Inilah Bentuk Cinta Tulus pada Tanah Air, Luar Biasa!

Senin, 13 Agustus 2018 – 00:55 WIB
Penemu alat DiaSen Doktor Tulus Ikhsan Nasution, Ahli Fisika Instrumentasi dari Universitas Sumatera Utara (kedua dari kanan). Foto: Mesya Mohamad/JPNN.com

jpnn.com - Jumlah penderita diabetes di Indonesia makin bertambah dari tahun ke tahun. Hal ini menimbulkan ketakutan di kalangan masyarakat sehingga selalu rutin menguji kadar gula darahnya. Pun demikian dengan yang sudah divonis diabetes juga wajib mengecek kadar gulanya. Sayangnya pengecekan gula darah ini menimbulkan efek sakit lantaran harus diambil darahnya.

Mesya Mohamad, Pekanbaru

BACA JUGA: Sebelum Iblis Menjemput: Dua Gadis Cantik Tertawa Kesetanan

BENAR kata Presiden RI ketiga BJ Habibie, Indonesia punya teknologi yang bisa mendorong kemajuan bangsa. SDM Indonesia hebat-hebat karena bisa menciptakan teknologi yang dibutuhkan masyatakat.

Sayangnya, SDM hebat ini banyak berkiprah di luar negeri karena fasilitasnya lebih menggiurkan. Namun masih ada anak bangsa yang memikirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Salah satunya adalah Dr Tulus Ikhsan Nasution. Ahli Fisika Instrumentasi dari Universitas Sumatera Utara (USU) ini menciptakan teknologi yang sangat bermanfaat bagi para penderita diabetes.

BACA JUGA: Terbangkan Pesawat Tempur di Langit Sekolah Almamater

Keinginannya menciptakan alat yang diberi nama DiaSen (Diabetes Sensor) ini karena melihat banyak penderita diabetes yang kesakitan saat diambil darahnya untuk pengujian kadar gula darah. Selain itu pengujian dengan metode pengambilan darah bisa menimbulkan infeksi sehingga memperparah penderita diabetes.

"Penderita diabetes kan tidak bisa luka tapi kalau diambil terus darahnya dan alatnya tidak higienis justru menimbulkan infeksi," kata Tulus yang ditemui di pameran Ritech Expo memperingati Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-23 di Pekanbaru, Riau, Jumat (10/8).

BACA JUGA: Banyak Tawaran dari Perusahaan Besar, Setia jadi Honorer

Melihat itu, doktor lulusan Universitas Sains Malaysia ini pun tertarik menciptakan teknologi yang bisa meringankan penderita diabetas saat pengujian kadar gula darah. Bersama sang istri Dr Irwana Nainggolan yang juga ahli Sains bahan/kimia USU, Tulus melakukan riset.

Kurang lebih enam tahun lamanya Tulus dengan dibantu sang istri melakukan pengujian dari materi hingga ke teknologi android. Menariknya, riset enam tahun itu hanya menghabiskan dana Rp 200 juta.

Kecanggihan DiaSen, alat ciptaan Tulus ini ada di metode pengujian. Penderita atau non penderita bisa melihat kadar gulanya hanya dari napas, tanpa melewati proses “penyiksaan” (pengambilan darah). Deteksinya pun mudah hanya dengan menggunakan sistem mobile.

"Deteksi diabetes bisa dilakukan lewat darah, urine, dan napas. Sengaja saya ciptakan teknologi yang hanya lewat napas karena orang tidak repot-repot harus ambil urin atau darah. Untuk mengetahui apakah kena diabetes atau tidak hanya dilihat dari gas asetun. Gas asetun penderita dan non-penderita sangat berbeda. Saya punya materialnya yang bisa mengetahui itu cuma itu rahasia,” bebernya.

DiaSen digunakan dengan cara meniupkan napas melalui pipa steril ke dalam ruang uji yang terdapat sensor di dalamnya. Dan hasil pengujiannya dikirimkan ke handphone melalui komunikasi bluetooth.

Alat ini menurut Tulus sudah dipatenkan sejak tahun lalu. Sayangnya, alat ini belum diproduksi secara masal. Baru Rumah Sakit USU yang menggunakannya. Tulus juga menjual alat DiaSen ini seharga Rp 499 ribu.

Sebenarnya, Malaysia sudah menawari Tulus untuk mengembangkan DiaSen ini dengan biaya riset Rp 3 miliar. Sementara Perancis menawarkan dana tanpa batas untuk dikembangkan di negara tersebut. Namun, tawaran menggiurkan itu ditolak ayah tiga anak ini.

Tulus ingin alat ciptaannya itu bisa digunakan untuk pelayanan kesehatan di Indonesia. Mengingat angka penderita diabetes di Indonesia sangat tinggi.

International Diabetes Federasi (IDF) Atlas 2017 edisi ke-8 mengungkapkan jumlah penderita diabetes di Indonesia telah mencapai angka 10,3 juta orang. Angka tersebut diprediksi terus meningkat hingga 16,7 juta pada 2045.

"Saya ingin menyumbangkan tenaga dan pikiran saya untuk kemajuan bangsa. Kalau teknologi temuan anak bangsa dikembangkan di luar negeri kapan Indonesia bisa maju?" ucap pria kelahiran Pangkalan Brandan, 16 Juli 1974.

Walaupun dengan dana riset terbatas, Tulus yakin alat temuannya itu akan diminati pelaku kesehatan. Jika alatnya itu bisa diproduksi besar-besaran, Tulus berharap harga jualnya tidak mahal sehingga bisa membantu para penderita diabetes untuk menguji sendiri kandungan gula darahnya. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tetangga Bagas dan Bagus Penuhi Janji, Berangkat ke Sidoarjo


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler