusia tidaklah seragam tetapi beragam. Kesejahteraan bersama ditentukan oleh kemajemukan yang sehat. Karena itu pilihlah calon yang paling mampu menegakkan empat pilar kebangsaan: NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila dan UUD 54 (sila ketiga)," jelas dia. (tan/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... KontraS: Periode Kedua Jokowi Diwarnai Peristiwa Pelanggaran HAM


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler