Inilah Kendala Pebisnis Ikuti Tax Amnesty

Senin, 15 Agustus 2016 – 09:13 WIB
Ilustrasi. Foto: Jawa Pos

jpnn.com - SURABAYA – Program pengampunan pajak alias tax amnesty bisa diterima para pelaku usaha jika persoalan di lapangan bisa diminimalisir. Saat ini, minat pebisnis terhadap tax amnesty cukup besar.

Dalam Jawa Pos Business Forum yang digelar di Graha Pena Surabaya akhir pekan lalu (13/8), terungkap sejumlah persoalan yang dihadapi pengusaha yang berminat mengikuti amnesti pajak.

BACA JUGA: Asing Miliki Saham, PGN Tetap Bisa Menginduk ke Pertamina

Salah satu yang kerap menjadi kesulitan adalah perincian kolom utang.  ”Saat mengurus tax amnesty ternyata kami harus melaporkan semua utang, termasuk utang dagang,” kata Irawan Hadikusumo, CEO Nuansa Group dalam diskusi bertajuk Menangkap Peluang Tax Amnesty tersebut.

Menurut Irawan, bagi pebisnis level UMKM, mengadministrasikan perincian utang tersebut bisa menyulitkan. Dirut PT Kepuh Kencana Arum dan PT Sunrise Steel Henry Setiawan mengungkapkan beberapa kendala yang biasa ditemui pebisnis di lapangan.

BACA JUGA: 3 Bank Pelat Merah Diminta Perbesar Penyaluran KUR Mikro

Misalnya, ketiadaan kolom yang mengakomodasi apabila pernah ada jumlah persediaan yang dilebihkan. ”Ini juga menjadi salah satu kebingungan bagi perusahaan maupun akuntan,” katanya.

Dalam pencantuman aset yang diampunkan, ada nilai wajar yang harus dideklarasikan. Besaran nilai wajar menjadi pertanyaan lantaran belum ada sosialisasi tentang ketentuan yang menjadi patokan.

BACA JUGA: Pertamax Turun Harga, Tapi Hanya di Luar Jawa

Kepala Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia Surabaya Dewi Sriana Rihantyasni menyatakan, belum diketahuinya patokan nilai wajar itu bisa membuat pebisnis menunggu dalam menjalankan amnesti pajak.

”Juga, ada kemungkinan melakukan transaksi di bawah harga wajar. Jadi, untuk memperingan nilai tebus, mencantumkan nilai wajar yang rendah,” ujarnya.

Dalam diskusi tersebut, Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Poltak Maruli John Liberty Hutagaol menjawab dengan gamblang satu per satu kendala pengusaha.

Tentang perincian utang, misalnya. Menurut John, utang yang perlu dicantumkan adalah yang terkait dengan penambahan harta. Perincian utang tersebut diperlukan karena akan menjadi pengurang tambahan aset yang dideklarasikan. ”Jadi hanya utang yang terkait dengan perolehan aset,” kata John.

Sementara itu, mengenai aset wajar, penilaiannya bergantung kepada wajib pajak (WP) sendiri. ”Nilai wajar itu menurut WP. Di situ, diperlukan kejujuran. Namanya pertobatan, ya harus jujur,” kata John.

Dia menambahkan, amnesti pajak merupakan salah satu kesempatan yang tidak akan terulang untuk masa pengampunan yang dicanangkan, yakni masa 2015 ke belakang. ”Ini adalah blessing yang harus dimanfaatkan,” kata John.

Kepala Kantor Regional 4 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jawa Timur Sukamto menyampaikan, keberadaan customer service di perbankan bisa membantu wajib pajak yang ingin mengikuti program tax amnesty.

Dengan demikian, wajib pajak tidak merasa dipersulit. Karena itu, pihaknya siap menjembatani layanan perbankan dalam program tax amnesty.

”Bagaimana tax amnesty itu menjadi entry point dalam membangun budaya keterbukaan di kalangan wajib pajak. Nah untuk itu, kami akan terus memantau perkembangan program tersebut di lapangan,” tuturnya. (vir/res/jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... BI Optimistis Ekonomi Triwulan Ketiga Tumbuh 5,7 Persen


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler